Di suatu kesempatan...ada seorang teman menanyakan"apakah setiap anak yang orang tuanya bercerai akan terluka hatinya?".."Bila ya, bagaimanakah caranya menyembuhkan luka tersebut?"...."Apa yang terjadi dengan anak lo Vie?, Sharing dunk"..
Menurut gw seh simple aja, luka batin seorang anak akibat perceraian disebabkan karena dia selalu sering melihat ketidakakuran/ketidakbahag
iaan/pertengkaran yang terjadi diantara orang tuanya dimana seringkali akibat pertengkaran ini orang tua sering lupa bahwa sebaiknya hal2 ini tidak dilihat oleh anak2 karena akan menimbulkan banyak praduga dan perasaan negative pada anak tersebut seperti merasa tersisihkan dan terasingkan atau bahkan merasa bersalah. Apalagi kalo anaknya tipe anak yang pendiam, seperti anak pertamaku, Dali.
Dali tidak bisa menyampaikan maksud isi hatinya walaupun sering kali gw ajak ngomong dari hati ke hati. Dia sangat bisa menyembunyikan perasaannya. Mungkin karena dia sudah berumur 2.5 taun ketika perceraian terjadi. Setidaknya dia sudah pernah mengalami kehidupan dengan orang tua lengkap dan merasa kehilangan ketika salah satu orang tua pergi dari rumah. Berbeda dengan Zahra yang belom genap setahun ketika perceraian itu terjadi. Kehangatan seorang ayah yang tidak pernah Zahra rasakan, juga tidak akan membuat dia merasa kehilangan. Zahra lebih expressive, dia akan terus terang bilang dan menunjukkan dengan nyata dan jelas apabila dia lagi in the good or bad mood. Juga berani untuk berargumentasi dengan ayahnya. Beda dengan Dali. Dali lebih menghindari sikap dan perbuatan yang dia kira ayahnya tidak akan suka. Dia akan mencoba untuk menjadi anak manis selama ayahnya lagi di dekatnya. Mungkin dia lagi menikmati sebanyak mungkin waktu kebersamaan yang memang terasa sangat singkat dan tidak tau kapan akan dapat dinikmati kembali mengingat tidak ada jadwal regular yang khusus dijadwalkan oleh sang ayah untuk anak2nya di Jakarta. Berulang kali gw mengajak mantan untuk mendiskusikan saran guru BP setiap kali gw mendapatkan panggilan dari sekolah Dali, berulang kali juga mantan mengatakan bahwa itu semua salahku yang menginginkan perceraian.
Untuk menyembuhkan luka batin seorang anak emang tidak gampang, karena untuk menyembuhkan luka itu tidak bisa hanya anak itu yang di ajak konseling atau berbincang2 dengan psikolog, tapi dia juga harus bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri kalo pertengkaran/perselisihan orang tuanya tidak ada lagi atau orang tuanya udah akur2 aja, udah ngerasa fine2 aja. Karena aku yakin, kalo anak itu udah ngeliat ortunya ga bertengkar lagi, udah bahagia satu sama lain secara otomatis luka batinnya akan hilang.
Jadi menurut ak lagi lebih tepat kalo ingin menyembuhkan luka batin seorang anak, maka sembuhkanlah atau perbaikin dulu kualitas hubungan (meskipun udah bercerai) antara ibu dan ayahnya. Jangan sampe, si ibunya udah baik2, ga kesel lagi2, ga ngomongin yang jelek2 lagi, tapi si mantan pasangan atau si ayah disana maseh belom lepas masalahnya..nah si anak yang mungkin kebetulan waktu lagi jatah menginap di tempat si ayah, maseh akan mendapatkan input2 yang kurang baik dari sang ayah..jadi percuma aja...
Pengalaman setiap orang emang berbeda2...karena itu juga terkait dengan gimana keadaan perpisahan itu terjadi yang juga sangat tergantung dengan kondisi sifat dan mental setiap orang yang tentunya juga tidak bisa disamakan satu orang dengan yang lainnya...
Tapi percaya lah, kalo kedua orang tua selalu berniat untuk berbuat apapun untuk memberikan yang terbaik untuk anak2..walopun berpisah tetapi dengan didasarkan oleh niat baik untuk anak tadi, gw percaya orang tua akan mampu bekerja sama untuk menciptakan hubungan yang sehat, sehingga diharapkan anak2 tidak akan terlalu merasakan perbedaan (dalam konteks hub dengan orang tua) pra dan pasca perceraian.
Dan yang ak lihat dari anak2 sekrang ini, walopun masih kecil tapi kecerdasan dan tingkat pemahaman mereka kadang2 sudah melampaui batas dari yang orang tua duga atau pikirkan dimana mereka juga sangat sensitif. Oleh karena itu para orang tua tolong bijaksanalah !
Menurut gw seh simple aja, luka batin seorang anak akibat perceraian disebabkan karena dia selalu sering melihat ketidakakuran/ketidakbahag
iaan/pertengkaran yang terjadi diantara orang tuanya dimana seringkali akibat pertengkaran ini orang tua sering lupa bahwa sebaiknya hal2 ini tidak dilihat oleh anak2 karena akan menimbulkan banyak praduga dan perasaan negative pada anak tersebut seperti merasa tersisihkan dan terasingkan atau bahkan merasa bersalah. Apalagi kalo anaknya tipe anak yang pendiam, seperti anak pertamaku, Dali.
Dali tidak bisa menyampaikan maksud isi hatinya walaupun sering kali gw ajak ngomong dari hati ke hati. Dia sangat bisa menyembunyikan perasaannya. Mungkin karena dia sudah berumur 2.5 taun ketika perceraian terjadi. Setidaknya dia sudah pernah mengalami kehidupan dengan orang tua lengkap dan merasa kehilangan ketika salah satu orang tua pergi dari rumah. Berbeda dengan Zahra yang belom genap setahun ketika perceraian itu terjadi. Kehangatan seorang ayah yang tidak pernah Zahra rasakan, juga tidak akan membuat dia merasa kehilangan. Zahra lebih expressive, dia akan terus terang bilang dan menunjukkan dengan nyata dan jelas apabila dia lagi in the good or bad mood. Juga berani untuk berargumentasi dengan ayahnya. Beda dengan Dali. Dali lebih menghindari sikap dan perbuatan yang dia kira ayahnya tidak akan suka. Dia akan mencoba untuk menjadi anak manis selama ayahnya lagi di dekatnya. Mungkin dia lagi menikmati sebanyak mungkin waktu kebersamaan yang memang terasa sangat singkat dan tidak tau kapan akan dapat dinikmati kembali mengingat tidak ada jadwal regular yang khusus dijadwalkan oleh sang ayah untuk anak2nya di Jakarta. Berulang kali gw mengajak mantan untuk mendiskusikan saran guru BP setiap kali gw mendapatkan panggilan dari sekolah Dali, berulang kali juga mantan mengatakan bahwa itu semua salahku yang menginginkan perceraian.
Untuk menyembuhkan luka batin seorang anak emang tidak gampang, karena untuk menyembuhkan luka itu tidak bisa hanya anak itu yang di ajak konseling atau berbincang2 dengan psikolog, tapi dia juga harus bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri kalo pertengkaran/perselisihan orang tuanya tidak ada lagi atau orang tuanya udah akur2 aja, udah ngerasa fine2 aja. Karena aku yakin, kalo anak itu udah ngeliat ortunya ga bertengkar lagi, udah bahagia satu sama lain secara otomatis luka batinnya akan hilang.
Jadi menurut ak lagi lebih tepat kalo ingin menyembuhkan luka batin seorang anak, maka sembuhkanlah atau perbaikin dulu kualitas hubungan (meskipun udah bercerai) antara ibu dan ayahnya. Jangan sampe, si ibunya udah baik2, ga kesel lagi2, ga ngomongin yang jelek2 lagi, tapi si mantan pasangan atau si ayah disana maseh belom lepas masalahnya..nah si anak yang mungkin kebetulan waktu lagi jatah menginap di tempat si ayah, maseh akan mendapatkan input2 yang kurang baik dari sang ayah..jadi percuma aja...
Pengalaman setiap orang emang berbeda2...karena itu juga terkait dengan gimana keadaan perpisahan itu terjadi yang juga sangat tergantung dengan kondisi sifat dan mental setiap orang yang tentunya juga tidak bisa disamakan satu orang dengan yang lainnya...
Tapi percaya lah, kalo kedua orang tua selalu berniat untuk berbuat apapun untuk memberikan yang terbaik untuk anak2..walopun berpisah tetapi dengan didasarkan oleh niat baik untuk anak tadi, gw percaya orang tua akan mampu bekerja sama untuk menciptakan hubungan yang sehat, sehingga diharapkan anak2 tidak akan terlalu merasakan perbedaan (dalam konteks hub dengan orang tua) pra dan pasca perceraian.
Dan yang ak lihat dari anak2 sekrang ini, walopun masih kecil tapi kecerdasan dan tingkat pemahaman mereka kadang2 sudah melampaui batas dari yang orang tua duga atau pikirkan dimana mereka juga sangat sensitif. Oleh karena itu para orang tua tolong bijaksanalah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar