"Dan karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat)"
(QS. Al-Maidah: 13)
Ayat di atas menceritakan hukuman Allah SWt kepada Bani Israil berupa kutukan dan dijadikannya hati mereka menjadi keras. Hati keras adalah hati yang tidak mau menerima petunjuk kebenaran, meskipun kebenaran itu sudah di dapan mata. Menurut ayat di atas, ada lima sebab yang membuat seseorang atau suatu kaum menjadi keras hatinya, antara lain:
Pertama, Melanggar perjanjian. Perjanjian yang dimaksud dalam ayat ini adalah segala perjanjian, terutama perjanjian kepada Allah. Perjanjian kepada Allah adalah kesiapan kita melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Pada saat di alam ruh, Allah bertanya kepada kita, ”Bukankah Aku adalah Tuhan kalian? Mereka menjawab, ”Ya, kami bersaksi (atas hal itu)”. Keasyikan kita melanggar perintah Allah SWT dan tidak mengindahkan perintahNya akan mengakibatkan hati kita keras. Jika hati keras, maka segala nasehat, masukan, dan kritikan tidak akan diterima. Baginya, nasehat dan kritikikan disikapinya sebagai penghinaan. Jika demikian, maka akan lahir sikap-sikap sombong. Sebagaimana bangsa Bani Israel yang merasa superior dibanding bangsa lainnya. Bagaimana nasehat orang lain akan masuk ke dalam hatinya, sementara janji Allah pun dilanggarnya?. Oleh karena itu, semakin diri kita asyik melanggar perintah Allah, maka lama-kelamaan hati kita akan keras dan menjauh dari hidayah Allah SWT.
Kedua, merubah perkataan Allah SWT. Orang-orang Bani Israel dikutuk dan hatinya menjadi keras disebabkan mereka sering merubah firman-firman Allah SWT. Allah menjelaskan bahwa Allah Maha Esa dan tidak mempunyai anak, namun Bani Israel menganggap bahwa Uzair adalah anak Allah SWT, mereka diharamkan memakan riba (bunga hutang), tapi mereka menafsirkan sendiri bahwa larangan itu berlaku jika dilakukan sesama Bani Israel, adapun jika dilakukan kepada orang lain maka memakan riba diperbolehkan.
Saat ini, usaha-usaha merubah ayat Allah SWT sulit dilakukan, karena setiap kali mereka melakukan pemalsuan al-Qur’an, setiap kali itu pula perbuatan itu segera diketahui umat Islam dan mendapat reaksi yang luas. Oleh karena itu kini mereka beralih dengan merubah tafsir al-Qur’an yang sesuai dengan hawa nafsunya. Ironisnya, program penafsiran al-Qur’an secara sesat itu ikut melibatkan umat Islam, terutama kalangan intelektual Islam. Slogan bahwa ”al-Qur’an sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman”, ”Semua agama sama saja”, ”Iblis juga masuk surga” adalah bentuk-bentuk penafsiran sesat. Mereka merubah makna dan tafsir al-Qur’an dari tempat-tempat yang semestinya. Penafsiran seperti ini adalah termasuk merubah al-Quran dari tempat semestinya. Termasuk penafsiran jenis ini juga adalah menafsirkan al-Quran sesuai dengan hawa nafsunya, tanpa melihat kaitannya dengan ayat lain serta penjelasan dari Nabi saw dan para Sahabat.
Termasuk merubah al-Quran juga adalah menggunakan ayat-ayat sebagai alat justifikasi suatu kebijakan yang jelas-jelas terlihat kezalimannya dan bertentangan dengan al-Qur’an itu sendiri.
Ketiga, lupa akan hal yang telah diperingatkannya. Ini boleh jadi ciri hati keras yang nampak. Sebab hati yang keras, meskipun diingatkan berkali-kali, dia tidak mengindahkannya alias melupakannya. Uniknya, bahasa al-Qur’an menyebutnya dengan redaksi ”melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya”. Kata ”sebagian” dalam ayat tersebut berarti tidak melupakan seluruhnya. Jadi disebabkan mereka melupakan “sebagain” saja dari yang diperingatkannya maka akan mengantarkan mereka menjadi keras hatinya, yakni akan bersikap masa bodoh dengan segala peringatan dan nasehat.
Bani Israel adalah bangsa yang masa bodoh dengan berbagai peringatan. Allah pernah memperingatkan mereka tentang nikmat yang Allah berikan berupa terbebasnya Bani Israel dari kejaran Fir’aun dan tentaranya, namun sesampainya mereka di daratan dengan selamat, mereka meminta kepada nabi Musa as untuk membuat sesembahan selain Allah. Mereka jua pernah diingatkan dengan nikmat para Nabi yang lahir dari kalangan keturunan bangsa mereka, namun mereka justru membunuh para Nabi tersebut.
Keempat, pengkhianatan. Inilah puncak dari akibat penyakit hati yang keras. Jika kita hidup dalam sebuah jama’ah, bisa dianalogikan bahwa benih-benh pengkhianatan adalah dimulai dari (1) melanggar perjanjian dari AD/ART yang sudah disepakati bersama, (2) merubah ayat-ayat dan pasal, atau setidaknya merubah penafsiran dari ayat-ayat dan pasal-pasal tersebut, (3) Ketika penyimpangan terjadi, mereka pun diberi nasehat, namun mereka tidak mau menerima nasehat itu dengan ikhlas. (4) Melupakan segala masukan dan nasehat yang masuk ke hati mereka, bahkan mereka merasa benar sendiri, (5) Melakukan pengkhianatan terhadap jamaahnya.
Jika lima hal itu terjadi pada setiap individu muslim, maka alangkah dikutuknya ia, sebagaimana Allah mengutuk kaum Bani Israel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar