Kamis, 27 Mei 2010

Bersyukur pada Alloh tdk mengenaL dimensi Ruang & Wkt?

Ajaran Islam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dalam segala keadaan baik senang maupun susah. Kondisi ini merupakan sesuatu yang mengherankan bagi non Muslim. Suatu ciri khas bagi kaum Muslimin yang membedakannya dari orang-orang kafir dan munafikin.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan Ahmad disebutkan : ”Sungguh sangat dikagumi ikhwal orang mukmin itu; semua hal yang menimpa mereka, mereka terima dengan baik. Itu hanya dimiliki orang Mukmin. Ketika mendapatkan kesenangan ia gembira dan bersyukur dan ketika ditimpa kesusahan ia bersabar, dan itu baik baginya”.
Hadis ini kita kemukakan karena erat kaitannya dengan kondisi yang dialami sebagian besar bangsa Indonesia setelah kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) baru-baru ini.
Hidup miskin atau kaya adalah Sunnatullah, sesuatu yang sudah menjadi ketetapan Allah, supaya manusia dapat saling membantu dalam kehidupannya.
Namun suatu kebijakan yang menyebabkan semakin banyak orang menjadi miskin, adalah termasuk disebabkan ulah tangan manusia itu sendiri.
Indonesia kaya energi, pangan, sumber minyak, tapi tidak mempunyai mesin pengolah minyak sehingga harus mengimpor dan mengalami defisit. Apalagi dilanda gejolak kenaikan harga minyak secara global. Rakyat Indonesia hingga saat ini belum bisa menikmati hasil alamnya, hasil buminya seperti diamanatkan UUD-nya, yaitu dieksploitasi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kita tidak memperpanjang kalam tentang hal itu dalam tulisan ini karena yang ingin ditekankan bagaimanapun buruknya hal yang kita alami jangan sampai merusak keimanan kita kepada Allah SWT.
Seperti disebut Umar bin Khattab RA, musibah yang terburuk adalah rusaknya keimanan kita.
Firman Allah SWT dalam QS. Al Hajj ayat 11 yang artinya : ”Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah di ”tepi” atau tidak dengan penuh keyakinan. Maka jika ia memperoleh kebajikan dia merasa puas dan jika dia ditimpa suatu cobaan, ia engkar kepada Allah. Rugilah ia di dunia dan di akhirat, itulah kerugian yang nyata”.

Jangan Lupakan Nikmat Lainnya

Seseorang gembira ketika menerima nikmat adalah sangat alamiah. Tetapi ketika ditimpa kesusahan sebagai suatu cobaan jangan sampai kita melupakan nikmat-nikmat lainnya.Nikmat-nikmat yang kita tidak dapat menghitungnya. Nikmat kesehatan, nikmat ilmu, nikmat kepandaian berdagang, dan lain sebagainya.
Memang mudah mengucapkannya, namun kesabaran menghadapi kesulitan saat ini, memerlukan istiqomah keimanan.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan Anas disebutkan ”Kadal faqru an yakuna kufra”, orang fakir mungkin saja menjadi kafir/atheis, atau sangat dekat kepada kekafiran atas nikmat Allah, karena rasa dengki kepada orang-orang berharta, menghilangkan rasa ridha atas qadha dan qadar Allah, menyalahkan Al-Khaliq rerhadap sedikitnya rezeki yang diterimanya.
Al-Manawi dalam Faidhul Qadir ketika mensyarahkan hadis ini mengutip Imam Ghazali yang menyebutkan, meskipun ia atau si fakir itu tidak betul-betul kafir sedikit-dikitnya ia cenderung mengarah kesana. Sebagai contoh menurut penulis, apa yang terjadi di Indonesia, banyak orang miskin pindah agama karena dibujuk dengan material, oleh karena itu mudarat yang ditimbulkan kekafiran/kemiskinan itulah Rasulullah SAW berdoa dalam salah satu hadis diriwayatkan An Nasa’i dan Ibnu Hibban dalam kitab sahih mereka ”Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran dan kekafiran”. Menurut Al-Manawi, hadis ini ”memperkuat” hadis sebelumnya.
Qanaah Tapi Tidak Pasrah

Semua upaya yang kita lakukan dalam mengatasi dan menanggulangi saat-saat sulit ihendaknya diiringi pula dengan doa kehadirat Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam QS. Annisa 23 : ”Mintalah/berdoalah kepada Allah SWT agar Allah melimpahkan kurnianya”.
Kita tetap mengharapkan karunia Allah dalam situasi apapun. Seperti juga disebutkan Al-Manawi dengan berdoa kepada Allah akan memeprkuat rasa pengabdian, rasa ubudiah, ketauhidan kita kepada-Nya.
Dalam kesulitan kita harus qonaah, mensyukuri sekecil apapun rezeki yang kita terima. Tidak dengki terhadap orang yang lebih beruntung dari kita, sebab kekayaan yang mereka miliki, juga suatu cobaan dari Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam QS. Thoha 131 yang artinya ”Janganlah engkau sibukkan pandanganmu kepada kenikmatan yang telah kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia. Kesenangan itu menjadi ujian bagi mereka. Kurnia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal. Ayat ini tidak dimaksudkan agar kaum muslimin malas atau pasrah saja dalam mencari rezeki. Namun jangan terpesona terhadap melimpahnya harta yang mungkin diperoleh dari jalan yang tidak halal. Atau mereka yang berharta, tapi lupa terhadap adanya hak orang lain, hak fakir miskin dalam bentuk infak, zakat, sedekah pada hartanya itu.
Para pakar tafsir mengemukakan,Allah SWT tetap memberi rezeki sesuai dengan bagian masing-masing. Dan ada pahala lebih besar bagi yang menunggu di Yaumil Akhir nanti, Itulah yang disebutkan dipenghujung ayat tadi, ”Warizqu rabbika khairun waabqa”.
”Kurnia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar