Secara bahasa bermakna menahan.
Sementara menurut syariat, Imam Al-Qurthubi -rahimahullah- berkata, “Dia (puasa) adalah perbuatan menahan diri dari semua pembatal puasa disertai dengan niat (ibadah), sejak dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.” (Tafsir Al-Qurthubi pada ayat 183 dari surah Al-Baqarah)
Imam An-Nawawi berkata -memberikan definisi puasa- dalam Al-Majmu’ (6/247), “Penahanan yang bersifat khusus, dari sesuatu yang tertentu, yang dikerjakan pada waktu tertentu, dan dilakukan oleh orang tertentu.”
Ucapan beliau, “dari sesuatu yang tertentu,” yakni seorang yang berpuasa tidaklah menahan diri dari segala sesuatu akan tetapi terbatas pada apa yang bisa membatalkan puasanya. “Pada waktu tertentu,” yakni hanya pada siang hari dan pada hari-hari yang disyariatkan berpuasa di situ. “Oleh orang tertentu,” yakni hanya bagi mereka yang telah mumayyiz dan sanggup untuk berpuasa.
Pembagian Puasa.
Puasa dalam syariat Islam terbagi menjadi dua:
1. Puasa sunnah.
2. Puasa wajib, dan dia ada tiga jenis:
· Yang wajib karena waktu. Ini adalah puasa ramadhan, dan puasa ini yang akan kita bahas hukum-hukumnya.
· Yang wajib karena adanya sebab, dan dia adalah puasa dalam membayar kaffarat.
· Yang wajib karena seseorang mewajibkannya atas dirinya, yaitu puasa nazar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam Kitab Ash-Shiyam dari Syarah Al-Umdah (1/26), “Puasa itu ada lima jenis: Puasa yang wajib dengan syara’ yaitu puasa bulan ramadhan baik yang ada`an maupun qadha`, puasa wajib dalam kaffarah, yang wajib karena nazar, dan puasa sunnah.” Lihat juga Shahih Fiqhus Sunnah (2/88)
Hukum Puasa Ramadhan.
Puasa ramadhan hukumnya adalah wajib atas setiap muslim yang balig, berakal, sehat dan muqim (bukan musafir). Dia merupakan salah satu dari rukun Islam, yang kewajibannya ditunjukkan oleh Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ umat ini.
Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang bisa menjalankannya (tapi mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 183-185)
Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat ‘laa ilaha illallah’ dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji, dan berpuasa ramadhan.” (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16 dari Ibnu Umar)
Umat Islam telah bersepakat bahwa puasa ramadhan adalah wajib. Barang siapa yang mengingkari kewajibannya maka dia kafir keluar dari Islam, dan barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja tapi tetap meyakini wajibnya maka dia tidak kafir, akan tetapi dia telah bergelimang dengan dosa besar, wal’iyadzu billah.
Faidah:
Al-Mardawi dalam Al-Inshaf (3/269) menukil kesepakatan ulama bahwa puasa ramadhan diwajibkan pada tahun kedua hijriah.
Keutamaan Puasa Ramadhan
Di antara dalil-dalil keutamaannya adalah:
1. Dari Abu Hurairah secara marfu’ dalam hadits Qudsi:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ, فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Semua amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, karena dia itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai.” (HR. Al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151)
2. Juga dari Abu Hurairah, Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala maka akan diampuni seluruh dosanya yang telah berlalu.” (HR. Al-Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 760)
3. Dari Abu Said Al-Khudri secara marfu’:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِهَذاَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali karenanya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Al-Bukhari no. 2840 dan Muslim no. 1153)
4. Dari Abu Hurairah secara marfu’:
“Jika bulan ramadhan telah tiba, pintu-pintu langit -dalam sebagian riwayat: Pintu-pintu surga- dan pintu-pintu jahannam ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Al-Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079)
5. Masih dari Abu Hurairah secara marfu’:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسَةُ, وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ, وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ, مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
“Shalat yang lima waktu, shalat jumat satu ke shalat jumat selanjutnya, dari satu ramadhan ke ramadhan berikutnya, semuanya adalah penghapus dosa-dosa yang ada di antara keduanya, jika dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim no.233)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar