Senin, 20 Juni 2011

Mengabulkan Permintaan Melalui Shalat Hajat

Islam sungguh sangatlah berbeda dengan ajaran lainnya, terutama ajaran-ajaran sistem materialistik. Sistem materialistik yang kini mulai berkembang di kalangan masyarakat, sekalipun mereka sendiri tidak menyadarinya, selalu menitikberatkan suatu permasalahan dengan hal-hal logika dan materi semata, sehingga mereka lupa bahwa karunia, rezeki, dan nasib manusia berasal dari Yang Maha Pemberi, yaitu Allah SWT.
Kita juga harus selalu sadar bahwa manusia adalah makhluk lemah. Oleh karena itu, sekalipun dengan kekuatan dan kemampuan yang telah dimilikinya, manusia kerap kali tidak berdaya dan bahkan tidak akan mampu melawan ketentuan Allah yang berupa qadha dan qadar. Allah SWT berfirman,
"Dan telah diciptakan manusia dalam keadaan lemah.” (QS An-Nisa`: 28)
Selain itu, di luar diri manusia ada banyak sekali kekuatan yang amat besar yang seringkali mendatangkan bahaya bagi dirinya dan ia tidak mempunyai kekuatan atau kemampuan untuk mengatasinya, seperti berupa penyakit, bencana, kerugian dalam usaha, dan kegagalan-kegagalan perencanaan. Karena itu, manusia membutuhkan pertolongan dari yang memiliki kemampuan (Qadiir) untuk mengatasinya. Tidak ada lagi yang memiliki kesempurnaan kemampuan mutlak itu, selain Allah SWT, untuk mengatasi seluruh permasalahan yang dihadapi manusia. Allah SWT berfirman,
"Dan jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya.”  (QS Al-An'aam: 17)
Selain itu, setiap persoalan harus diselesaikan dengan ilmu, bahkan banyak persoalan yang dihadapi yang harus diselesaikan dengan ilmu yang amat banyak. Sedangkan, manusia hanya diberikan ilmu yang sedikit. Allah SWT berfirman,
"Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit."  (QS. Al-Israa': 85)
Dengan demikian, manusia memerlukan pertolongan dari Yang Maha memiliki ilmu yang amat banyak, yaitu Allah SWT. Sebab, hanya Dia-lah yang mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
"Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."  (QS Al-Hujuraat: 16)
Juga, manusia menginginkan masa depannya lebih cerah, sukses, selamat, dan bahagia. Ada yang berharap dirinya menjadi kaya, menjadi pemimpin, pejabat, sejahtera, dan lain sebagainya. Sebaliknya, manusia tidak menginginkan masa depannya buruk, sengsara, dan penuh bahaya. Namun, keberuntungan, nasib baik, dan malapetaka yang akan menimpa, semuanya itu adalah harus terlebih dahulu atas seizin Allah.
"Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (QS At-Taghaabun: 11)
Oleh karena itu, untuk meraih masa depan yang lebih baik, lebih selamat, dan bahagia tersebut, manusia memerlukan pertolongan Yang Memberi izin untuk hal tersebut, yaitu Allah SWT Yang Maha Menentukan segala hal.
Dari semua keadaan di atas, baik dari pengaduan, harapan, maupun cita-cita, Allah SWT telah memerintahkan kita agar memohon pertolongan kepada-Nya melalui shalat. Hal ini tergambar dalam firman-Nya,
"Minta tolonglah kalian dengan kesabaran dan (mengerjakan) shalat; sesungguhnya shalat itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS Al-Baqarah: 45)
      Sungguh amatlah ‘sombong’ seorang muslim jika ia mengira tidak akan pernah membutuhkan pertolongan Allah, padahal manusia hanyalah makhluk yang lemah; tidak bisa berbuat apa-apa tanpa izin-Nya. Sudah selayaknya seorang muslim menggantungkan segala urusannya kepada Allah. Allah tidak akan bosan dimintai pertolongan oleh manusia. Bahkan meminta tolong kepada Allah hukumnya wajib, seperti yang tercantum pada ayat tadi. Walaupun khitab (objek) pada ayat itu ditujukan kepada Bani Israil, namun bukan berarti dikhususkan bagi mereka saja.
      Ayat keempat puluh lima dari surat Al-Baqarah di atas mengisyaratkan bahwa Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk meminta tolong tentang apa saja yang mereka inginkan baik dari segala kebaikan duniawi ataupun kebaikan ukhrawi, dengan media shalat disertai dengan kesabaran. Maksud sabar pada ayat ini adalah menahan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat, sehingga lanjutan ayat ini dikaitkan dengan melaksanakan ibadah, karena kebalikan dari maksiat adalah taat atau beribadah kepada Allah SWT, dan amalan ibadah yang paling utama adalah shalat.
Dan, secara spesifik, shalat hajat merupakan sarana untuk memohon kepada Allah SWT ketika menghadapi berbagai keluhan, pengaduan, dan permintaan.  Kenapa demikian? Rasulullah Saw telah bersabda,
"Barangsiapa yang memunyai kebutuhan (hajat) kepada Allah atau kepada salah seorang manusia dari anak cucu Adam, maka berwudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian shalat dua rakaat (shalat hajat). Lalu memuji kepada Allah, mengucapkan shalawat kepada Nabi Saw....” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Demikianlah, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku "Keajaiban Shalat Hajat” yang ditulis oleh Ibnu Thahir. Buku ini memberikan jalan keluar bagai setiap permasalahan dan kebutuhan insan muslimin dan muslimat melalui sebuah pengaduan efektif dengan shalat hajat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar