Semua aturan dalam QH adalah mengarahkan kita untuk akhlaqul karimah lahir-batin. Kita bersyukur karena dalam melaksanakan hal tersebut kita telah diberi oleh Alloh wadahnya. Selanjutnya dalam mengelola terserah kepada kita, sebab Alloh telah memberi basic-nya.
Coba anda simak dalam QS Ali Imron: 103 yang berbunyi:
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡہَاۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَہۡتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Dan sabda Rasuulullah SAW dalam al-Hadits Abu Dawud, yakni:
“Demi Dzat yang diriku dalam genggaman tangan-Nya, tidak dapat masuk surga sehingga orang itu beriman, dan tidak dikatakan sebagai orang yang beriman sehingga orang itu saling mengasihi.”
Semula kita—manusia ini—berada di surga dan karena ‘keadilan’ Alloh—melalui pelanggaran Nabi Adam—maka kita dikeluarkan dari surga.
Ingatlah firman Alloh dalam QS Al-Baqoroh:38,
“Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”.
Untuk dapat memasuki surga lagi, manusia dilatih dan dididik di ‘lembaga pemasyarakatan’ dunia. Seperti kita ketahui bersama bahwa: “Dunia adalah penjara bagi orang iman dan surganya orang kufur”. (HR Muslim) Untuk dapat
memasuki surga maka kita harus menjadi ‘napi’ yang baik di LP dunia dengan
ucapan, tingkah laku, dan hati kita yang baik. Baik dengan fi’liyah dan qolbiyah.
Kita juga terkadang lupa bahwa ibadah itu merupakan kewajiban kita an sich, padahal Alloh ingin mengetahui tingkat dan derajat amal manusia dan jin sesuai dengan kadar cobaan yang Alloh berikan.
Seperti yang Alloh firmankan dalam QS Al-Kahfi:7, yaitu,
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka”.
Semua bentuk ‘peparing’ Alloh di muka bumi ini adalah sebagai batu
ujian dan tempat berlatih kita untuk kembali ke surga-Nya.
Alloh telah memerintah adam dan hawa untuk turun ke dunia dan boleh kembali ke surga. Maka kita harus perbaiki semua amal kita agar kembali ke surga dengan lancar. Termasuk dalam bagian ini adalah amalan dan perbuatan hati kita. Hati kita juga beramal, maka kita perbaiki hati kita juga.
Sebuah hadits menyebutkan: “…Maka kalian berhati-hatilah pada berangan-angan yang dapat menyesatkan ahlinya angan-angan tersebut…” (HR Bukhori Juz 9 Shohifah 62).
Contoh angan-angan yang dapat menyesatkan diri kita adalah memperistri.. istri orang lain, menjadikan suami... suaminya orang lain dll, yang itu semua dapat membahayakan dan menyesatkan diri kita.
Kita jangan ‘terjebak’ dengan pengertian sebuah hadits yang menyatakan kalau kita masih berangan-angan jelek di hati maka Alloh akan mengampuni dan tidak akan menyiksa. Sebab banyak hadits yang mendeskripsikan bagaimana hati yang tidak baik dan bersih, maka Alloh tidak akan menerima amal orang tersebut. Misalnya, kita sedang sholat, sebenarnyalah hati kita juga sedang menghadap dan bertemu kepada Alloh. Apabila gerakan jasad kita sholat, sedangkan hati kita mengumpat kepada Alloh, tentunya Alloh tidak akan menerima amalan kita. Hal yang berbeda dengan masalah duniawi, kita mungkin menghormat pada atasan kita, tapi hati kita sering menggerutu dan mengumpatnya. Selagi atasan kita tidak tahu apa yang di batin kita dan kita tidak pernah mengucapkannya maka setiap bulan kita mendapatkan gaji darinya..
Contoh lain, ada orang sholat dan dia perbaiki dan perindah bacaan serta gerakan sholatnya. Hal itu dilakukan bukan untuk Alloh tapi untuk orang lain, semisal karena ada sang calon mertua. Itu adalah syirik khofy yang derajatnya termasuk kategori syirik yang harus diwaspadai. Tentunya, para sahabat ingat cerita tentang tiga orang yang beramal TANPA didasari hati ‘Karena Alloh’, yakni pejuang, orang ‘alim dan orang yang dermawan. Mereka tidak mendapatkan pahala dan amalannya ditolak karena amalan hatinya tidak dihadapkan pada Alloh.
Ada lagi konsep husnudhon dan su’udhon. Kita dilarang su’udhon, karena itu adalah perbuatan dan amalan hati yang dapat menghancurkan amal kita yang lain. Hal inilah, mengapa kita harus memperbaiki amalan hati kita, karena hati juga beramal.
Dalam Hadits Bukhori, Nabi pernah bersabda: “Iman adalah ma’rifat di hati, dibenarkan oleh ucapan dan diamalkan badan”.
Oleh karena itulah, kita bersama supaya memperbaiki amal kita masing-masing, termasuk amalan hati kita. Mintalah bagian rejeki bukan hanya harta tapi mintalah dan berdoalah kepada Alloh supaya kita dilimpahkan akhlaq yang baik lahir batin. Misal kita mintakan bagian akhlaq untuk suami, istri, anak, keluarga dan orang tua
kita. Seperti yang tertuang dalam Hadits Ahmad, Rasululloh menegaskan bahwa: “Seseungguhnya Alloh itu membagi akhlaq diantara kalian sebagaimana Alloh memberikan bagian rezeki kepada kalian.”
Bagi orang tua jangan lupa memintakan bagian akhlaq untuk anaknya. Terkadang orang tua telah menyampaikan rangkaian ungkapan kemarahan dan emosinya, yang pada ujungnya selalu memberi aturan-aturan pada anaknya. Bagi anak jangan segan memaafkan orang tua sebab mereka tidak pernah ‘belajar’ untuk menjadi orang tua dan ketika menikah tidak mempunyai kriteria seperti mencari manager perusahaan yang harus berpengalaman dan pernah punya anak banyak.
Bagi suami jangan lupa untuk adil pada istri. Bagi istri supaya berbakti kepada suami.
Dalam masalah mendidik anak,
Kadang kita lupa membekali mereka untuk ‘bersikap’ terhadap dunia, kita hanya
mengajari dan mengarahkan mereka untuk ‘mencari’ dunia. Kita ajari mereka
bagaimana menjadi orang kaya, orang pintar dan orang sukses dalam masalah
dunia. Kita lupa mengajarkan pada mereka bagaimana ‘bersikap’ ketika anak-anak
kita menjadi orang miskin, orang kaya dan ber-akhlaqul karimah.
Pendidikan tersebut merupakan kewajiban orang tua yang hakiki dan itu harus dilakukan oleh orang tua sendiri. Mungkin ada tiga alternative kita mengurusi sendiri, mewakilkan atau menulis melalui surat, namun yakinlah bahwa itu manifestasi dari kewajiban dan amanah yang dipikul oleh orang tua terhadap anaknya.
Marilah kita tengok sejarah para nabi dan orang sholih jaman dulu. Mereka ‘ngawaki’ untuk memberi nasihat dan mengarahkan anak-anaknya untuk beribadah dan ber-akhlaqul karimah.
Misalnya, Nabi Ya’kub (Nabi Isroil,red) sebelum beliau meninggal, beliau mengarahkan anaknya untuk beribadah kepada Alloh. Walaupun hampir sepanjang hidupnya beliau menderita sampai matanya buta karena tingkah polah anak-anaknya—silahkan disimak cerita selengkapnya dalam QS Yusuf—namun menjelang akhir hayatnya, Ya’kub tetap mengarahkan anaknya untuk beribadah pada Alloh semata. Ingatlah firman Alloh dalam QS Al-Baqoroh:133 yang berbunyi: “Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Penghampiran yang lain adalah Luqman. Secara gemilang, Alloh memberikan teladan kepada kita semua agar mencontoh terhadap Luqman bagaimana beliau men-drive anaknya dalam masalah beribadah dan ber-akhlaqul karimah. Marilah kita simak firman Alloh dalam QS Luqman:12-19,
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya).. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Maasya Alloh, sebuah teladan yang patut kita contoh dan kita jadikan pedoman.
Semua yang ada dan terjadi di dunia ini adalah ‘tempat latihan’ kita beramal di dunia ini.. Maka setiap apa pun yang terjadi pada kita maka kita syukuri sebab itu adalah ‘melatih’ kita memasuki surga.
Kalau kita mempunyai akhlaqul karimah maka tidak ada istilah ‘sayang’. Ada orang yang kaya tapi akhlaq-nya jelek maka orang serta merta mengatakan, “Memang orang itu kaya, sayang koq akhlaq-nya jelek!!”. Ada orang yang pandai tapi akhlaq-nya jelek maka orang serta merta mengatakan, “Memang orang itu pandai, sayang koq akhlaq-nya jelek!!”. Ada orang yang tampan/cantik tapi akhlaq-nya
jelek maka orang serta merta mengatakan, “Memang orang itu tampan/cantik,
sayang koq akhlaq-nya jelek!!”. Dan masih banyak contoh yang lain. Namun
kalau dia ber- akhlaqul karimah, walaupun tidak terlalu pandai dan tidak
terlalu tampan/cantik, bahkan dia orang miskin pun, orang lain tidak akan
mengatakan ‘sayang’ kepadanya. Bahkan orang akan memujinya karena keluhuran akhlaq-nya itu.
Nah, demikianlah para sahabat, kunci surga adalah terletak pada akhlaqul
karimah kita secara lahir dan batin. Marilah kita melatih diri kita masing-masing untuk ke arah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar