Kemenangan tipis atas Turkmenistan pada laga leg 2 Prakualifikasi Piala Dunia 2014 memberikan nafas baru bagi tim nasional Indonesia di antara kegagalan demi kegagalan dan keributan di PSSI. Mimpi pun dirajut kembali.
Indonesia mengungguli Turkmenistan 4-3 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Kamis malam, 28 Juli 2011. Tim Merah Putih unggul agregat 5-4 setelah bermain imbang 1-1 di Ashgabat pada leg 1.
Pemain naturalisasi, Cristian 'El Loco' kembali menjadi pahlawan dengan dua golnya di menit 10 dan 18. Pemain berdarah Uruguay ini menunjukkan permainan heroik. Mengguncang Senayan, membangkitkan animo suporter Merah Putih seperti di Piala AFF 2010.
Permainan Timnas yang fondasinya dibangun oleh Alfred Riedl dan kini diteruskan Wim Rijsbergen begitu apik hampir di seluruh waktu laga. Si Hijau Turkmenistan nyaris tak pernah diberi kesempatan untuk bernafas. Sayangnya, penyakit lama Timnas kambuh, kedodoran di akhir-akhir pertandingan sehingga kecolongan dua gol di menit 82 dan 86.
Padahal, Boaz Solossa telah menciptakan alur serangan bergelombang bagi Timnas. Pemain belakang Muhamad Nasuha pun ikut-ikutan maju karena lini pertahanannya aman dari gangguan Turkmenistan. Hebatnya, Nasuha ikut mencetak gol indah bagi Timnas di menit 43. Keunggulan Timnas dilengkapi gol keempat yang dicetak Muhamad Ridwan di menit 76.
Pemilihan pemain yang dilakukan Wim dibantu asistennya Rahmad Darmawan begitu tepat. Problem Wim yang hanya punya waktu relatif 10 hari mempersiapkan tim, diberi solusi oleh peran Rahmad.
Pelatih sukses di pentas sepakbola Indonesia ini sangat membantu karena sangat mengenal para pemain Timnas. Sebagian besar pemain Timnas pernah ditangani Rahmad di beberapa klub. Pemilihan pemain yang tepat oleh Rahmad memudahkan Wim merumuskan strategi jitu bagi Timnas.
Siapa sangka, Muhamad Ilham yang sejak 2009 tak pernah berkostum Merah Putih kembali tampil apik ketika dimainkan. Kiper Ferry Rotinsulu tampil dingin di bawah mistar. Boaz pun menunjukkan kualitasnya sebagai striker terbaik di Tanah Air.
Kemenangan ini telah diprediksi oleh mantan pelatih tim nasional Indonesia, Alfred Riedl. Meski baru saja dipecat dari jabatannya oleh PSSI, Riedl masih mau memberikan prediksinya. Pelatih asal Austria ini sangat yakin Firman Utina cs mampu meladeni perlawanan Turkmenistan, meski tebakannya tak 100% tepat.
"3-0 sure, I believe it (Saya yakin Indonesia menang 3-0)," ujar Riedl singkat kepada wartawan seusai melakukan pertemuan dengan PSSI di Hotel Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis 28 Juli 2011.
Riedl tahu pasti kapasitas mantan tim asuhannya itu. Karena ia yang meletakkan fondasi permainan Tim Merah Putih, meski kini tim itu dilatih oleh Wim Rijsbergen. Pelatih anyar hanya punya waktu sekitar 10 hari mempersiapkan Timnas. Sedangkan Riedl telah setahun menukangi Tim Merah Putih.
Hanya, 10 hari persiapan yang dimiliki Wim terlihat dalam 10 menit terakhir. Timnas kedodoran dan kecolongan 2 gol. Persiapan minim ini membuat Timnas nyaris gagal lolos jika Turkmenistan mampu menyamakan kedudukan. Beruntung, waktu tambahan 4 menit tak mampu dimanfaatkan Turkmenistan. Dan Wim pasti tak ingin hal ini terjadi kembali pada pasukannya di masa depan. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
Apapun, kemenangan ini seperti meniupkan nafas baru bagi Tim Merah Putih setelah kegagalan menjadi juara AFF. Kegagalan yang menyesakkan di antara euforia luar biasa di seluruh penjuru Tanah Air saat itu. Optimisme tinggi akan mengangkat Piala AFF, berubah kegagalan dalam beberapa hari.
Apalagi, setelah itu PSSI dilanda gonjang ganjing pemilihan Ketua Umum. Dua kali Kongres di Pekanbaru dan Jakarta kacau sehingga pemilihan Ketum harus sampai pada tiga episode. Beruntung, episode 3 di Solo berakhir mulus dan melahirkan Djohar Arifin Husin sebagai Ketum PSSI yang baru.
Kini bersama Djohar, PSSI coba kembali membangun prestasi Timnas. Di pundak Djohar cs pula beban berat menunggu untuk diangkat dan disingkirkan.
20 Besar Asia
Kemenangan atas Turkmenistan ini membuat Indonesia masuk dalam deretan 20 besar negara-negara Asia. Mimpi bertemu dengan Macan-macan Asia pun boleh dilahirkan kembali setelah Tim Merah Putih melaju ke babak 3 Pra Piala Dunia (PPD) 2014. Meski demikian, langkah Tim Garuda menuju putaran final di Brasil masih cukup jauh.
Indonesia bernasib mujur tidak perlu melewati babak pertama PPD 2014 zona Asia. Tim Merah Putih dinyatakan berhak lolos ke babak kedua tanpa bertanding setelah berada pada peringkat 6 hingga 27 di kawasan Asia.
Sebanyak 15 pemenang dari babak 2 akan bergabung dengan 5 tim yang telah lolos tanpa bertanding, Jepang, Australia, Korea Selatan, Korea Utara dan Bahrain. Kelimanya adalah penghuni peringkat 1-5 dan menjadi unggulan utama Asia.
Ke-20 tim ini akan dibagi ke dalam lima grup. Undian pembagian grup akan digelar di Marina da Glória di Rio de Janeiro, Brasil pada 30 Juli 2011. Dua tim teratas masing-masing grup selanjutnya dinyatakan lolos ke babak IV.
10 tim ini akan dibagi dalam dua grup. Juara dan runner up grup akan lolos otomatis ke putaran final Piala Dunia 2014.
Sedangkan dua tim yang berada di posisi 3 masing-masing grup akan diadu lagi. Pemenangnya akan mengikuti babak playoff dengan peringkat 4 zona Concacaf (Amerika Utara dan Tengah), atau peringkat 5 Conmebol (Amerika Selatan), atau peringkat 1 OFC (Oseania), tergantung hasil undian nanti. Pemenangnya berhak lolos ke PD 2014.
Mimpi Piala Dunia
Mimpi tampil di Piala Dunia 2014 di Brasil pun kembali dirajut. Apalagi, Indonesia pernah punya rekam jejak di pentas sepakbola tertinggi di Planet Bumi itu.
Dutch East Indies atau Hindia Belanda tampil di Piala Dunia Prancis 1938. Hindia Belanda lolos ke putaran final tanpa susah payah. Di babak kualifikasi, India yang menjadi lawan tanding Indonesia mengundurkan diri.
Perjalanan Indonesia sesungguhnya dimulai di Kualifikasi Piala Dunia Swedia 1958. Saat itu karena peserta tak terlalu banyak, zona Afrika (CAF) dan Asia (AFC) digabung. Awalnya, zona ini akan diikuti 12 negara. Namun, FIFA menolak keikutsertaan Ethiopia dan Korea Selatan. Akhirnya, 10 negara mengikuti Pra Piala Dunia zona CAF/AFC dengan format home-away.
Indonesia memulai perjalanan di babak prakualifikasi menghadapi Taiwan. Namun, Taiwan akhirnya mengundurkan diri sehingga secara otomatis Indonesia melaju ke babak pertama.
Di babak I, Indonesia berada di grup 1 bersama China dan Hong Kong. Hong Kong mengundurkan diri sehingga Indonesia tinggal bertanding melawan China.
Menghadapi China di Jakarta, 12 Mei 1957, Indonesia sanggup menang dengan skor 2-0. Ramang menjadi bintang dalam pertandingan ini lewat dua golnya. Salah satu gol pemain ini dicetak secara spektakuler lewat tendangan salto.
Pertandingan kedua digelar di Beijing, 2 Juni 1957. Kali ini, meskipun Ramang kembali mencetak dua gol, Indonesia harus mengakui keunggulan tuan rumah dengan skor 4-3.
Saat itu belum ada peraturan agregat gol. Kedua tim sama-sama mengemas satu kemenangan dan memiliki poin sama. Pertandingan selanjutnya pun dilangsungkan di tempat netral. Dalam pertandingan yang berlangsung di Rangoon, Birma, 23 Juni 1957, pertandingan berakhir imbang 0-0 hingga perpanjangan waktu selesai. Karena saat itu belum mengenal adu penalti, Indonesia pun melaju ke babak II dengan keunggulan selisih gol.
Polemik terjadi di babak II. Indonesia harus satu grup dengan Israel, Sudan dan Mesir. Indonesia yang tidak mengakui kedaulatan negara Israel dengan tegas menolak bertanding melawan negara tersebut.
Sebelumnya, Indonesia sudah meminta agar bertanding di tempat netral dan tanpa menyanyikan lagu kebangsaan Israel, namun usul ini ditolak oleh FIFA. Indonesia pun akhirnya mengundurkan diri. Hal yang sama dilakukan Sudan dan Mesir sebagai bentuk solidaritas.
Habis sudah mimpi Indonesia berlaga di Piala Dunia. Kini, 53 tahun berselang, mimpi tampil di Piala Dunia kembali dirajut Tim Merah Putih.
Indonesia mengungguli Turkmenistan 4-3 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Kamis malam, 28 Juli 2011. Tim Merah Putih unggul agregat 5-4 setelah bermain imbang 1-1 di Ashgabat pada leg 1.
Pemain naturalisasi, Cristian 'El Loco' kembali menjadi pahlawan dengan dua golnya di menit 10 dan 18. Pemain berdarah Uruguay ini menunjukkan permainan heroik. Mengguncang Senayan, membangkitkan animo suporter Merah Putih seperti di Piala AFF 2010.
Permainan Timnas yang fondasinya dibangun oleh Alfred Riedl dan kini diteruskan Wim Rijsbergen begitu apik hampir di seluruh waktu laga. Si Hijau Turkmenistan nyaris tak pernah diberi kesempatan untuk bernafas. Sayangnya, penyakit lama Timnas kambuh, kedodoran di akhir-akhir pertandingan sehingga kecolongan dua gol di menit 82 dan 86.
Padahal, Boaz Solossa telah menciptakan alur serangan bergelombang bagi Timnas. Pemain belakang Muhamad Nasuha pun ikut-ikutan maju karena lini pertahanannya aman dari gangguan Turkmenistan. Hebatnya, Nasuha ikut mencetak gol indah bagi Timnas di menit 43. Keunggulan Timnas dilengkapi gol keempat yang dicetak Muhamad Ridwan di menit 76.
Pemilihan pemain yang dilakukan Wim dibantu asistennya Rahmad Darmawan begitu tepat. Problem Wim yang hanya punya waktu relatif 10 hari mempersiapkan tim, diberi solusi oleh peran Rahmad.
Pelatih sukses di pentas sepakbola Indonesia ini sangat membantu karena sangat mengenal para pemain Timnas. Sebagian besar pemain Timnas pernah ditangani Rahmad di beberapa klub. Pemilihan pemain yang tepat oleh Rahmad memudahkan Wim merumuskan strategi jitu bagi Timnas.
Siapa sangka, Muhamad Ilham yang sejak 2009 tak pernah berkostum Merah Putih kembali tampil apik ketika dimainkan. Kiper Ferry Rotinsulu tampil dingin di bawah mistar. Boaz pun menunjukkan kualitasnya sebagai striker terbaik di Tanah Air.
Kemenangan ini telah diprediksi oleh mantan pelatih tim nasional Indonesia, Alfred Riedl. Meski baru saja dipecat dari jabatannya oleh PSSI, Riedl masih mau memberikan prediksinya. Pelatih asal Austria ini sangat yakin Firman Utina cs mampu meladeni perlawanan Turkmenistan, meski tebakannya tak 100% tepat.
"3-0 sure, I believe it (Saya yakin Indonesia menang 3-0)," ujar Riedl singkat kepada wartawan seusai melakukan pertemuan dengan PSSI di Hotel Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis 28 Juli 2011.
Riedl tahu pasti kapasitas mantan tim asuhannya itu. Karena ia yang meletakkan fondasi permainan Tim Merah Putih, meski kini tim itu dilatih oleh Wim Rijsbergen. Pelatih anyar hanya punya waktu sekitar 10 hari mempersiapkan Timnas. Sedangkan Riedl telah setahun menukangi Tim Merah Putih.
Hanya, 10 hari persiapan yang dimiliki Wim terlihat dalam 10 menit terakhir. Timnas kedodoran dan kecolongan 2 gol. Persiapan minim ini membuat Timnas nyaris gagal lolos jika Turkmenistan mampu menyamakan kedudukan. Beruntung, waktu tambahan 4 menit tak mampu dimanfaatkan Turkmenistan. Dan Wim pasti tak ingin hal ini terjadi kembali pada pasukannya di masa depan. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
Apapun, kemenangan ini seperti meniupkan nafas baru bagi Tim Merah Putih setelah kegagalan menjadi juara AFF. Kegagalan yang menyesakkan di antara euforia luar biasa di seluruh penjuru Tanah Air saat itu. Optimisme tinggi akan mengangkat Piala AFF, berubah kegagalan dalam beberapa hari.
Apalagi, setelah itu PSSI dilanda gonjang ganjing pemilihan Ketua Umum. Dua kali Kongres di Pekanbaru dan Jakarta kacau sehingga pemilihan Ketum harus sampai pada tiga episode. Beruntung, episode 3 di Solo berakhir mulus dan melahirkan Djohar Arifin Husin sebagai Ketum PSSI yang baru.
Kini bersama Djohar, PSSI coba kembali membangun prestasi Timnas. Di pundak Djohar cs pula beban berat menunggu untuk diangkat dan disingkirkan.
20 Besar Asia
Kemenangan atas Turkmenistan ini membuat Indonesia masuk dalam deretan 20 besar negara-negara Asia. Mimpi bertemu dengan Macan-macan Asia pun boleh dilahirkan kembali setelah Tim Merah Putih melaju ke babak 3 Pra Piala Dunia (PPD) 2014. Meski demikian, langkah Tim Garuda menuju putaran final di Brasil masih cukup jauh.
Indonesia bernasib mujur tidak perlu melewati babak pertama PPD 2014 zona Asia. Tim Merah Putih dinyatakan berhak lolos ke babak kedua tanpa bertanding setelah berada pada peringkat 6 hingga 27 di kawasan Asia.
Sebanyak 15 pemenang dari babak 2 akan bergabung dengan 5 tim yang telah lolos tanpa bertanding, Jepang, Australia, Korea Selatan, Korea Utara dan Bahrain. Kelimanya adalah penghuni peringkat 1-5 dan menjadi unggulan utama Asia.
Ke-20 tim ini akan dibagi ke dalam lima grup. Undian pembagian grup akan digelar di Marina da Glória di Rio de Janeiro, Brasil pada 30 Juli 2011. Dua tim teratas masing-masing grup selanjutnya dinyatakan lolos ke babak IV.
10 tim ini akan dibagi dalam dua grup. Juara dan runner up grup akan lolos otomatis ke putaran final Piala Dunia 2014.
Sedangkan dua tim yang berada di posisi 3 masing-masing grup akan diadu lagi. Pemenangnya akan mengikuti babak playoff dengan peringkat 4 zona Concacaf (Amerika Utara dan Tengah), atau peringkat 5 Conmebol (Amerika Selatan), atau peringkat 1 OFC (Oseania), tergantung hasil undian nanti. Pemenangnya berhak lolos ke PD 2014.
Mimpi Piala Dunia
Mimpi tampil di Piala Dunia 2014 di Brasil pun kembali dirajut. Apalagi, Indonesia pernah punya rekam jejak di pentas sepakbola tertinggi di Planet Bumi itu.
Dutch East Indies atau Hindia Belanda tampil di Piala Dunia Prancis 1938. Hindia Belanda lolos ke putaran final tanpa susah payah. Di babak kualifikasi, India yang menjadi lawan tanding Indonesia mengundurkan diri.
Perjalanan Indonesia sesungguhnya dimulai di Kualifikasi Piala Dunia Swedia 1958. Saat itu karena peserta tak terlalu banyak, zona Afrika (CAF) dan Asia (AFC) digabung. Awalnya, zona ini akan diikuti 12 negara. Namun, FIFA menolak keikutsertaan Ethiopia dan Korea Selatan. Akhirnya, 10 negara mengikuti Pra Piala Dunia zona CAF/AFC dengan format home-away.
Indonesia memulai perjalanan di babak prakualifikasi menghadapi Taiwan. Namun, Taiwan akhirnya mengundurkan diri sehingga secara otomatis Indonesia melaju ke babak pertama.
Di babak I, Indonesia berada di grup 1 bersama China dan Hong Kong. Hong Kong mengundurkan diri sehingga Indonesia tinggal bertanding melawan China.
Menghadapi China di Jakarta, 12 Mei 1957, Indonesia sanggup menang dengan skor 2-0. Ramang menjadi bintang dalam pertandingan ini lewat dua golnya. Salah satu gol pemain ini dicetak secara spektakuler lewat tendangan salto.
Pertandingan kedua digelar di Beijing, 2 Juni 1957. Kali ini, meskipun Ramang kembali mencetak dua gol, Indonesia harus mengakui keunggulan tuan rumah dengan skor 4-3.
Saat itu belum ada peraturan agregat gol. Kedua tim sama-sama mengemas satu kemenangan dan memiliki poin sama. Pertandingan selanjutnya pun dilangsungkan di tempat netral. Dalam pertandingan yang berlangsung di Rangoon, Birma, 23 Juni 1957, pertandingan berakhir imbang 0-0 hingga perpanjangan waktu selesai. Karena saat itu belum mengenal adu penalti, Indonesia pun melaju ke babak II dengan keunggulan selisih gol.
Polemik terjadi di babak II. Indonesia harus satu grup dengan Israel, Sudan dan Mesir. Indonesia yang tidak mengakui kedaulatan negara Israel dengan tegas menolak bertanding melawan negara tersebut.
Sebelumnya, Indonesia sudah meminta agar bertanding di tempat netral dan tanpa menyanyikan lagu kebangsaan Israel, namun usul ini ditolak oleh FIFA. Indonesia pun akhirnya mengundurkan diri. Hal yang sama dilakukan Sudan dan Mesir sebagai bentuk solidaritas.
Habis sudah mimpi Indonesia berlaga di Piala Dunia. Kini, 53 tahun berselang, mimpi tampil di Piala Dunia kembali dirajut Tim Merah Putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar