Kisruh PSSI yang masih carut-marut dinilai mantan pelatih timnas U-23,
Rahmad Darmawan harus segera diakhiri. Pelatih Pelita Jaya ini
mengatakan ada dua solusi yang bisa menyelamatkan sepak bola Indonesia
dari jurang kehancuran.
Solusi pertama adalah rekonsiliasi antara seluruh pengurus sepak bola di Indonesia. Rasa permusuhan, dendam, serta bara konflik harus dipendam demi menegakkan harkat sepak bola di atas lapangan.
Jika tawaran rekonsiliasi tidak tercapai, revolusi sepak bola-lah yang harus dilakukan agar menghentikan segala perpecahan yang dinilai Rahmad sudah dalam level mengkhawatirkan.
"Solusinya rekonsiliasi atau revolusi sepakbola Nasional," ujar pelatih yang akrab dipanggil RD ini lewat pesan singkat kepada wartawan, Senin (5/3).
Menurut RD, perpecahan sepak bola sudah bukan hanya terjadi di level PSSI pusat. Namun perpecahan sudah menjelar ke sejumlah klub hingga pengurus sepak bola di daerah. Sifat konflik yang telah melebar, tidak pelak membuat pemain, pelatih, dan penonton jadi korban.
Karenanya, RD menilai perlu segera dilakukan langkah penyelesaian yang cepat untuk menyelamatkan sepak bola, apakah itu rekonsiliasi atau revolusi sepak bola nasional.
"Saat ini sudah terjadi dualisme organisasi di setiap strata kepengurusan mulai dari klub, pengcab maupun Pengprov yang akan makin membawa situasi kedalam jurang perpecahan," tegasnya.
Selain perpecahan, sepak bola kini pun jadi ajang diskriminasi yang merenggut hak pemain nasional. Impian untuk memperkuat tim nasional pun terenggut dengan adanya larangan pada pemain Indonesia Super League (ISL).
Parahnya lagi, diskriminasi terjadi tidak hanya bagi pemain senior tapi juga pemain junor yang sedang bermimpi merajut karier ke janjang yang lebih tinggi. “Diskriminasi terjadi di aktivitas sepakbola mulai dari kelompok usia muda sampai senior,” pungkas RD.
Sebelumnya PSSI berkilah bahwa larangan memperkuat timnas bagi pemain ISL bukan dikarenakan kehendak PSSI, melainkan keputusan FIFA.
Menurut Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, pihaknya telah memperjuangkan nasib para pemain timnas asal ISL, langsung kepada Sekjen FIFA Jarome Velcke.
Usaha tersebut, lanjut Djohar, dilakukan PSSI saat bertemu FIFA di Tokyo Desember 2011. “Dan hasilnya FIFA lewat suratnya menolak permintaan kita dan mereka melarang pemain asal liga breakaway main di agenda resmi FIFA.”
Terkait kenyataan bahwa pemain Malaysia Safee Sali yang merupakan pemain ISL namun tetap bisa bermain di ajang internasional, Djohar pun mengaku heran. Menurutnya, masalah Safee ini akan diadukan langsung kepada FIFA. ”Kami akan protes, mengapa Malaysia boleh sedangkan Indonesia tidak boleh menggunakan pemain LSI,”
Menyinggung wacana rekonsiliasi, Djohar mengaku PSSI senantiasa membuka diri. Rekonsiliasi, kata dia, terus dilakukan dengan sejumlah pihak. Namun dia enggan membuka jati diri siapakah pihak yang diajak berbicara soal penyelesaian konflik sepak bola.
"Sejak usai laga lawan Bahrain saya terus komunikasi dengan sejumlah pihak soal rekonsiliasi. Kita lihat saja hasilnya."
Solusi pertama adalah rekonsiliasi antara seluruh pengurus sepak bola di Indonesia. Rasa permusuhan, dendam, serta bara konflik harus dipendam demi menegakkan harkat sepak bola di atas lapangan.
Jika tawaran rekonsiliasi tidak tercapai, revolusi sepak bola-lah yang harus dilakukan agar menghentikan segala perpecahan yang dinilai Rahmad sudah dalam level mengkhawatirkan.
"Solusinya rekonsiliasi atau revolusi sepakbola Nasional," ujar pelatih yang akrab dipanggil RD ini lewat pesan singkat kepada wartawan, Senin (5/3).
Menurut RD, perpecahan sepak bola sudah bukan hanya terjadi di level PSSI pusat. Namun perpecahan sudah menjelar ke sejumlah klub hingga pengurus sepak bola di daerah. Sifat konflik yang telah melebar, tidak pelak membuat pemain, pelatih, dan penonton jadi korban.
Karenanya, RD menilai perlu segera dilakukan langkah penyelesaian yang cepat untuk menyelamatkan sepak bola, apakah itu rekonsiliasi atau revolusi sepak bola nasional.
"Saat ini sudah terjadi dualisme organisasi di setiap strata kepengurusan mulai dari klub, pengcab maupun Pengprov yang akan makin membawa situasi kedalam jurang perpecahan," tegasnya.
Selain perpecahan, sepak bola kini pun jadi ajang diskriminasi yang merenggut hak pemain nasional. Impian untuk memperkuat tim nasional pun terenggut dengan adanya larangan pada pemain Indonesia Super League (ISL).
Parahnya lagi, diskriminasi terjadi tidak hanya bagi pemain senior tapi juga pemain junor yang sedang bermimpi merajut karier ke janjang yang lebih tinggi. “Diskriminasi terjadi di aktivitas sepakbola mulai dari kelompok usia muda sampai senior,” pungkas RD.
Sebelumnya PSSI berkilah bahwa larangan memperkuat timnas bagi pemain ISL bukan dikarenakan kehendak PSSI, melainkan keputusan FIFA.
Menurut Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, pihaknya telah memperjuangkan nasib para pemain timnas asal ISL, langsung kepada Sekjen FIFA Jarome Velcke.
Usaha tersebut, lanjut Djohar, dilakukan PSSI saat bertemu FIFA di Tokyo Desember 2011. “Dan hasilnya FIFA lewat suratnya menolak permintaan kita dan mereka melarang pemain asal liga breakaway main di agenda resmi FIFA.”
Terkait kenyataan bahwa pemain Malaysia Safee Sali yang merupakan pemain ISL namun tetap bisa bermain di ajang internasional, Djohar pun mengaku heran. Menurutnya, masalah Safee ini akan diadukan langsung kepada FIFA. ”Kami akan protes, mengapa Malaysia boleh sedangkan Indonesia tidak boleh menggunakan pemain LSI,”
Menyinggung wacana rekonsiliasi, Djohar mengaku PSSI senantiasa membuka diri. Rekonsiliasi, kata dia, terus dilakukan dengan sejumlah pihak. Namun dia enggan membuka jati diri siapakah pihak yang diajak berbicara soal penyelesaian konflik sepak bola.
"Sejak usai laga lawan Bahrain saya terus komunikasi dengan sejumlah pihak soal rekonsiliasi. Kita lihat saja hasilnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar