Islam adalah agama yang syumuliah yang menjadi pedoman bagi umat muslim dari segala aspek kehidupan, termasuk didalamnya masalah pergaulan/muamalah. Di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak bisa mengurung diri untuk tidak bergaul karena tabiat manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup sendiri dan saling membutuhkan. Karena kebutuhan untuk interaksi inilah maka islam juga telah memberikan kaidah kaidah atau petunjuk untuk dijadikan pedoman bagi muslim agar terhindar dari jilatan api neraka. Sering kali ketika kita berinteraksi dengan orang lain tidak lepas dari kesalahan yang membuat orang lain menjadi sakit hati, kerana memang manusia bukannya malaikat yang tidak bisa lepas dari kekhilafan. Kesalahan kepada Allah bisa dimaafkan insyaAllah ketika kita sudah bertaubat dengan sebenar benar taubat (taubatan nashuha), tapi kesalahan secara muamalah tidak akan bisa dihapus selain meminta maaf kepada orang lain yang bersangkutan yang kita sakiti, atau nanti akan dipertanggungjawabkan di sidang akherat kelak yang sempurna adilnya.
Seringkali mulut kita begitu pedas sehingga bisa menyakiti orang lain, seringkali kita memanggil saudara kita sesama muslim dengan sebutan yang mungkin bisa menyakiti orang yang dipanggil misalnya : gareng, gendut, gundul...dsb. Dan misal parahnya yang dipanggil itu tidak memberikan tanda tanda dia tidak suka dipanggil dengan panggilan tersebut, sehingga kita menganggapnya biasa dan terus menjadi sebuah kebiasaan dan jikalau ketemu langsung bicaranya "ndul, piye kabare??" (padahal namanya bukan gundul..^_^).
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita sudah mengetahui isi hatinya??, apakah kita sudah membelah dadanya kemudian melihat bahwa hati temen kita 'ridho/rela' jika dipanggil seperti itu? apa kita tidak membayangkan bagaimana orang tua-nya bersusah payah mencarikan nama yang baik? kemudian kita dengan sangat enteng memanggil-manggil dengan sebutan aneh itu? Apakah kita tahu bagaimana perasaan temen kita itu yang mungkin tidak tampak dari luar?
Dan anehnya... inilah penyakit jaman sekarang, seringkali kita berdalih itu hanya sebagai gurauan atau lucu-lucuan...naudzubillah apakah Rosulullah mencontohkan sikap tersebut? apakah pernah Rosulullah memanggil sesuatu yang jelek kepada pada para sahabat?
Mungkin kita juga pernah melakukan hal hal seperti itu, pun juga dengan penulis. Semoga ini menjadikan kita (termasuk penulis pribadi) sadar bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Rosulullah sebagaimana dikisahkan berikut :
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rosulullah SAW bersabda "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia menghormati tetangganya, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia menghormati tamunya. (HR Bukhari dan Muslim).
Dari hadist ini kita disuruh untuk selalu berkata yang baik dan menghormati saudara, tetangga dan tamu. Kalaupun karakter jelek itu sudah terlanjur melekat pada diri kita, atau istilahnya karakter turunan dan sulit untuk merubah, maka lebih baik diam daripada lidah ini setiap berkata bakal menyakiti perasaan orang lain. Kalau memang ini masalah karakter bawaan pun kita harus introspeksi/muhasabah pada diri sendiri apakah kita sudah mentadaburi AlQuran, karena AlQuran diturunkan untuk mengubah karakter manusia.
Masalah menjaga perasaan ini Rosulullah SAW menjadikan itu sebagai salah satu prasyarat muslim sejati. Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang disebut muslim adalah orang yang mulut dan tangannya membuat orang lain merasa damai. Kata katanya tidak menyakiti dan perilakunya tidak melukai. Dua dua nya menjadi satu kesatuan untuk membentuk karakter muslim sejati. Kata kata bijak sesorang akan menjadi omong kosong jika perilakunya meresahkan. dan perilaku mulia akan sia sia jika kata katanya menyakitkan.
Sebab itulah Allah mengingatkan "Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut nyebut dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian." (QS Al-Baqarah [2] : 264).
Karena itu, muslim sejati adalah orang yang selalu membawa rasa aman dengan apapun yang ada pada dirinya dan bagi siapapun yang ada disekelilingnya. Abu Qasim al-Qusyairi dalam kitabnya al-Risalah al-Qusyairiyah, menulis kisah menarik tentang etika.
Suatu ketika, seorang ulama terkenal bernama Hatim didatangi seseorang perempuan yang hendak berkonsultasi tentang suatu hal. Bebarengan dengan saat bertanya, perempuan itu kelepasan (maaf) kentut. Halim lalu berkata "Maaf, anda bertanya apa? mohon, angkat sedikit suara anda agar saya mendengarnya dengan baik". Perempuan itu berpikir Hatim ini sepertinya memiliki pendengaran yang kurang baik dan pasti tidak mendengar kentut barusan. Maka ia pun menyampaikan maksudnya. Selesai urusan, perempuan itu pun pulang dengan perasaan lega dan barangkali tidak malu pada dirinya sendiri dan kepada Hatim, sebab telah kelepasan kentut pada seorang ulama. Sejak peristiwa itu tersebar kabar bahwa Hatim adalah orang yang pendengaran kurang baik. Dan bukan kabar angin, orang orang pun mengetahui sendiri bahwa Hatim memanglah demikian. Lalu orang orang menjuluki Hatim dengan al-asham atau si Tuli.
Sampai kemudian perempuan itu meninggal dunia. Hatim kemudian menceritakan keadaan dirinya bahwasannya dirinya tidak benar benar tuli. Apa yang ia lakukan hanyalah kepura-puraan dan ia berjanji kepura puraan itu akan dia jaga selama si perempuan itu masih hidup, semata mata untuk menjaga si perempuan agar tidak malu. Hatim ini menjaga harga diri dan perasaan si perempuan tadi. Meski demikian sebutan al_asham terlanjur melekat pada diri Hatim dan dalam karya karya klasik selalu ditulis Hatim al-asham atau Hatim si tuli.
Subhanallah bagaimana seorang Ulama rela dijuluki si tuli hanya karena ingin menjaga perasaan si perempuan tadi. bagaimana dengan kita?? sudahkah kita menjaga perasaan orang lain terlebih sesama muslim??
Berikut kiat-kiat berinteraksi dengan sesama muslim supaya kita terhindar dari sikap2 yang menyakiti perasaan orang lain yang sudah diajarkan oleh suri tauladan kita, Rosulullah SAW
1. Memperlakukan orang lain sebagaimana kita menyukai hal tersebut dipelakukan pada diri kita.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda "Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka ketika maut datang menjemputnya hendaklah dia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, memperlakukan orang lain sebagaimana pula dirinya ingin diperlakukan demikian" (HR Muslim dan Nasa'I).
2. Berkata yang baik atau diam
(sudah dijelaskan di awal)
3. Bermuka manis ketika bertemu
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda "janganlah sekali kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan bermuka manis ketika bertemu dengan saudaramu" (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
4. Menebarkan salam.
5. berteman dengan orang yang shalih
mungkin kita perlu mencermati Hadist berikut untuk meyakinkan diri kita agar selalu menjaga diri dari sikap mengejek, merendahkan, meremehkan, karena merasa kita lebih dari orang lain (lebih berilmu, lebih kaya, lebih terhormat, lebih cakep, lebih cantik... naudzubillah).
Rasulullah SAW, telah menjelaskan tentang bahayanya sifat sombong dan angkuh, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas'ud r.a., dari Nabi s.a.w , beliau bersabda,
"Tidak masuk syurga sesiapa yang ada di dalam hatinya sedikit sifat sombong”, kemudian seseorang berkata: "(Ya Rasulullah) sesungguhnya seseorang itu suka pakaiannya bagus dan kasutnya bagus", Beliau bersabda: "Sesunguhnya Allah itu indah dan Dia menyukai keindahan, (dan yang dimaksud dengan) kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendah-rendahkan orang lain"
(HR. Muslim)
Pun ini juga tidak terkecuali diidap oleh saudara kita aktifis yang ngerti agama, misalnya merasa berilmu kemudian sering kali bicaranya selangit langit atau aktifitasnya yang banyak untuk kepentingan dakwah islam, tapi mulutnya tidak pandai menjaga perasaan orang lain ketika berinteraksi, hemmm sangat ironi bukannn..,
Semoga dengan menghindari sifat2 jelek diatas akan tercipta suasana saling harga menghargai, hormat menghormati, dan saling mencintai sesama muslim.
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra, pelayan Rasulullah SAW, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang diantara kalian tidak (dikatakan) beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhari dan Muslim)
Seringkali mulut kita begitu pedas sehingga bisa menyakiti orang lain, seringkali kita memanggil saudara kita sesama muslim dengan sebutan yang mungkin bisa menyakiti orang yang dipanggil misalnya : gareng, gendut, gundul...dsb. Dan misal parahnya yang dipanggil itu tidak memberikan tanda tanda dia tidak suka dipanggil dengan panggilan tersebut, sehingga kita menganggapnya biasa dan terus menjadi sebuah kebiasaan dan jikalau ketemu langsung bicaranya "ndul, piye kabare??" (padahal namanya bukan gundul..^_^).
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita sudah mengetahui isi hatinya??, apakah kita sudah membelah dadanya kemudian melihat bahwa hati temen kita 'ridho/rela' jika dipanggil seperti itu? apa kita tidak membayangkan bagaimana orang tua-nya bersusah payah mencarikan nama yang baik? kemudian kita dengan sangat enteng memanggil-manggil dengan sebutan aneh itu? Apakah kita tahu bagaimana perasaan temen kita itu yang mungkin tidak tampak dari luar?
Dan anehnya... inilah penyakit jaman sekarang, seringkali kita berdalih itu hanya sebagai gurauan atau lucu-lucuan...naudzubillah apakah Rosulullah mencontohkan sikap tersebut? apakah pernah Rosulullah memanggil sesuatu yang jelek kepada pada para sahabat?
Mungkin kita juga pernah melakukan hal hal seperti itu, pun juga dengan penulis. Semoga ini menjadikan kita (termasuk penulis pribadi) sadar bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Rosulullah sebagaimana dikisahkan berikut :
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rosulullah SAW bersabda "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia menghormati tetangganya, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia menghormati tamunya. (HR Bukhari dan Muslim).
Dari hadist ini kita disuruh untuk selalu berkata yang baik dan menghormati saudara, tetangga dan tamu. Kalaupun karakter jelek itu sudah terlanjur melekat pada diri kita, atau istilahnya karakter turunan dan sulit untuk merubah, maka lebih baik diam daripada lidah ini setiap berkata bakal menyakiti perasaan orang lain. Kalau memang ini masalah karakter bawaan pun kita harus introspeksi/muhasabah pada diri sendiri apakah kita sudah mentadaburi AlQuran, karena AlQuran diturunkan untuk mengubah karakter manusia.
Masalah menjaga perasaan ini Rosulullah SAW menjadikan itu sebagai salah satu prasyarat muslim sejati. Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang disebut muslim adalah orang yang mulut dan tangannya membuat orang lain merasa damai. Kata katanya tidak menyakiti dan perilakunya tidak melukai. Dua dua nya menjadi satu kesatuan untuk membentuk karakter muslim sejati. Kata kata bijak sesorang akan menjadi omong kosong jika perilakunya meresahkan. dan perilaku mulia akan sia sia jika kata katanya menyakitkan.
Sebab itulah Allah mengingatkan "Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut nyebut dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian." (QS Al-Baqarah [2] : 264).
Karena itu, muslim sejati adalah orang yang selalu membawa rasa aman dengan apapun yang ada pada dirinya dan bagi siapapun yang ada disekelilingnya. Abu Qasim al-Qusyairi dalam kitabnya al-Risalah al-Qusyairiyah, menulis kisah menarik tentang etika.
Suatu ketika, seorang ulama terkenal bernama Hatim didatangi seseorang perempuan yang hendak berkonsultasi tentang suatu hal. Bebarengan dengan saat bertanya, perempuan itu kelepasan (maaf) kentut. Halim lalu berkata "Maaf, anda bertanya apa? mohon, angkat sedikit suara anda agar saya mendengarnya dengan baik". Perempuan itu berpikir Hatim ini sepertinya memiliki pendengaran yang kurang baik dan pasti tidak mendengar kentut barusan. Maka ia pun menyampaikan maksudnya. Selesai urusan, perempuan itu pun pulang dengan perasaan lega dan barangkali tidak malu pada dirinya sendiri dan kepada Hatim, sebab telah kelepasan kentut pada seorang ulama. Sejak peristiwa itu tersebar kabar bahwa Hatim adalah orang yang pendengaran kurang baik. Dan bukan kabar angin, orang orang pun mengetahui sendiri bahwa Hatim memanglah demikian. Lalu orang orang menjuluki Hatim dengan al-asham atau si Tuli.
Sampai kemudian perempuan itu meninggal dunia. Hatim kemudian menceritakan keadaan dirinya bahwasannya dirinya tidak benar benar tuli. Apa yang ia lakukan hanyalah kepura-puraan dan ia berjanji kepura puraan itu akan dia jaga selama si perempuan itu masih hidup, semata mata untuk menjaga si perempuan agar tidak malu. Hatim ini menjaga harga diri dan perasaan si perempuan tadi. Meski demikian sebutan al_asham terlanjur melekat pada diri Hatim dan dalam karya karya klasik selalu ditulis Hatim al-asham atau Hatim si tuli.
Subhanallah bagaimana seorang Ulama rela dijuluki si tuli hanya karena ingin menjaga perasaan si perempuan tadi. bagaimana dengan kita?? sudahkah kita menjaga perasaan orang lain terlebih sesama muslim??
Berikut kiat-kiat berinteraksi dengan sesama muslim supaya kita terhindar dari sikap2 yang menyakiti perasaan orang lain yang sudah diajarkan oleh suri tauladan kita, Rosulullah SAW
1. Memperlakukan orang lain sebagaimana kita menyukai hal tersebut dipelakukan pada diri kita.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda "Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka ketika maut datang menjemputnya hendaklah dia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, memperlakukan orang lain sebagaimana pula dirinya ingin diperlakukan demikian" (HR Muslim dan Nasa'I).
2. Berkata yang baik atau diam
(sudah dijelaskan di awal)
3. Bermuka manis ketika bertemu
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda "janganlah sekali kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan bermuka manis ketika bertemu dengan saudaramu" (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
4. Menebarkan salam.
5. berteman dengan orang yang shalih
mungkin kita perlu mencermati Hadist berikut untuk meyakinkan diri kita agar selalu menjaga diri dari sikap mengejek, merendahkan, meremehkan, karena merasa kita lebih dari orang lain (lebih berilmu, lebih kaya, lebih terhormat, lebih cakep, lebih cantik... naudzubillah).
Rasulullah SAW, telah menjelaskan tentang bahayanya sifat sombong dan angkuh, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas'ud r.a., dari Nabi s.a.w , beliau bersabda,
"Tidak masuk syurga sesiapa yang ada di dalam hatinya sedikit sifat sombong”, kemudian seseorang berkata: "(Ya Rasulullah) sesungguhnya seseorang itu suka pakaiannya bagus dan kasutnya bagus", Beliau bersabda: "Sesunguhnya Allah itu indah dan Dia menyukai keindahan, (dan yang dimaksud dengan) kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendah-rendahkan orang lain"
(HR. Muslim)
Pun ini juga tidak terkecuali diidap oleh saudara kita aktifis yang ngerti agama, misalnya merasa berilmu kemudian sering kali bicaranya selangit langit atau aktifitasnya yang banyak untuk kepentingan dakwah islam, tapi mulutnya tidak pandai menjaga perasaan orang lain ketika berinteraksi, hemmm sangat ironi bukannn..,
Semoga dengan menghindari sifat2 jelek diatas akan tercipta suasana saling harga menghargai, hormat menghormati, dan saling mencintai sesama muslim.
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra, pelayan Rasulullah SAW, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang diantara kalian tidak (dikatakan) beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhari dan Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar