Selasa, 07 Juni 2011

Berbagi Peran Vs Kesetaraan Gender

"Dalam konteks relasi jender,wjud pemenuhan hak ats perempuan msh merpkan prolem kemanusian yg serius. Realits sosial,kebudyaan,ekonomi n politik msih menempatkn perempuan sbgai entitas yg direndahkn. Persepsi kebudayaan msih melekatkn stereotipe yg merendahkn,mendiskriminasi n memarjinalkan mereka."satu"nya potensi perempuan yg dipersepsi kebudayaan adlh tubuhnya. Pandangan ini pd gilirannya mendasasi perpektif kebdayaan tbuh perempuan seakan sah dieksploitasi,scr intelektual,ekönomi n seksual,melalui beragam cr n bentuknya diruang privat maupun publik."Tulisan diatas diambl dari artikel Kesetaraan Jender, Memaknai Keadilan Dalam perpektif Islam. Tampaknya perlu mdapt pencermatan karena artikel trsbut nangkring di Website Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yg bs diakses smua orang. Apalgi penulis mengkaitkan dg islam. Tentang persebsi budaya trhdap wanita spt digambarkan diatas,sejatinya pd tingkat kenyataan,relatif. Mungkin ada persebsi spti itu pd sebagian masyarakat. Tetapi kultur yg memuliakan kaum perempuan,jelas lebih dominan. Persoalannya,ketika hal itu dihubungkan dg islam yg mendasar banyak aturan syari'atnya pada garis keturunan ayah. Kemudian menganggap bahwa sistem tersebut menjadi biang dari eksploitasi perempuan,ini tuduhan serius. Persoalan berikutnya,apa parameter yg dijadikan indikator pemulian terhadap kaum perempuan dan apapula indikator untuk mengukur pelecehan dan pemarjinalan terhadap mereka?Konsisten Islam dalam Menetapi Landasan Sistem. Lazimnya,sebuah sistem dibuat berdasarkan sesuatu yg berlaku umum bagi mayoritas,bukan didasarkan kepada kejadian khusus yg bersifat perkecualian. Sistem sosial,politk n kemasyarakatan dalam islam memang didasarkan kepada garis keturunan ayah,tdak ada penyandaran nasab kepada Ibu. Pembagian waris menganut prinsip bagian laki2 dua kali bagian wanita.Tetapi Islam menerapkan aturan itu secara konsisten dari hulu hngga hilir. Misalnya,dalam hubungan suami istri,laki2 bertanggung jwb untk menafkahi istri n anak2 yg lahir dari perkawinan tersebut. Istri tidak bertanggung jwb untk mencari nafkah bagi suami,anak2nya,bahkan bagi dirinya sendiri.termasuk konsekwensi yg mengikuti pula,bahwa ketika institusi keluarga tidak lagi dapat dipertahankan keutuhannya,laki2 tetap bertanggung jawab atas nafkaf n pendidikan anak2 yg lahir dari pernikahan itu,bahkan jg berkewajiban memberikan uang mut'ah,pemberian sebgai hiburan. Sehingga nafkah manta istri selama masa iddah tetap ditanggung suaminya. Setelah iddah selesai,dia tidak dibebani tanggung jawab atas anak2nya. Dengan demikian tergambar jelas konsistensi Islam,ketika memilih suatu pilihan,berarti mengambil seluruh konsukuensi logis akibat pilihan itu. Bahkan,jika mantan istri menolak menyusui dan merawat anaknya,syari'at Islam tidak menyalagkn wanita tersebut. Wanita itu bahkan boleh menyusui anaknya tadi dengan mengambil upah dari penyusuan itu. Jadi,salah besar jika syari'at Islam dikatakan'menguntungkan'kaum pria. Tuduhan itu tidak memiliki argumentasi.adakah hukum yg lebih indah dari hukumnya Allah?saatnya kita mencoba mengkaji ayat" Alqur'an dan Hadist" Rosulullah,bukan sekedar membaca dg tilawah yg indah bahkn dilombakan secara international?tiada salah bahkan itu bagus,karena Rosulullah sangat senang dan bangga pada salah satu sahabat yg membaguskan bacaan Alqur'annya.tiada salah kita bershalawat pada Rosulullah,bahkan kita dianjurkan banyak bershalawat tentunya shalawat yg disyari'atkan,karena Allah Subhanawa Ta'ala pun bershalawat pada beliau.akan lebih baik lagi jika kita menghidupkan sunnah2 beliau tentunya sunnah2 yg jelas kesahihannya. Jika kita kaji dg benar sungguh kita akan tau bahwa begitu mulianya kedudukan wanita dalam pandangan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar