Senin, 20 Juni 2011

Bidadari Kecil...

Ada seorang gadis kecil, sendirian menatap putih tulangnya warna dinding gedek *dinding yg terbuat dari bambu dan d cat menggunakan cat dari bahan kapur*. Hatinya menerawang jauh dan penuh tanya, ''kenapa aku sendirian... kenapa aku di tinggalkan?.. kenapa aku di titipkan?...'' dalam kebingungan yang tak pernah terjawab. gadis kecil ini di titipkan dan tinggal bersama sang nenek sejak sejak dia berusia empat tahunan.
''nduuk.. ageh melu mbok.. ning pasar'', segera gadis kecil itu turun dari dipan kayu guna memenuhi ajakan neneknya. Sepasang nenek dan cucu ini berjalan menelusuri jalan setapak, indahnya pemandangan kampung.. diantara lebatnya tebu dan parit yang penuh inspirasi, sepanjang mata memandang hanya tebu dan gunung sebagai penyejuk mata. namun itu semua tak bisa membuat hati gadis itu sesejuk pemandangan alam tersebut..
''monggo yu.. '' si nenek yang ia panggil mbok ini menyapa orang yang berpapasan... entah sudah sapaan yang keberapa nenek ini, dia menyapa setiap orang yang lewat... gadis itu hanya diam dalam gandengan jari kelingking si nenek yang tampak masih tegap itu.
Tiba-tiba gadis itu terduduk.. ''ageh* cepat* ... ayo selak awan tho nduuk... kowe iki pancen lempo* julukan untuk anak yang telat jalan* ''. entah sudah keberapa kalinya pula gadis itu di bilang seperti itu.. dan kata-kata itu sudah tak asing lagi di telinganya, itu sangat menyakitkannya. Hanya selalu tanya dan tanya yang tak terjawab yang memenuhi otak gadis itu.

Hari-harinya dilalui dalam kehampaan.. tanpa kasih sayang yang sesungguhnya .. setiap hari telinganya selalu mendengar kata-kata yang menyakitkannya. namun dia hanya bisa diam dan diam tanpa tahu jawabnya..
''nduk.. iki ono permen, mau mbah* soko kendurian oleh jajan... ojo di duduhke sopo-sopo yo.. menko ndak podo kelah..'' hanya kakek ini saja yang selalu menyayanginya setulus hati. Dalam tangisnya selalu ada kakek yang setia menghibur dan membuatnya tegar menghadapi tantangan hidupnya yang sepi dan tampak menakutkan itu.

Alam di desa Bandjarjo, Malang. ini amat sangatlah bersahabat, tidak panas tidak pula dingin, sebuah tempat yang indah dan cocok untuk pertumbuhan anak kecil sepertinya.
pemandangan menakjubkan bagaikan sebuah lukisan tampak nyata didepan rumah neneknya, sangat indah dan inspiratif.. dengan latar belakang pegunungan, di kaki gunung tampak hamparan sawah dan kebun tebu. dan jalan lori *kereta khusus untuk angkut tebu* peninggalan belanda tampak pula berderet di depan jalan rumah nenek dan kakeknya.
Ada yang unik di desa ini, penduduknya suka memburu laron, setiap habis hujan, malamnya penduduk menyiapkan lampu minyak tanah diletakkan diatas tampah dan tampah itu diperciki air supaya laron terjebak , lengket di tampah dan lampu itu gunanya untuk menarik perhatian laron.
esoknya, laron memenuhi tampah jebakan dan suasana kampung semakin gaduh dengan adanya laron yang berterbangan kian kemari. laron-laron ini memang mengakiri nasibnya disini.. hidupnya singkat sekali, hihi kasihan sekali mereka. yang terjebak di tampah jebakan ya nantinya mereka akan berakhir di usus pembuangan kotoran manusia, namun ada pula yg nasibnya sedikit beruntung.. setidaknya mereka mati dengan cara terhormat, yaitu laron yang terjatuh begitu saja tanpa campur tangan manusia karena memang mereka sudah saatnya mati.
Penduduk akan mengejar para laron tersebut dengan menggunakan jaring yang memang di buat untuk menjaring laron, bahkan ada pula yang mencari laron itu dari bolnya *sarang laron* secara langsung .

Penduduk desa Bandjarjo sudah terbiasa dengan musim laron ini, nantinya laron itu di bikin pepes, di goreng begitu saja atau di jadikan campuran sayur bayem. semua olahan laron ini gadis ini suka, dan merupakan makanan favoritnya.
semua hal-hal indah di desa ini sangat ia nikmati, hanya itu yang bisa menghiburnya setelah kakeknya.
ketika sudah berada diluar rumah menikmati pemandangan alam serta udara yang sejuk, hatinya begitu tenang, damai, badannya terasa ringan, otaknya di penuhi imajinasi-imajinasi akan indahnya kehidupan yang ia dambakan.

'' Ibu... ayah... dimanakah kalian...'' selalu tanya itu yang menghiasi hari-harinya, terutama ketika sore menjelang, di saat dia harus mandi, dimandikan nenek yang hanya ingin dia bersih dan wangi namun tidak berfikir bahwa cara mmemandikan anak kecil itu harus penuh kelembutan dan menyenangkan, apalagi di sore hari saat dingin mulai menusuk. saat-saat seperti ini sangat tidak ia senangi.
bila sudah malam semakin ia merasa sendirian, rindu akan ibu dan ayah yg tak kunjung menjemput.

Suatu hari, dia bermain bersama sanak saudara serta anak kampung yang sebaya. indah sekali rasanya...
ia duduk di teras rumah neneknya, sendirian memperhatikan mereka bermain membentuk sebuah benteng lingkaran. Asyik sekali gadis itu menikmati permainan teman dan saudaranya itu.
tiba-tiba seorang remaja tanggung berkulit hitam mendekatinya, ''kene nduk karo aku.. nyoh *ini* gelem ora..'', dan gadis lugu yang berusia kurang dari lima tahun ini mengikuti saja apa yang di perintahkan remaja ini.....
ya Tuhan, apa yang sedang kau alami wahai gadis kecil.. kau tidak tahu apa-apa...begitu polos... dunia diluarmu sangatlah kejam, seharusnya kau ada yang melindungi... ooohhh kasihan sekali kau.
kau telah mengalami hal yang tidak menyenangkan... pelecehan, ya kau mengalami pelecehan sexual dari laki laki itu...

* * * * * * * * * * *

Kini dia tumbuh menjadi gadis yang cantik, berpostur tinggi, memilki warna kulit kuning langsat warisan nenek buyutnya serta gabungan dari ayahnya, pembawaannya tenang.. seperti peri hati yang manis..
namun di balik itu, dia banyak menyimpan cerita masa lalu yang menyakitkan dan banyak tanya di hatinya yang belum terjawab, sangat rapuh, dan tak berdaya..
Namun Tuhan sepertinya selalu melindunginya, disaat remaja lain mengalami masa-masa remaja yang penuh dengan warna romansa cinta remaja, dia dihindarkan dari itu.. sehingga hatinya bersih sebersih sutera dan semanis marsmellow.
kini dia sudah berada dalam asuhan kedua orang tuanya seperti yang ia dambakan selama ini, namun pengalaman tidak menyenangkan yang dialami di desa waktu kecil amat sangat mempengaruhi kondisi emosi dan psikologisnya. Dia susah untuk beradaptasi dengan dunia baru, susah untuk bersosialisa dengan lingkungan baru, tidak mengenali saudaranya, bahkan terhadap ayahnya saja dia kikuk, kaku, takut, asing...
terhadap kakak tidak berani memangil mas, selalu menyendiri...dan terasing. Begitu sensitif gadis ini terhadap apa yang dia alami kini.
banyak potensi diri dalam dirinya tak tergali karena pengalaman menakutkan itu.

Sebenarnya gadis ini periang, namun dia selalu menyebutkan dirinya sebagai the girl lara, karena dia merasa gadis paling malang dan lara didunia.
pengalaman masa kecilnya membentuknya menjadi pribadi yang berbeda pula, keunikannya sangat tampak di banding gadis lain, namun didalam kesendiriannya membuatnya menjadi manusia yang peka dan sensitif terhadap kehidupan sekitar.
membunuh nyamuk pun dia tak berani, sangat menghormati lingkungan, dia akan menangis bila melihat penggundulan hutan yang dilakukan oleh manusia-manusia serakah di bumi ini.
bahkan dia akan membiarkan saja bila ada nyamuk yang mengigit tubuhnya...
karena susahnya dia beradaptasi dengan lingkungan sekitar, pengalamannya dalam bergaul dengan teman sebayanya juga kurang menyenangkan, yang dia rasakan dunia begitu tidak memihaknya. Maka dia lebih suka mengisi kesendiriannya dengan menulis diary atau membaca buku daripada bercanda gurau bersama mereka, dunia serasa begitu kejam padanya.....

Tidak ada yang pernah tahu apa yang dialaminya... hanya dia dan Tuhan yang tahu..

* * * ** * * * * * * * * * * * * * *

Peri kecil yang malang itu telah dewasa, banyak hidupnya yang kosong, tidak terisi dengan sempurna. Itulah mengapa hingga sedewasa ini dia masih saja merasa dirinya peri kecil, gadis kecil yang hilang dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar