Selasa, 26 April 2011

Bagaimanakah untuk menentukan *hak asuh anak setelah perceraian

Pertanyaan tersebut patut ditanyakan. Pada kenyataannya, banyak keluarga yang ketika bercerai saling mengklaim bahwa suami atau isteri paling berhak atas hak asuh anak-anaknya. Dalam ketentuan perundang-undangan Indonesia pun tidak secara rinci dijelaskan kepada siapa hak asuh tersebut diberikan apabila orang tuanya bercerai.

Menyoal hak asuh anak setelah perceraian ini, banyak kasus yang akhirnya merenggangkan hubungan kekeluargaan mantan suami isteri yang baru saja bercerai. Sebut saja misalnya, artis tenar, Ahmad Dhani dan isterinya Maya Estianti Antara Maya dan Dhani sempat berselisih hebat gara-gara memperebutkan hak asuh anak, yang keduanya merasa paling berhak. Meski pengadilan akhirnya memutuskan bahwa hak asuh ketiga anak mereka kepada Maya namun kenyataannya, Dhani tetap yang memegang kendali ketiga anaknya tersebut.

*Mengacu Aturan Perundang-Undangan*

Seperti telah disebutkan diatas bahwa menentukan hak asuh anak setelah perceraian dalam Undang-Undang No.1 tentang Perkawinan pun tak dijelaskan secara khusus. Bahkan seorang ibu sangat mungkin akan kehilangan hak asuh terhadap anaknya yang masih berusia dibawah 12 tahun, dimana masih membutuhkan kasih sayang dari si ibu.

Jika merujuk pada konsepsi Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri misalnya, disebutkan bahwa dalam pasal 105 huruf a, anak korban perceraian orang tua yang masih berusia dibawah 12 tahun berada dibawah kekuasaan ibunya dengan pertimbangan bahwa anak seusia itu sangat membutuhkan kasih sayang dari ibunya dibandingkan ayahnya.

Namun dijelaskan kemudian, dalam pasal 156 huruf c bahwa seorang ibu bisa kehilangan hak asuh terhadap anaknya (sekalipun masih berusia dibawah 12 tahun) ketika si ibu dianggap tak akan mampu melindungi keselamatan jasmani maupun si anak sehingga menyerahkan hak asuhnya khawatir malah akan menimbulkan mudharat.

Sementara dalam konstruksi hokum positif negara bisa saja hak asuh berpindah dari ibunya kepada bapaknya atau sebaliknya, melalui proses pengadilan yang sah. Sebagaimana terkandung dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa hak asuh anak pada intinya hanya bias diberikan kepada pihak ibu atau bapaknya saja. Buntut dari itu semua, permohonan untuk mengajukan hak asuh anak hanya bisa diajukan oleh kedua pihak saja, tidak bisa diajukan oleh orang lain sekalipun masih terikat hubungan keluarga dekat.

*Menyoal Perwalian*

Pemberian hak asuh anak kepada salah satu pihak tidak serta merta memutus berbagai kewajiban pihak yang tak diberikan hak asuh kepada anaknya. Dalam perceraian, kekuasaan orang tua baik ayah maupun ibu tidak terputus begitu saja sehingga sepanjang masih hidup ayahnya tetap menjadi wali bagi anaknya. Perwalian baru akan ada ketika orang tuanya (ayahnya) meninggal, sakit parah atau berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan. Kakek dan juga nenek sekalipun, tidak berhak dalam menggambil hak asuh anak, hanya berhak dalam hal perwalian saja. Semoga saja melalui artikel ringan ini persoalan mengenai hak asuh anak setelah perceraianbisa difahami dan diimplementasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar