KISRUH PSSI yang berlarut-larut ikut menjadi perhatian para akademisi dan pencinta sepak bola Sulsel. Intervensi pemerintah dibenarkan menurut UU Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005.
Dekan Fakultas Keolahragaan UNM, Arifuddin Usman mengungkapkan, pemerintah tak bisa disalahkan jika mengintervensi PSSI sebagai lembaga olahraga. Itu karena ada UU SKN yang melindukungi sikap pemerintah. Pemerintah adalah fasilitator, regulator dan diminta atau tidak otomatis harus/wajib melibatkan diri. Apalagi dalam kasus PSSI yang dituntut menghadirkan prestasi.
"Mari kita melekkan masalah dengan baik. PSSI bukan negara dalam negara. Dia memiliki hukum privat tersendiri, tapi tetap koordinasi ada sama pemerintah" jelas Arifuddin.
Tanggapan juga dilontarkan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Syamsuddin Radjab. Anggota Komisi Disiplin Liga Primer Indonesia (LPI) ini mengungkapkan, perdebatan PSSI bisa diintervensi memang harus dilihat dari berbagai aspek.
Menurut Syamsuddin, PSSI berlindung ke pada status FIFA. Boleh dikatakan statuta ini merupakan hukum internasional untuk sepak bola dunia. Kalau negara mengintervensi terlalu jauh, maka PSSI bisa dikenai sanksi dan itu merugikan sepak bola nasional. Namun, lanjutnya, Pemerintah dalam hal kewenangannya sesuai UU SKN No.3 tahun 2005, tak boleh diabaikan. "Jadi memang harus dipadukan. FIFA memakai hukum privat tapi negeri kita ini juga punya hukum positif," kata Syamsuddin.
Bagaimana solusinya? "Sebaiknya kisruh PSSI diambil jalan tengah. Maksud saya harus diselesaikan secara budaya. Mereka yang "bertarung" di PSSI adalah orang-orang Bugis-Makassar. Kita malu sebagai orang Sulsel karena ada kesan kita tak bisa akur untuk ursan seperti ini," ungkap Syamsuddin.
Dekan Fakultas Keolahragaan UNM, Arifuddin Usman mengungkapkan, pemerintah tak bisa disalahkan jika mengintervensi PSSI sebagai lembaga olahraga. Itu karena ada UU SKN yang melindukungi sikap pemerintah. Pemerintah adalah fasilitator, regulator dan diminta atau tidak otomatis harus/wajib melibatkan diri. Apalagi dalam kasus PSSI yang dituntut menghadirkan prestasi.
"Mari kita melekkan masalah dengan baik. PSSI bukan negara dalam negara. Dia memiliki hukum privat tersendiri, tapi tetap koordinasi ada sama pemerintah" jelas Arifuddin.
Tanggapan juga dilontarkan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Syamsuddin Radjab. Anggota Komisi Disiplin Liga Primer Indonesia (LPI) ini mengungkapkan, perdebatan PSSI bisa diintervensi memang harus dilihat dari berbagai aspek.
Menurut Syamsuddin, PSSI berlindung ke pada status FIFA. Boleh dikatakan statuta ini merupakan hukum internasional untuk sepak bola dunia. Kalau negara mengintervensi terlalu jauh, maka PSSI bisa dikenai sanksi dan itu merugikan sepak bola nasional. Namun, lanjutnya, Pemerintah dalam hal kewenangannya sesuai UU SKN No.3 tahun 2005, tak boleh diabaikan. "Jadi memang harus dipadukan. FIFA memakai hukum privat tapi negeri kita ini juga punya hukum positif," kata Syamsuddin.
Bagaimana solusinya? "Sebaiknya kisruh PSSI diambil jalan tengah. Maksud saya harus diselesaikan secara budaya. Mereka yang "bertarung" di PSSI adalah orang-orang Bugis-Makassar. Kita malu sebagai orang Sulsel karena ada kesan kita tak bisa akur untuk ursan seperti ini," ungkap Syamsuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar