Poligami atau menikah lebih dari satu orang perempuan, adalah kata-kata yang banyak disukai oleh kaum pria tapi dibenci oleh kaum wanita (lhoo..!) Hal ini bukan karena berat dalam pelaksanaannya, tapi karena ini melibatkan hati. Hati dimana seorang perempuan yang tidak rela jikalau laki-laki yang begitu dicintainya, berbagi cintanya dengan perempuan lain. Kalau kata pepatah Arab, ''itu pohon kurma kalau dijadikan sandaran, langsung kering akibat panasnya hati''.
Ketidakrelaan perempuan untuk dimadu bukan hanya milik perempuan zaman sekarang. Sejak dari dulu, mungkin, jikalau ada catatan sejarahnya, diadakan polling pendapat soal poligami, tentu hasilnya sangat mengejutkan. Tapi, sesuai dengan budaya masing-masing daerah, masing-masing negara, masing-masing bangsa, poligami seolah menjadi hal yang tidak bisa dihindari.
Mungkin ada yang pernah mendengar cerita bahwa di pedalaman Papua sana, di Afrika, para raja-raja di Indonesia, di Eropa, China dan lain sebagainya, orang-orang yang punya kuasa dan harta, mereka punya istri lebih dari satu. Istrinya disebut Permaisuri dan anak yang dilahirkannya akan menjadi Pangeran atau Putra Mahkota. Lalu perempuan yang lainnya yang menjadi istri sang penguasa disebut selir.
Kembali ke bahasan..
Banyak yang mengira bahwa poligami itu adalah pelaksanaan dari ''sunnah Rasul''. Entah dari mana pendapat itu bermuasal, tapi tampaknya mereka hanya melihat bahwa karena Nabi SAW memang banyak istrinya, maka ''boleh dong'' para laki-laki juga ''mengikuti jejak dalam rangka mengikuti sunnah''.
Bunda bercerita pada saya bahwa menurut para ''ulama, sebab seseorang itu menikah lagi ada tiga :
Pertama, karena ia orang yang berilmu, dalam artian bahwa dengan ilmunya ia akan bisa berlaku adil, ia akan bisa berlaku tidak berat sebelah, bisa menempatkan semua istrinya secara proporsional.
Kedua, karena orang itu punya harta yang cukup untuk membiayai kehidupannya dengan istri-istrinya. Jadi tiap-tiap istri diberikan rumah, kendaraan, uang belanja yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Ketiga, karena gila. Lho, kenapa begitu? Karena kalau dia itu sudah tidak berilmu, juga tidak punya harta, kok berani-beraninya punya istri lebih dari satu? Apa ngga dibilang, ''gila lo ye, satu aja udah ngos-ngosan nyariin duit..!''
Tapi.. ada tapinya nih.. Tukang becak di depan rumah itu, ternyata dia punya istri dua. Entah bagaimana ceritanya, tapi memang pernah si tukang becak bercerita, sambil malu-malu, mengakui bahwa dia saat itu sedang butuh uang karena salah satu istrinya sedang sakit. Salah satunya? Dijawab, iya istrinya ada dua. Hidup dalam satu rumah kontrakan dan rukun sentosa selalu. Saling mendukung bahu membahu membantu suaminya meningkatkan penghasilan dengan berdagang.
Kok bisa ya? Seorang tukang becak yang bisa dikatakan ''kurang berilmu'' apalagi berharta. Apa dia gila ya? Tentu saja tidak. Karena taqdir? Wah, kalau bicaranya ujungnya ke situ, cukup dijawab Maa Syaa Allah.. apapun yang memang menjadi kehendak dari Allah, sang Maha Berkehendak.
Tukang ojek dekat rumah juga ada yang bercerita dengan wajah polos dan merendah, bahwa dia punya istri tiga..! Saya sampai terperangah mendengarnya. Bagaimana bisa dia punya ''kisah sukses'' sampai beristrikan tiga seperti itu? Tidak terbetik dalam hati saya untuk mengikuti jejak si tukang ojek. Saya cukup tahu diri untuk tidak coba-coba akan hal itu. Saya ini kurang berilmu dan tidak berharta. Yang ada cuma ''gila'' kalau-kalau saya berani berpoligami.
Seorang komentator status mengatakan begini, ''Poligami salah satu hal untuk mencegah perzinaan dan maksiat wanita. Sesungguhnya bila wanita itu menyadari dia telah mencegah maksiat bila ikhlas suaminya menikah lagi'' serta ''Yang penting tujuannya apa? Karena nafsu, kasihan, harta, cinta atau karena sunnah rasul. Kalau satu istri sudah mencukupi kenapa harus nikah lagi, harus selalu bersyukur''.
Karena sunnah Rasul, itu kebanyakan yang menjadi alasan seseorang berpoligami. Seolah karena Nabi SAW memang punya istri banyak, lalu menjadi ''keharusan mengikuti sunnah''. Hehehe.. itu sih memang hak pribadi, asal memang seperti kriteria para ''ulama tadi, yaitu berilmu dan berharta.
Adalah memang ketika seorang perempuan dimadu, rasa sakit hati yang mendera karena cinta suaminya dibagi, lalu menimbulkan pikiran dan perasaan yang kadang membuat si perempuan bersikap berlebihan. Ada kasus dimana istri tuanya menganggap bahwa istri mudanya adalah bukan perempuan baik-baik karena merebut suami orang. Bahkan yang ekstrim, sampai dikatain ''pelacur''..! Soal ini, saya tidak bisa berkomentar karena rasa sakit hati itu kadang membuat hilang akal sehat.
Jangankan si suami melakukan poligami, berniat saja sudah bisa-bisa palang pintu pindah ke jidat, kalau kata teman saya. Bahkan perceraian menjadi jalan keluar bagi seorang istri yang tidak rela bila cintanya pada suaminya harus dibagi dengan perempuan lain. Kecemburuan akan adanya ''si dia yang lain'' yang membakar hati, membuat gelap mata. Di beberapa kisah, istri muda ada yang sampai disiksa oleh istri tua. Ada yang sampai diguyur air keras dan ada pula yang berujung kematian.
Seorang suami yang sukses sebagai pengusaha, duitnya banyak. Lalu ia berniat menikah lagi dan direstui oleh istri tuanya. Awalnya berjalan baik sampai akhirnya istri tuanya tidak kuat. Yang menjadi perkara di sini bukan masalah hati karena cemburu, tapi karena ternyata kelakuan istri mudanya yang menurut dia ''malu-maluin''. Tidak bisa bersikap yang sepadan dengan status serta kedudukan suaminya.
Pernah seseorang bercerita kepada saya tentang sakit hati seorang istri saat ia dimadu. Si istri yang merasa selama ini ia telah bersama dengan suaminya bahu membahu memberi dukungan baik moril maupun materil agar usaha suaminya sukses. Lalu ketika suaminya sudah sukses, tau-tau datanglah perempuan lain yang belum-belum sudah dibelikan ini dan itu oleh suaminya dan dijadikan istri muda. Dan suaminya lebih betah tinggal dengan yang muda. Apapun alasannya, memang sudah menjadi kecenderungan bahwa suami ''punya mainan baru'' lalu yang lama ditinggalkan atau ditelantarkan.
Na''udzubillah min tilka..
Nah, nah, nah, nah.. Kalau nih ya, kalau, seandainya umpamanya misal, istri mudanya berusia yang lebih tua dari istri tuanya, gimana? Hehehe.. si Bunda ketawa..
Penutup
Punya istri lebih dari satu, ada kisah sukses, ada kisah sedih. Ada yang bisa mengatur para istrinya, ada juga yang akhirnya banyak mengalah melihat para istrinya saling gontok-gontokan.
Jadi ingat lagunya Elvy Sukaesih, ''mana mungkin suamiku pulang ke rumahmu'', kenapa? Karena tidak disediakan ''gula-gula'' seperti di rumahnya. Segala kemanisan yang didapat agar suaminya bahagia dan betah menetap di rumahnya. Jadi saling bersaing untuk membahagiakan suaminya, bukan saling mencela, menghina bahkan menyakiti fisik.
Menulis tentang poligami tidak akan pernah selesai. Terlalu banyak akhir kisah yang sedih yang saya anggap karena dua poin dari kata ''ulama tadi, karena kurang ilmu dan harta. Susah untuk mengatur dua kepala yang walau sama hitam rambutnya, tapi punya pikiran masing-masing. Lebih gampang pelihara kucing, yang walau suka berebutan makanan sambil menggeram-geram, mereka tidak sampai berkelahi.
Kalau mau bisa sukses, pertama pilihlah istri yang memang sudah kita persiapkan nantinya untuk dipoligami. Pilih istri yang memang dari tempat yang baik. Kalau istri kita jauh dari agama, pengetahuan minim, hobi hura-hura, dijamin ngga bakalan suskes. Punya istri cantik, siap-siap saja nanti dia minta cerai dan berucap, ''mendingan cerai, toh masih bisa laku''. Jadi jangan yang cantik, yang sedang-sedang saja..
Ini bukan tips lho ya. Kalau memang bisa sukses, alhamdulillah. Kalau ternyata belum bisa sukses, jangan tanya ke saya karena sayapun belum mencoba untuk terapkan itu. Kalaupun ada yang mau dengan saya yang kurang berilmu dan tidak berharta ini.. Perlu dipertanyakan nih.. Dari segi apa mau sama saya..?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar