Dalam mengarungi kehidupan maya ini, kita sebagai makhluk yang paling sempurna dari yang lainnya, memerlukan suatu masa untuk menyegarkan sekaligus merenungkan untuk memulai dan menata kembali alur dan arah kehidupan kita yang sebenarnya. Hanya saja, keidealismean masing-masing manusia dapat menyatukan dan pada saat yang sama dapat pula menceraiberaikan jalur menuju arah yang sebenarnya sama. Karena, cara dan mekanisme manusia dalam mencari jati dirinya cenderung diluar rel kebenaran, baik disebabkan karena hadirnya masa penyegaran yang terlalu lama, atau karena terlupa atas khitah perjalanannya, Tak pelak, segala macam perkumpulan dan persatuan yang ditata rapi merupakan bukti nyata betapa keidealismean manusia itu terarah pada satu jalur yang sama.
Maka, dalam waktu yang relative singkat dan masih dalam hitungan jari, masa penyegaran dan perenungan sekaligus penyucian jati diri akan segera kita hadapi, akan kita lakoni dan bahkan akan segera kita nikmati, yaitu masa di mana pintu surga dibuka dan masa ditutupnya pintu neraka, serta masa yang tidak diberikan kepada setiap insan, tak lain ia adalah Ramadan.
Ramadan adalah momen berharga bagi setiap insan, bukan hanya untuk membersihkan harta lewat zakat fitrah (Q.S. Alan'am: 141), namun juga penggemblengan jiwa melalui puasa sebulan penuh untuk selanjutnya dijadikan sebagai penataan karakter jati diri manusia. Sebab betapa sifat-sifat tidak terpuji seperti emosi, mengumbar kejelekan orang, mencaci maki bawahan dan sifat kurang hormat pada orang lain terbina secara otomatis oleh keadaan perut lapar, lemah badan dan mulut kering dari makanan serta lingkungan yang bermerk RAMADAN.
Aroma Ramadan senantiasa akan kita hirup di waktu siang dan malam yang menandakan kerahmatan dan keberkahan tidak hanya bagi orang beriman, namun juga bagi mereka yang berada di lingkungan di mana syariat islam dijalankan. Di waktu siang tanpa kita pungkiri, ketika emosi dan amarah sedang membelenggu, lingkungan akan bilang, "Pak … Ramadan… Ramadan, tidak boleh marah". Sementara di waktu malam, komitmen untuk menepati waktu terus teraplikasikan, karena tanpa menepatinya, shubuh tiba, perut kosong tanpa dukungan (makanan).
Itulah lika liku kehidupan dalam rangka mendidik jiwa, raga dan harta.
Dalam masa pendidikan itu, raga dan harta tidak bisa menjadi andalan, karena sebesar apapun tubuh manusia, tidaklah mudah mempertahankan perut yang hidup tanpa dukungan, bahkan sekaya apapun, harta tidaklah mudah untuk membangunkanmu di malam yang bisu itu. Maka kehadiran jiwa atau jati diri menduduki pada posisi utama guna menjadikan hati, raga dan harga berada pada rotasi kesinambungan.
Nah, dalam menciptakan masa pendidikan berkesinambungan, hal utama yang perlu dicari adalah jati diri. Jati diri adalah kunci utama, sedang yang lainnya bias mengikutinya, tetapi, apakah jati diri itu dan bagaimana cara menemu-kenali jati diri? Itulah yang hendak disampaikan oleh Vatsyayana, penyusun buku Kamasutra. Melalui refleksi yang dilakukan atas momen-momen dalam kehidupannya yang diperkuat oleh berbagai pemahaman tentang pentingnya karakter dan jati diri dari berbagai bacaan, ia tiba pada suatu kesimpulan bahwa proses pembentukan dan pengembangan karakter pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan bagi setiap pribadi manusia yang menyadari eksistensi kehidupannya.
Menurutnya, ada empat upaya untuk menemukan jati diri, pertama, adalah kama (keinginan), keinginan kuat, tunggal untuk menemukan jati diri. Sebagai manusia, kadang segala keinginan kita terdorong oleh hawa nafsu, nafsu untuk menguasai manusia lain, nafsu untuk mengumpulkan dan memiliki berbagai kekayaan dan nafsu untuk mencari serta memperistri wanita idaman. Nah solusi yang ditawarkannya adalah kita harus mengklarifikasi segala keinginan kita, menulisnya dalam satu buku keinginan, dan selanjutnya menyandingkannya pada ajaran agama, untuk dideteksi kehalalan dan keharamannya.
Kedua, artha (makna atau arti), temukan makna dan arti hidup dengan cara pertama, yaitu mengklarifikasi segala keinginan dalam satu buku keinginan, selanjutnya mencari makna dan arti sebuah kehidupan. Jika harta adalah hasilnya, maka carilah harta dengan hasil klarifikasi point pertama, yaitu harta yang didapat sesuai dengan ajaran agama. Dan jika wanita juga menjadi arti kehidupan bagi anda, maka carilah wanita dengan hasil spesifikasi point pertama, yaitu wanita yang direstui oleh agama. Sebab sesugguhnya, harta yang didapat dengan cara biadab, tidaklah ada rasa kepuasan untuk menikmatinya, dan sesungguhnya wanita yang memberi makna pada hidup kita ialah wanita yang yang direstui oleh agama.
Ketiga adalah dharma (kebajikan). Dalam bahasa sufi di sebut syariat, pedoman perilaku. Pedoman perilaku inilah yang selanjutnya membersihkan jiwa manusia dari kekotoran budi pekerti, itulah dharma, jangan berbuat baik hanya karena kita dijanjikan sebuah kapling disurga, itu bukan kebajikan, tapi perdangangan belaka, jual beli berbuat baik tiak pelu di paksa.
Keempat adalah moksha, kebebasan mutlak, kebebasan mutlak berarti "kebebasan dari" sekaligus "kebebasan untuk". Kita bebas dari segala ancaman atau gangguan, sebagaimana kita bebas untuk berekspresi dan berkreasi. Artinya, manusia sebagai kholifah tuhan di muka bumi ini, diberi kepercayaan untuk sebaik mungkin menata dan melindungi bumi ini dari segala kerusakan untuk dijadikan bumi yang bersahabat, bukan bumi yang keramat.
Kama, artha, dharma dan moksha harus bertemu dan titik temu keempat upaya itulah tujuah hidup, itulah jati diri kita, titik temu itu adalah antara pasangan yang berseberangan, jangan mempertemukan kama dengan artha, karena kedua titik itu masih segaris, pertemuan antara kama dan artha itulah yang selama ini terjadi, kita hanya berkeinginan untuk mengumpulkan uang, mencari keuntungan dan menambah kepemilikaan.
Kama harus bertemu dengan moksha, itulah titik di seberangnya, berkeinginan utk meraih kebebasan mutlak. Kemudian, artha harus bertemu dengan dharma, carilah harta sehingga anda dapat berbuat baik dan pat berbagi dengan mereka yang kekurangan.
Sekali lagi, pemantapan dan pencarian jati diri di bulan suci ini adalah modal pembentukan dan pengembangan karakter yang pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan bagi setiap pribadi manusia yang menyadari eksistensi kehidupannya.
Maka, kinilah saatnya, satu-satunya kesempatan bagi kita untuk dapat menjadikan bulan Ramadan ini penuh dengan pencarian jati diri, Selamat berramadan ria.
Maka, dalam waktu yang relative singkat dan masih dalam hitungan jari, masa penyegaran dan perenungan sekaligus penyucian jati diri akan segera kita hadapi, akan kita lakoni dan bahkan akan segera kita nikmati, yaitu masa di mana pintu surga dibuka dan masa ditutupnya pintu neraka, serta masa yang tidak diberikan kepada setiap insan, tak lain ia adalah Ramadan.
Ramadan adalah momen berharga bagi setiap insan, bukan hanya untuk membersihkan harta lewat zakat fitrah (Q.S. Alan'am: 141), namun juga penggemblengan jiwa melalui puasa sebulan penuh untuk selanjutnya dijadikan sebagai penataan karakter jati diri manusia. Sebab betapa sifat-sifat tidak terpuji seperti emosi, mengumbar kejelekan orang, mencaci maki bawahan dan sifat kurang hormat pada orang lain terbina secara otomatis oleh keadaan perut lapar, lemah badan dan mulut kering dari makanan serta lingkungan yang bermerk RAMADAN.
Aroma Ramadan senantiasa akan kita hirup di waktu siang dan malam yang menandakan kerahmatan dan keberkahan tidak hanya bagi orang beriman, namun juga bagi mereka yang berada di lingkungan di mana syariat islam dijalankan. Di waktu siang tanpa kita pungkiri, ketika emosi dan amarah sedang membelenggu, lingkungan akan bilang, "Pak … Ramadan… Ramadan, tidak boleh marah". Sementara di waktu malam, komitmen untuk menepati waktu terus teraplikasikan, karena tanpa menepatinya, shubuh tiba, perut kosong tanpa dukungan (makanan).
Itulah lika liku kehidupan dalam rangka mendidik jiwa, raga dan harta.
Dalam masa pendidikan itu, raga dan harta tidak bisa menjadi andalan, karena sebesar apapun tubuh manusia, tidaklah mudah mempertahankan perut yang hidup tanpa dukungan, bahkan sekaya apapun, harta tidaklah mudah untuk membangunkanmu di malam yang bisu itu. Maka kehadiran jiwa atau jati diri menduduki pada posisi utama guna menjadikan hati, raga dan harga berada pada rotasi kesinambungan.
Nah, dalam menciptakan masa pendidikan berkesinambungan, hal utama yang perlu dicari adalah jati diri. Jati diri adalah kunci utama, sedang yang lainnya bias mengikutinya, tetapi, apakah jati diri itu dan bagaimana cara menemu-kenali jati diri? Itulah yang hendak disampaikan oleh Vatsyayana, penyusun buku Kamasutra. Melalui refleksi yang dilakukan atas momen-momen dalam kehidupannya yang diperkuat oleh berbagai pemahaman tentang pentingnya karakter dan jati diri dari berbagai bacaan, ia tiba pada suatu kesimpulan bahwa proses pembentukan dan pengembangan karakter pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan bagi setiap pribadi manusia yang menyadari eksistensi kehidupannya.
Menurutnya, ada empat upaya untuk menemukan jati diri, pertama, adalah kama (keinginan), keinginan kuat, tunggal untuk menemukan jati diri. Sebagai manusia, kadang segala keinginan kita terdorong oleh hawa nafsu, nafsu untuk menguasai manusia lain, nafsu untuk mengumpulkan dan memiliki berbagai kekayaan dan nafsu untuk mencari serta memperistri wanita idaman. Nah solusi yang ditawarkannya adalah kita harus mengklarifikasi segala keinginan kita, menulisnya dalam satu buku keinginan, dan selanjutnya menyandingkannya pada ajaran agama, untuk dideteksi kehalalan dan keharamannya.
Kedua, artha (makna atau arti), temukan makna dan arti hidup dengan cara pertama, yaitu mengklarifikasi segala keinginan dalam satu buku keinginan, selanjutnya mencari makna dan arti sebuah kehidupan. Jika harta adalah hasilnya, maka carilah harta dengan hasil klarifikasi point pertama, yaitu harta yang didapat sesuai dengan ajaran agama. Dan jika wanita juga menjadi arti kehidupan bagi anda, maka carilah wanita dengan hasil spesifikasi point pertama, yaitu wanita yang direstui oleh agama. Sebab sesugguhnya, harta yang didapat dengan cara biadab, tidaklah ada rasa kepuasan untuk menikmatinya, dan sesungguhnya wanita yang memberi makna pada hidup kita ialah wanita yang yang direstui oleh agama.
Ketiga adalah dharma (kebajikan). Dalam bahasa sufi di sebut syariat, pedoman perilaku. Pedoman perilaku inilah yang selanjutnya membersihkan jiwa manusia dari kekotoran budi pekerti, itulah dharma, jangan berbuat baik hanya karena kita dijanjikan sebuah kapling disurga, itu bukan kebajikan, tapi perdangangan belaka, jual beli berbuat baik tiak pelu di paksa.
Keempat adalah moksha, kebebasan mutlak, kebebasan mutlak berarti "kebebasan dari" sekaligus "kebebasan untuk". Kita bebas dari segala ancaman atau gangguan, sebagaimana kita bebas untuk berekspresi dan berkreasi. Artinya, manusia sebagai kholifah tuhan di muka bumi ini, diberi kepercayaan untuk sebaik mungkin menata dan melindungi bumi ini dari segala kerusakan untuk dijadikan bumi yang bersahabat, bukan bumi yang keramat.
Kama, artha, dharma dan moksha harus bertemu dan titik temu keempat upaya itulah tujuah hidup, itulah jati diri kita, titik temu itu adalah antara pasangan yang berseberangan, jangan mempertemukan kama dengan artha, karena kedua titik itu masih segaris, pertemuan antara kama dan artha itulah yang selama ini terjadi, kita hanya berkeinginan untuk mengumpulkan uang, mencari keuntungan dan menambah kepemilikaan.
Kama harus bertemu dengan moksha, itulah titik di seberangnya, berkeinginan utk meraih kebebasan mutlak. Kemudian, artha harus bertemu dengan dharma, carilah harta sehingga anda dapat berbuat baik dan pat berbagi dengan mereka yang kekurangan.
Sekali lagi, pemantapan dan pencarian jati diri di bulan suci ini adalah modal pembentukan dan pengembangan karakter yang pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan bagi setiap pribadi manusia yang menyadari eksistensi kehidupannya.
Maka, kinilah saatnya, satu-satunya kesempatan bagi kita untuk dapat menjadikan bulan Ramadan ini penuh dengan pencarian jati diri, Selamat berramadan ria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar