Pergaulan Berdasarkan Sistem Islam, Bukan Nilai-nilai Barat yang Rusak
Sistem pergaulan adalah sistem yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat. Sistem pergaulan yang diterapkan Daulah Khilafah adalah sistem berdasar pada syariah, bukan nilai-nilai Barat yang rusak. Saat ini, masyarakat Barat tengah mengalami kehancuran moral karena mengadopsi prinsip liberalisme atau “kebebasan”. Menurut paham liberalisme, setiap orang boleh berpikir, berpendapat, bertingkah laku termasuk berpakaian dan bergaul dengan bebas. Atas dasar prinsip ini, laki-laki dan perempuan di Barat bergaul bebas hingga menjalin hubungan intim di luar ikatan pernikahan. Akibatnya, banyak anak-anak lahir tanpa bapak yang jelas. Tanpa ikatan pernikahan, membuat seorang perempuan di sana harus menanggung semuanya sendiri. Lahirlah fenomena “single mother” yang harus menafkahi anaknya, menyediakan tempat tinggal dan berbagai kebutuhan lainnya sendiri, sehingga anak-anak kehilangan kasih sayang dan asuhan kedua orangtuanya.
Menurut Islam, manusia tidaklah “bebas”. Setiap manusia adalah hamba Allah SWT. Dia terikat pada aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam syariah-Nya, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan di tengah masyarakat. Karena itu, seorang Muslim harus menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya sesuai dengan aturan Islam. Kesediaan laki-laki dan perempuan bergaul dengan benar akan menjamin terbentuknya sebuah masyarakat yang mulia dan terhindar dari segala bentuk penyakit sosial (pergaulan bebas, anak lahir tanpa bapak, single parent, stress sosial, family disorder, dan lainnya), seperti yang saat ini marak terjadi di negeri-negeri Barat. Selain itu, menjadi kewajiban negara untuk memastikan agar seluruh warganya patuh dengan syariah Islam dalam pergaulan. Karena itu, dalam Daulah Khilafah, tidak seorang pun boleh bergaul bebas dengan lawan jenisnya melampuai batas apalagi berzina, bebas berpakaian sekehendak hatinya atau minum alkohol dengan alasan kebebasan. Pendeknya, syariah Islam harus dijadikan sebagai landasan dalam bergaul dan berinteraksi di tengah masyarakat.
***
Hak dan Kewajiban Kaum Laki-Laki dan Perempuan Ditentukan oleh Allah SWT Sesuai Fitrah Masing-masing, Bukan Berdasar Konsep ”Kesetaraan Gender” ala Barat
Allah SWT adalah pencipta manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam pandangan-Nya, tidak ada kelebihan salah satu dibandingkan yang lain. Bagi-Nya, satu-satunya ukuran yang membedakan kedudukan mereka adalah ketaqwaannya. Dalam al-Quran Allah SWT. berfirman:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. al-Hujurat [49]: 13)
Baik laki-laki maupun perempuan dapat meraih kedudukan yang tertinggi dengan jalan taat kepada aturan Allah SWT. Menurut Islam, laki-laki dan perempuan boleh beraktivitas di tengah masyarakat sesuai kedudukan mereka sebagai manusia. Allah SWT telah mengamanahkan tanggung jawab yang sama kepada laki-laki dan perempuan, sesuai dengan fakta bahwa mereka memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan fisik, naluri, dan kemampuan akal. Tapi, Allah SWT juga memberikan kepada keduanya tanggung jawab yang berbeda, sesuai sifat jenis kelamin keduanya yang berbeda.
Dalam hal-hal yang keduanya memiliki kesamaan, Allah SWT memberikan tanggung jawab yang sama. Keduanya memiliki kewajiban menjalankan shalat, puasa, zakat, haji, berbakti kepada kedua orangtua, mendakwahkan Islam, mengoreksi kebijakan penguasa, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal-hal yang keduanya memiliki perbedaan, Allah SWT pun memberikan tanggung jawab yang berbeda kepada keduanya. Jihad misalnya, hanya diwajibkan untuk laki-laki, tidak wajib bagi perempuan. Laki-laki wajib memberikan nafkah bagi anggota keluarganya, sedangkan perempuan tidak. Menyusui dan mengasuh anak adalah tanggung jawab perempuan, bukan laki-laki. Begitu juga mengatur rumah tangga, adalah kewajiban perempuan, meski laki-laki dianjurkan untuk membantunya.
Orang-orang Barat tidak mau mengakui realitas keterbatasan akalnya dan merujuk kepada wahyu Allah SWT. Mereka justru mengadopsi pendekatan simplistik untuk menghadapi persoalan yang rumit ini, yaitu dengan memaksakan pendapat bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara dan memberlakukan prinsip “kesetaraan gender” bagi keduanya. Konsekuensinya, perempuan menjadi mitra laki-laki dalam pekerjaan mencari nafkah. Tapi, fitrah biologis perempuan tak ayal menunjukkan bahwa tanggung jawab mengandung dan menyusui anak masih merupakan tanggung jawab perempuan. Dengan konsep “kesetaraan gender” tersebut, kaum laki-laki justru telah membebani kaum perempuan dengan beban yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab laki-laki.
Daulah Khilafah akan menerapkan syariah Islam yang terkait dengan interaksi antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan dan akan membebaskan kaum perempuan dari kedzaliman sistem sekuler.
***
Peran Kaum Perempuan dalam Masyarakat
Tanggung jawab utama seorang perempuan dalam sebuah masyarakat adalah di dalam rumah tangganya. Sedangkan peran utama perempuan adalah menjadi seorang ibu dan istri. Sesungguhnya, mengatur urusan rumah tangga dan mengasuh anak-anak adalah tanggung jawab yang amat berat dan juga mulia. Bila seorang perempuan ingin mengambil pekerjaan yang diyakini tidak akan mengganggu tanggung jawab utamanya itu dengan bekerja di luar rumah, misalnya, maka syariah pun mengizinkannya. Demikianlah, perempuan boleh mengambil peran dalam sektor pertanian, industri, maupun perdagangan. Karena itu, seorang perempuan boleh menjadi dokter, guru, insinyur, ilmuwan, hakim, pegawai negeri, politisi, anggota Majlis Umat dan sebagainya. Selain itu, perempuan juga boleh memiliki harta pribadi, baik harta bergerak maupun tak bergerak. Tetapi, perempuan tidak boleh bekerja pada bidang-bidang yang mengeksploitasi karakter keperempuanannya, misalnya sebagai model iklan, peragawati, dan lain-lain. Perempuan juga tidak boleh menduduki jabatan-jabatan puncak di pemerintahan (semisal presiden, khalifah atau lainnya), karena Rasulullah saw. telah mengecualikan perempuan dari tanggung jawab ini. Pada saat putri Kisra, Raja Persia, dinobatkan sebagai penguasa, Rasulullah saw. bersabda:
« لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً »
“Tidak akan beruntung suatu kaum apabila mereka menyerahkan pemerintahannya kepada seorang perempuan.” (Hr. al-Bukhari)
***
Tanggung Jawab Nafkah pada Suami
Tanggung jawab menyediakan nafkah bagi seluruh anggota keluarga terletak di pundak suami. Jika karena suatu alasan tertentu, suami tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut, maka tugas memberikan nafkah tersebut berpindah kepada kerabat terdekat yang mampu. Bila sebuah keluarga tidak memiliki seorang pun yang mampu memberikan nafkah, maka negara bertanggung jawab untuk menyediakan nafkah bagi mereka.
***
Khilafah Akan Mengatur Interaksi antara Laki-laki dan Perempuan
Pada dasarnya dalam masyarakat Islam, kehidupan laki-laki terpisah dari kehidupan perempuan. Karenanya, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, serta aktivitas campur-baur (ikhthilath) di antara keduanya tidak dibolehkan. Namun demikian, laki-laki dan perempuan bisa bertemu dalam aktivitas-aktivitas tertentu di mana ada kepentingan yang dibenarkan oleh syariah, misalnya dalam perdagangan, jual-beli, sewa-menyewa, urusan perwakilan (wakalah), urusan kesehatan, pendidikan, dan perkara-perkara mubah lainnya. Untuk keperluan yang sifatnya wajib, seperti pelaksanaan ibadah haji atau pembayaran zakat, dan keperluan yang sifatnya sunnah (mandub), seperti sadekah, membantu orang yang membutuhkan pertolongan, atau menengok orang sakit, laki-laki dan perempuan boleh bertemu. Selain itu, perempuan tidak dilarang keluar rumah untuk memenuhi keperluannya selama bisa menjaga cara berpakaian dan pergaulan sesuai dengan tuntunan syariah.
Laki-laki dan seorang perempuan yang tidak mempunyai hubungan mahram dilarang berduaan (khalwat) di suatu tempat tanpa ada orang ketiga bersama mereka. Begitu juga tidak seorang pun boleh memasuki ruang tertentu yang secara syar’i memerlukan izin. Rasulullah saw. pernah bersabda:
«لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ»
“Tidak diperbolehkan seorang laki-laki dan perempuan berkhalwat, kecuali jika perempuan itu disertai mahramnya.” (Hr. al-Bukhari)
Di samping itu, sebelum keluar rumah, seorang perempuan juga wajib mengenakan khimar (kerudung penutup kepala hingga dada) dan jilbab (jubah) yang akan menutupi tubuhnya dari pundak hingga tumit. Dalam al-Quran Allah SWT. berfirman:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59)
Kaum laki-laki juga wajib menutup auratnya, yakni bagian tubuh dari pusar hingga lutut.
***
Hukum-hukum Islam Akan Menciptakan Masyarakat yang Khas dan Tenteram
Saat ini, masyarakat Indonesia tengah berada dalam bahaya, di mana angka kejahatan seksual mengalami peningkatan dari hari ke hari. Pesta campur-baur, perbuatan tak senonoh, dan perilaku vulgar terus-menerus dipropagandakan untuk menghancurkan generasi muda kita. Maraknya film-film cabul, pentas drama yang vulgar dan pesta-pesta dansa, mendorong para generasi muda yang belum menikah untuk melanggar batasan-batasan yang ditetapkan Allah SWT saat memuaskan dorongan seksnya. Namun demikian, sebagaimana bisa kita lihat pada masyarakat Barat, semua aktivitas ini tidak akan pernah menghasilkan kebahagiaan, kepuasan, dan ketenteraman masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar