Jakarta - Semangat perlawanan Garuda Muda (Timnas Sepak Bola Indonesia Under 23) terhadap Harimau Malaya (Timnas Malaysia) di Senayan Senin (21/11) malam patut dipuji meskipun kalah karena tendangan adu penalti 5-4, setelah skor 120 menit tetap 1-1.
Faktor kelelahan mendera kedua kesebelasan. Dalam rentang seminggu mereka harus bermain tiga kali hingga partai final. Pelatih Rahmad Darmawan dan para asisten (Widodo C Putro, Aji Santoso, Eddy Harto dan Badrudin yang membawa Garuda menjuarai Sea Games Manila 1991) memiliki waktu terbatas untuk memoles anak-anak di bawah 23 tahun ini.
Rahmad hanya punya waktu tiga bulan untuk memadukan tim dan rencananya bisa melakukan uji coba sebanyak sembilan kali (tapi tidak semua uji coba bisa dilakukan). Namun sosok Kapten Marinir Rahmad Darmawan mampu menciptakan rasa saling menghormati antara tim pelatih dan pemain, serta antar pemain dan menjadikan tim ini solid.
Rahmad menjadi patron penting bagi anak asuhnya, berkat kemampuan “komunikasi dua arah” yang selalu dikembangkan. Pola komunikasi ini selalu diterapkan Rahmad di level klub (Persija, Persipura dan Sriwijaya FC).
Sementara pelatih Malaysia Ong Kim Swee sejak 2010 mengambil alih posisi Datuk K Rajagopal menangani tim Harimau Muda (Under 23). Ong sebelumnya menangani tim Under 21. Waktu yang dimiliki Ong menangani Harimau Muda ini lebih banyak daripada Rahmad.
Lagipula, sebanyak 14 dari 20 pemain Harimau Muda ini sudah terpilih masuk skuad Malaysia dalam Piala AFF Suzuki 2010. Bahkan pernah diturunkan melawan Manchester United ketika bertandang ke Kuala Lumpur. Kesempatan melakukan partai uji coba sangat terbuka bagi Ong.
Sedangkan Rahmad hadir di tengah kemelut PSSI transisi dari Nurdin Halid ke Djohar Arifin, yang hingga kini belum beres. Rahmad jelas tidak leluasa melakukan uji coba di dalam maupun di luar negeri.
Ong Kim Swee mengklaim para pemainnya sudah terbiasa dengan tekanan (pressure) dari lawan maupun atmosfer gemuruh penonton. Terlihat dalam pola permainan Harimau Muda dalam dua pertemuan dengan Garuda Muda di Sea Games kemarin. Mereka percaya diri, menguasai bola dan bermain dengan pola yang benar.
Pemain Malaysia mampu menguasai bola lebih lama daripada Indonesia. Sementara Indonesia kembali mempertontonkan kesalahan mendasar pada kontrol bola dan passing. Masih banyak kesalahan mendasar. Ketika menghadapi Thailand pun penguasaan bola Garuda Muda cuma 47%. Kalau Thailand punya penyerang lapar goal, Garuda Muda bisa diterkam.
Pola serupa diterapkan lagi ketika jumpa Harimau Muda. Banyak kontrol bola yang kedodoran , dan passing yang salah. Tribut mungkin patut diberikan kepada dua wing back Garuda Muda: Hasyim Kipuw serta pemain serba bisa dan percaya diri Diego Michiels.
Sementara Titus Bonai dan Patrich Wanggai adalah striker masa depan yang haus goal, namun kemarin tidak menjaringkan bola. Sedangkan gelandang (kapten) Egi Melgiansyah, masih kalah taktis dibanding Bakhtiar Baddrol yang sempat magang dua minggu di klub Inggris Queen Park Rangers ( kini milik konglomerat Malaysia).
Terkesan, Garuda Muda masih cenderung merapkan pola “kick n rush” lama dengan passing jauh, sementara Harimau Muda rapi menguasai bola dengan mengoper bola-bola pendek ala “taka tiki” Barcelona. Hanya, Malaysia tidak punya striker yang mematikan seperti Patrich Wanggai maupun Titus Bonai, sehingga tidak tercipta goal lebih dari satu.
Tim Garuda Belia (Under 19) yang kemarin berlaga di Kuala Lumpur, membuktikan diri sebagai tim yang potensial menjadi tim kuat. Tim yang diisi oleh banyak pemain yang dikirim ke Uruguay ini senangkatan Syamsir Alam, hanya kalah dari tim kuat Australia, draw dengan China, menang dengan Makau .
Tim-tim muda ini harus mendapat wahana bertanding yang memadai sehingga mendapat pengalaman kompetisi yang benar. PSSI dan pemerintah (Kementerian Olaharaga dan Pemuda) harus membuat road map sepak bola yang jelas supaya tidak melulu ditunggangi kepentingan bisnis dan politik.
Faktor kelelahan mendera kedua kesebelasan. Dalam rentang seminggu mereka harus bermain tiga kali hingga partai final. Pelatih Rahmad Darmawan dan para asisten (Widodo C Putro, Aji Santoso, Eddy Harto dan Badrudin yang membawa Garuda menjuarai Sea Games Manila 1991) memiliki waktu terbatas untuk memoles anak-anak di bawah 23 tahun ini.
Rahmad hanya punya waktu tiga bulan untuk memadukan tim dan rencananya bisa melakukan uji coba sebanyak sembilan kali (tapi tidak semua uji coba bisa dilakukan). Namun sosok Kapten Marinir Rahmad Darmawan mampu menciptakan rasa saling menghormati antara tim pelatih dan pemain, serta antar pemain dan menjadikan tim ini solid.
Rahmad menjadi patron penting bagi anak asuhnya, berkat kemampuan “komunikasi dua arah” yang selalu dikembangkan. Pola komunikasi ini selalu diterapkan Rahmad di level klub (Persija, Persipura dan Sriwijaya FC).
Sementara pelatih Malaysia Ong Kim Swee sejak 2010 mengambil alih posisi Datuk K Rajagopal menangani tim Harimau Muda (Under 23). Ong sebelumnya menangani tim Under 21. Waktu yang dimiliki Ong menangani Harimau Muda ini lebih banyak daripada Rahmad.
Lagipula, sebanyak 14 dari 20 pemain Harimau Muda ini sudah terpilih masuk skuad Malaysia dalam Piala AFF Suzuki 2010. Bahkan pernah diturunkan melawan Manchester United ketika bertandang ke Kuala Lumpur. Kesempatan melakukan partai uji coba sangat terbuka bagi Ong.
Sedangkan Rahmad hadir di tengah kemelut PSSI transisi dari Nurdin Halid ke Djohar Arifin, yang hingga kini belum beres. Rahmad jelas tidak leluasa melakukan uji coba di dalam maupun di luar negeri.
Ong Kim Swee mengklaim para pemainnya sudah terbiasa dengan tekanan (pressure) dari lawan maupun atmosfer gemuruh penonton. Terlihat dalam pola permainan Harimau Muda dalam dua pertemuan dengan Garuda Muda di Sea Games kemarin. Mereka percaya diri, menguasai bola dan bermain dengan pola yang benar.
Pemain Malaysia mampu menguasai bola lebih lama daripada Indonesia. Sementara Indonesia kembali mempertontonkan kesalahan mendasar pada kontrol bola dan passing. Masih banyak kesalahan mendasar. Ketika menghadapi Thailand pun penguasaan bola Garuda Muda cuma 47%. Kalau Thailand punya penyerang lapar goal, Garuda Muda bisa diterkam.
Pola serupa diterapkan lagi ketika jumpa Harimau Muda. Banyak kontrol bola yang kedodoran , dan passing yang salah. Tribut mungkin patut diberikan kepada dua wing back Garuda Muda: Hasyim Kipuw serta pemain serba bisa dan percaya diri Diego Michiels.
Sementara Titus Bonai dan Patrich Wanggai adalah striker masa depan yang haus goal, namun kemarin tidak menjaringkan bola. Sedangkan gelandang (kapten) Egi Melgiansyah, masih kalah taktis dibanding Bakhtiar Baddrol yang sempat magang dua minggu di klub Inggris Queen Park Rangers ( kini milik konglomerat Malaysia).
Terkesan, Garuda Muda masih cenderung merapkan pola “kick n rush” lama dengan passing jauh, sementara Harimau Muda rapi menguasai bola dengan mengoper bola-bola pendek ala “taka tiki” Barcelona. Hanya, Malaysia tidak punya striker yang mematikan seperti Patrich Wanggai maupun Titus Bonai, sehingga tidak tercipta goal lebih dari satu.
Tim Garuda Belia (Under 19) yang kemarin berlaga di Kuala Lumpur, membuktikan diri sebagai tim yang potensial menjadi tim kuat. Tim yang diisi oleh banyak pemain yang dikirim ke Uruguay ini senangkatan Syamsir Alam, hanya kalah dari tim kuat Australia, draw dengan China, menang dengan Makau .
Tim-tim muda ini harus mendapat wahana bertanding yang memadai sehingga mendapat pengalaman kompetisi yang benar. PSSI dan pemerintah (Kementerian Olaharaga dan Pemuda) harus membuat road map sepak bola yang jelas supaya tidak melulu ditunggangi kepentingan bisnis dan politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar