Ketenangan jiwa
Kebahagian tidak dapat diukur dengan harta, pangkat, jabatan dan segala kemewahan duniawi, termasuk wanita. Tetapi sesungguhnya kebahagiaan itu terletak pada ketenangan hati seseorang. Banyak orang kaya dengan harta berlimpah ruah, tetapi kekayaannya tidak membuat hatinya menjadi tenang, bahkan sebaliknya, kekayaan yang ia kumpulkan justru menyibukkan dirinya untuk mengejar kekurangan, karena berapapun harta benda yang ia miliki masih saja dianggapanya kurang. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Takaatsur ayat 1-2 yang artinya “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”. Demikian kebiasaan manusia di dalam mengejar kekayaan, mempunyai satu buah mobil, ingin menjadi dua, mempunyai dua ingin bertambah tiga, dan seterusnya. Karena itu marilah kita berusaha dan
berdc’a, agar hati kita selalu diberi ketenangan. Sebab hanyalah di dalam hati yang tenang letak kebahagiaan yang hakiki. Kaya yang sebenarnya adalah ketenangan jiwa. Kita menyadari sepenuhnya bahwa kehidupan dunia ini adalah sementara dan sebentar.
Sahabat Rasulullah SAW Umar Bin Khatab mengibaratkan bahwa kehidupan di atas dunia laksana seorang musafir yang singgah diwarung untuk minum. Kita dapat memperhitungkannya, berapakah lamanya seorang musafir membeli sebotol minuman disalah satu warung, waktu yang dibutuhkan tidak begitu lama kurang lebih 5-10 menit lamanya. Sebab perbandingan antara waktu di dunia dengan akhirat sangat jauh berbeda, yakni satu berbanding seribu. Jadi andaikan ada manusia yang hidup di atas dunia seribu tahun dibanding dengan akhirat berarti baru satu hari lamanya. Kehidupan di dunia ini merupakan tempat beramal sebanyak-banyaknya dan akhirat merupakan tempat kita menerima pembalasan dari Allah SWT. Di dunia kita bebas dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan perbuatan, bebas menurut k’einginan kita masing-masing. Segala amal berbuatan baik dan buruk akan dipertanggung jawabkan nantinya.
Ketenangan jiwa adalah suatu anugrah Allah yang sangat berharga. Banyak orang yang merindukannya, tetapi sedikit sekali yang dapat memperolehnya. Hal ini disebabkan karena banyak ummat manusia yang lupa kepada Allah SWT, lupa akan Dzat yang memberi kebahagiaan, dan lupa tentang siapakah sebenarnya yang menciptakan ketenangan dalam jiwa. Allah-lah yang telah menurunkan ketenangan di dalam hati orang-orang mu’min agar keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka yang telah ada. Tidak dipungkiri bahwa seseorang yang menginginkan bahagia, ingin berjiwa tenang, tetapi lupa kepada Penciptanya, maka segala keinginannya hanyalah sia-sia belaka. Oleh karena itu marilah kita kejar terus kebahagiaan kita ini, dengan senantiasa ingat kepada Allah, karena Allah-lah Dzat yang menentukan kebahagiaan.
Mengingat Allah hati menjadi tenang
Sempitnya suatu kehidupan dunia ini bukan karena ia miskin, bukan karena rumahnya kecil atau tidak layak dihuni. Kekayaannya banyak, rumahnya luas, akan tetapi banyaknya harta dan luasnya rumah tidak pernah mampu memberikan ketenangan dan ketenteraman hidupnya. Itulah yang disebutkan dengan kehidupan yang semu. Manusia yang hatinya tidak diisi dengan iman itulah yang akan rnengantarkan pemiliknya memasuki pintu gerbang neraka jahanam. Barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada Allah SWT, dan barangsiapa yang hatinya tidak diisi dengan iman kepada Allah, nanti
di dunia dia akan merasakan kehidupan yang sempit dan di akhirat nanti dia akan dikumpulkan dalam keadaan buta. Disisi lain perlu diingat, bahwa hati manusia berbolak-balik. Hati tidak dinamai qalbu yang secara harfiah berarti berbalik, kecuali karena dia berbolak-balik. Yang tidak mantap berubah, sekali senang dan sekali susah, sekali percaya dan dikali lain ingkar walau terhadap objek yang sama. Oleh karena itu Rasulullah SAW seringkali berdoa “ya muqallibal qulub, tsabbit qalby ‘ala. Tha ‘atika” Wahai Rob yang membolak-balikan hati, mantapkan hatiku dalam ketaatan kepada-Mu. Istri beliau, Aisyah r.a, pernah bertanya kepada beliau: wahai Rasul, engkau seringkali berdoa demikian, apakah engkau takut?, kemudian Beliau menjawab,”Apa yang menjadikan aku merasa aman, padahal hati hamba-hamba Allah berada antara dua jari Allah Yang Maha Perkasa. Kalau Dia berkehendak Dia dapat membolak-baliknya“, demikian hadits nabi.
Memfungsikan indra dan jiwa dengan benar
Kemudian-manusia yang bagaimana yang menempati neraka itu, Allah SWT telah berfirman “bahwa manusia yang mempunyai mata, tetapi matanya tidak pernah digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah. Matanya tidak pernah digunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT, tidak pernah digunakan untuk sesuatu yang ma’ruf dan baik”. Padahal mestinya mata yang Allah SWT berikan kepada kita digunakan untuk melihat dan menggali ayat-ayat Allah baik ayat yang terhimpun dalam Al qur’an maupun ayat yang terbentang dalam kehidupan. Dan kalau kita mau menggunakan mata kita untuk melihat ayat yang terbentang dalam kehidupan, terlalu banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kehidupan makhluk Allah seperti binatang.
Mari kita mengambil suatu contoh ada seekor serangga seperti semut kecil. Semut adalah binatang yang sangat kecil tetapi dia mempunyai kebiasaan selalu bergerak, tidak ada semut nganggur, kalaupun dia berhenti, pasti yang dilakukannya adalah silaturrahim. Kemudian ketika kita melihat dengan menggunakan mata untuk melihat tanaman. Dengan melihat buah pisang saja kita akan mendapat pelajaran yang berharga. Pisang tidak akan pernah benbuah kalau anaknya belum muncul. Jika kita perhatikan, kita pelajari dan kita kaji dengan hati nurani, seolah-olah pisang itu berkata kepada manusia, Wahai manusia Allah telah ciptakan kamu lebih baik dan mulia dari aku ( pohon pisang ) jangan mau mati sebelum kalian mampu meninggalkan keturunan-keturunan yang akan mampu melanjutkan dan menegakkan kebenaran agama Allah SWT.
Ada sejarah pada diri nabi Ya’qub as, pada saat mendekati kematiannya, kemudian istri, anak-anaknya dikumpulkan terlebih dahulu pertanyaan nabi Ya’qub as bukan pada “apa yang akan kalian makan sepeninggalku”, tetapi yang ditanyakan “apa yang akan kalian sembah sepeninggalku nanti kemudian anak-anaknya menjawab, kami akan menyembah Tuhan seperti yang bapak sembah, yang kakek sembah, yaitu Tuhan yang Esa”. Dengan jawaban itulah kemudian menyebabkan nabi Ya’qub dapat mengakhiri hidupnya dengan penuh ketenangan. Kita pun hendaknya seperti itu, bagaimana kita bisa mengakhiri hidup kita dengan meninggalkan anak yang sholeh dan sholehah yang akan melanjutkan kehidupan dengan menegakkan kehidupan dengan menegakkan Islam, dia juga akan menjadi sumber pahala bagi kita yang telah meninggalkannya. Untuk itu marilah kita perbanyak dzikir dan berdoa kepada Allah SWT, dengan membersihkan mata dan hati kita dengan membaca, ayat-ayat Allah dan menjadikan hati kita menjadi tenang dalam kebahagiaan yang hakiki dan dapat menjalani kehidupan dunia yang bersifat sementara ini dan semoga kita berbahagia baik dunia maupun akhirat kelak. amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar