" ketika ku tak sanggup melangkah,, hilang arah dalam kesendirian,, tiada mentari bagai malam yang kelam,, tiada tempat untuk berlabuh,, bertahan terus berharap,, Allah selalu di sisimu.. Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah ada jalan.. Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah ada jalan.. Ya Allah tuntun langkahku di jalan-MU.. Hanya engkaulah pelitaku Tuntun aku di jalan-MU selamanya. "
Rabu, 30 Juni 2010
.."orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, tapi mereka mau berusaha dan berdo'a menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam kehidupannya".. do the best in your life...
Selasa, 29 Juni 2010
Satu hal yg selalu ada pd kehidupan manusia. Sjk manusia pertama s/d yg terakhir. Yg kulitnya putih,kuning,merah,atau hitam. Yg matanya biru,hijau,coklat,atau hitam. Hal tsb adalah CINTA. sifat Allah yg pertama kali diberikan pd manusia. Sungguh, ini adlh sesuatu yg menakjubkan. Belum ada makhluk yg mengenal CINTA sblm... manusia. So, jika kamu MANUSIA maka kamu wajib punya Cinta.
intermezzo..??
Rata2 manusia itu takut BENAR & berani SALAH. Udah tau kalo yg bener didlm berpakaian bagi wanita muslim adlh MENUTUP SELURUH AURAT & TIDAK KETAT. Tp kenyataannya, 90% wanita berjilbab tdk sesuai aturan (dada & pantatnya msh keliatan bentuknya krn ketat). Oalah mbak2, kalo pengen modis & gak bisa berpakaian yg bener, m...ending gak usah berjilbab aja deh, jd jelek diliat.. kayak ayam jalanan tuh berjilbabnya.
TANDA-TANDA KIAMAT SHUGHRA DAN KUBRA?
Sebelum kiamat datang ada beberapa tanda yang menjadi peringatan akan kedatangannya. Tanda-tanda inilah yang disebut dengan Asyraatussa’ah (tanda-tanda kiamat). Firman Allah :’ Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya..”. QS. Muhammad/47 : 18
Dari sisi keberadaan dan waktunya, tanda-tanda kiamat itu, dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok berikut ini.
- TANDA YANG SUDAH TERJADI DAN TELAH BERLALU
Tanda yang sudah terjadi dan telah berlalu adalah seperti :
- diutusnya Nabi Muhammad SAW. Sabda Nabi : “Aku di utus dan hari kiamat itu bagaikan dua jari (sambil menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengahnya”
- terbukanya Baitul Makdis
- terbunuhnya Utsman bin Affan. Berkata Hudzaifah :”Fitnah pertama adalah terbunuhnya Utsman”
- munculnya firqah-firqah yang menyesatkan
- banyaknya orang-orang yang mengaku menjadi nabi
- berlimpahnya harta kekayaan.
- TANDA YANG SEDANG TERJADI DAN SEMAKIN BERTAMBAH
- Kepemimpinan orang-orang bodoh yang hanya menyembah dunia. Sabda Nabi : “Tidak datang hari kiamat sehingga terjadi orang yang paling bahagia adalah Luka’ ibn Luka” HR Ahmad.
- Istiqomah beragama bagaikan memegang bara. Sabda Nabi : “Akan datang suatu masa, orang yang memegang teguh agamanya bagaikan orang yang memegang bara” HR At Tirmidziy.
- Berbangga-banggaan membangun masjid. Sabda Nabi :”Tidak datang hari kiamat sehingga orang berbangga-bangga dengan masjid” HR Ahmad.
- Banyaknya para qari’ (pembaca Al Qur’an ) yang fasik, dan ahli ibadah yang bodoh. Sabda Nabi : “Akan ada di akhir zaman, para ahli ibadah yang bodoh, dan para qari yang fasik” HR Abu Nu’aim.
- Terhapusnya ilmu agama, banyaknya perbuatan zina, minuman keras, sedikit laki-laki dan banyaknya wanita, sampai perbandingannya 1:50.
- TANDA-TANDA BESAR YANG SEGERA DISUSUL DENGAN KIAMAT
- Datangnya imam Mahdi.
- Munculnya Dajjal
- Turunnya Nabi Isa ibn Maryam
- Munculnya Ya’juj Ma’juj. QS 18 :92-100
- Munculnya Ad Daabbah. QS An Naml : 82
- Terbitnya matahari dari barat. QS 6: 158
- Digiringnya manusia ke negri Syam
- Ditiupnya sangka kala.
Waspadalah...
Tempat-tempat Masuknya Syetan Syetan masuk ke dalam diri seseorang untuk merusak dan menyesatkan itu melalui beberapa hal yaitu:
1. Kebodohan
Kebodohan itu mematikan hati dan membutakan penglihatan sehingga orang yang bodoh itu tidak mengerti mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang sunnah dan mana yang bid�ah. mana yang halal mana yang haram, mana yang haq dan mana yang batal, begitu seterusnya. Karena keadaannya yang demikian maka syetan memanfaatkan kebodohan ini untuk merusak dan menyesatkan manusia. Untuk itu Alloh melarang menjadi orang yang bodoh. Alloh berfirman : �Dan jika Alloh menghendaki, niscaya Alloh mengumpulkan mereka di atas petunjukNya, maka jangan sekali-sekali kalian menjadi orang yang bodoh.� Nabi Musa �alaihis salaam pernah berdo�a : �Berkata Musa : aku berlindung kepada Alloh bahwa aku termasuk orang yang bodoh.�
2. Marah
Marah itu termasuk tempat masuknya syetan yang besar dan perangkapnya. Syetan mempermainkan kemarahan seseorang dalam rangka menyesatkan pelakunya itu seperti anak kecil mempermainkan bola seenaknya, begitu mudahnya orang yang marah itu dipalingkan dari kebenaran sehingga mulut yang biasa sopan bisa mengeluarkan kata-kata yang jorok, kasar, bisa mencaci maki, mengumpat, mencela, mencemooh dan lain-lain. Anggota badannya bisa tak terkendali, sehingga memukul, menyerang, merobek-robek, melukai, membunuh dan lain-lain yang jelek. Hati orang yang marah dipenuhi rasa dengki, iri hati, menyimpan dendam terhadap orang yang dimarahi. �Bersabda Rasululloh Sholallohu �Alaihi Wasallam : sesungguhnya aku mengerti satu kalimat yang kalau dia mengucapkannya niscaya hilang marah yang ia temui yaitu :
3. Cinta dunia
Sesungguhnya syetan telah menghiasi dunia dengan gebyarnya dalam hati kebanyakan manusia sehingga mereka condong pada dunia dan merasa senang dengan dunia, mereka berlomba-lomba mencari dunia dengan sungguh-sungguh, dunia dijadikan tujuannya. Mereka saling membenci dan saling dengki karena dunia. Maka Iblis pun memanfaatkan sedemikian rupa sehingga manusia menjadi sesat. �Sesungguhnya Rosullulloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda : demi Alloh, bukan fakir yang aku khawatirkan, tetapi aku khawatir terhadap dunia yang dibentangkan kepada kalian seperti telah dibentangkan kepada manusia sebelum kalian, maka kalian berlomba mendapatkannya seperti mereka berlomba-lomba untuk mendapatkannya, lantas dunia merusak kalian seperti halnya telah merusak mereka.�
4. Panjang angan-angan.
Seorang hamba jika panjang angan-angannya, dia akan melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan cenderung tidak memperdulikan waktu, dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai apa yang diangan-angan oleh hatinya, meramalkan dunia dengan berbagai macam usahanya dan akan merobohkan sendi-sendi kepentingan akhiratnya. Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda : �Dari Abi Huroirah berkata : aku mendengar Rasululloh bersabda : tidak henti-hentinya hati orang tua itu tetap muda dalam dua hal yaitu dalam cinta terhadap dunia dan panjangnya angan-angan.� Jika kita mengerti tinggal berapa sisa umur kita dan sudah berapa umur yang kita lewati niscaya kita akan hidup lebih berhati-hati dalam menggapai apa yang kita angan-angankan, dan niscaya kita lebih senang untuk menambah amal kita dan lebih senang memperpendek apa yang diinginkannya. Kita akan lebih merasa keberadaan kita di dunia seperti orang asing atau seperti orang yang sedang menyeberang jalan. Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda : �Jadilah kamu di dunia seolah-olah kamu itu orang asing atau orang yang menyeberang jalan.� Untuk itu Ibnu Umar berkata : � Jika engkau ada pada sore hari maka jangan kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan jika engkau ada pada pagi hari jangan kamu menunggu datangnya sore hari, ambillah sehatmu untuk sakitmu dan hidupmu untuk matimu.� Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda : �Gunakanlah lima sebelum lima ; gunakanlah masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu.� Ingat janganlah angan-anganmu sebagai tempat masuknya syetan untuk mempermainkanmu dengan adanya angan-angan yang muluk-muluk padahal kosong belaka, sehingga waktumu hanya habis untuk kesibukan-kesibukan duniamu saja dan mengorbankan akhiratmu.
5. Keinginan
Syetan masuk ke dalam diri seseorang itu melalui keinginannya, dengan keinginannya yang tidak terkontrol maka seseorang bisa rusak agamanya. Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda : �Tidak ada dua srigala yang lapar yang dilepas di tengah-tengah kambing itu lebih merusak pada kambing daripada keinginan seseorang pada harta dan pangkat (dunia) lebih merusak pada agamanya.� Maksudnya keinginan seseorang terhadap harta dan pangkat dunia itu lebih merusak agama daripada dua srigala lapar yang ada di tengah-tengah kambing merusak pada kambing.
6. Kikir
Syetan menakut-nakuti manusia dengan dibayang-bayangi kefakiran supaya seseorang tidak mau infaq, shodaqoh, zakat atau ngebosi kelancaran agama. Alloh berfirman : �Syetan menjanjikan kefakiran kepadamu dan menyuruh yang jahat, dan Alloh menjanjikan kepadamu pengampunan dan keutamaan dariNya, Alloh itu maha luas rezekinya dan maha mengetahui.� Padahal dengan jelas Alloh menjanjikan kebahagiaan bagi orang yang tidak bakhil. Alloh berfirman : �Barangsiapa dijaga dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berbahagia.�
7. Sombong
Sombong termasuk tempat masuknya syetan, dengan sombong syetan membawa manusia untuk menolak yang haq dan tetap dalam kebatilan, akhirnya seseorang menjadi orang yang hina, asor, jatuh, mati masuk neraka. Orang yang sombong itu bodoh, tidak mengerti hakekat dirinya, kalau dia mengerti mestinya dia tidak sombong. Apa sih artinya sombong bagi makhluk yang diciptakan dari tanah dan akan kembali jadi tanah dan dimakan oleh ulat tanah. Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda: � Tidak masuk surga orang yang ada dalam hatinya seberat semut hitam dari kesombongan.� �Kemulyaan itu pakaianKu dan sombong itu selendangKu, maka barang siapa menandingiKu tentang sesuatu dari keduanya, maka pasti Aku menyiksanya.�
8. Senang dipuji
Jika seseorang itu senang dipuji atas perbuatannya yang baik maka syetan akan meneruskan rasa senang dipuji itu sampai timbul ujub terhadap dirinya, merasa pol sendiri, meremehkan orang lain. Maka dari itu Nabi menilai orang yang memuji temannya sama halnya dengan memotong lehernya. �Dari Abi Bakroh : sesungguhnya ada seseorang disebut-sebut di sisi Nabi Shollallohu �Alaihi Wasallam, lantas seseorang yang lain memuji kepadanya, maka Nabi bersabda : kasihanilah dirimu, engkau telah memotong leher temanmu (beliau berkata begitu berulang-ulang), jika salah satu dari kalian tidak bisa tidak kecuali mesti memuji, maka katakanlah aku menyangka begini-begini walaupun dia melihat memang demikian dan penghitung sebenarnya adalah Alloh dan tidak boleh menganggap suci seseorang atas Alloh.�
9. Pamer
Sesungguhnya riya` (pamer) itu salah satu pintu dari beberapa pintu dimana syetan masuk dari padanya ke dalam hati seseorang, maka dari itu wajib bagi seorang muslim yang menginginkan mendapat surga dan selamat dari neraka untuk menyaring hatinya jangan sampai ada niat yang berubah dari karena Alloh menjadi karena selain Alloh (salah niat). Amalannya juga supaya diteliti terus jangan sampai dicampuri dengan kerancuan riya`, kalau ada harus segera dibersihkan. Riya` ialah berpalingnya hati dari karena Alloh menjadi karena selain Alloh atau karena dunia atau karena ingin dipuji oleh manusia dll. Maka dari itu riya� termasuk syirik kecil. Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam bersabda : �Sesungguhnya lebih mengkhawatirkannya barang yang aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil. Mereka berkata : apakah syirik kecil itu wahai rosululloh. Beliau menjawab : syirik kecil adalah riya`. Alloh Azza wa Jalla berfirman ketika Dia membalas manusia : pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian pameri di dunia dan lihatlah apakah mereka bisa membalas amal kalian.� Ketahuilah syetan mengajak kepadamu untuk meninggalkan suatu amalan Jika dia tidak berhasil maka syetan mengajak untuk berbuat riya`. Kalau ini juga tidak berhasil maka seseorang yang sudah mukhlis lillahi karena Alloh itu dibayang-bayangi seolah-olah amalannya masih bercampur riya`, sehingga seseorang itu putus asa dan tidak beramal, untuk itu berhati-hatilah terhadap usaha syetan ini.
10. Merasa pol sendiri.
Merasa pol sendiri itu bisa timbul karena dia orang yang sehat jarang sakit, orang yang kuat jarang kalah dengan teman-temannya, orang yang cerdas, cerdik, pandai menyelesaikan masalah yang sulit. Merasa pol sendiri bisa juga timbul karena dia turunan bangsawan atau turunan Hasan Husein, padahal Nabi bersabda : �Wahai Fatimah beramallah (sendiri), karena aku tidak mencukupi kamu dari Alloh sedikitpun.� Ada lagi orang yang ujub karena merasa banyak anak, keluarga, famili, banyak harta. Padahal Alloh berfirman : �Di hari seseorang lari dari saudaranya, ibunya, bapaknya, istrinya, anaknya. Bagi tiap-tiap seseorang dari mereka di hari itu ada sesuatu yang mencukupinya.� �Wahai manusia, kalian adalah orang-orang yang membutuhkan kepada Alloh, dan Alloh itu Dzat yang mencukupi dan terpuji.� Ada orang yang merasa pol sendiri kerena ibadahnya yang mempeng. Masruq berkata : � Cukup bagi seseorang sebagai orang pandai jika takut kepada Alloh dan cukup bagi seseorang sebagai orang bodoh jika dia merasa pol sendiri dengan amalnya.� Berkata Umar : sesungguhnya termasuk sebaik-baik tobatmu bahwa kamu mengerti dosamu dan termasuk sebaik-baik amalmu kamu menarik ujubmu dan termasuk sebaik-baik syukurmu bahwa kamu mengerti kekuranganmu. Berkata Bukhori, berkata Ibnu Abi Mulaikah : aku menjumpai 30 shohabat Nabi, semuanya khawatir dalam dirinya ada nifaq (R. Bukhori). Untuk itu kelebihan apa saja yang ada pada diri seseorang seperti kesehatan, kekuatan, ilmu, kecerdasan, kecerdikan, keahlian dalam menyelesaikan masalah, nasab yang luhur, harta benda, anak, orang tua, keluarga, kekayaan, kemampuan beribadah yang pol, semuanya supaya disadari semat-mata sebagai peparing Alloh yang harus selalu disyukuri bukan malah untuk membanggakan diri yang akhirnya bisa menghabiskan amalnya sendiri.
11. Susah gelisah yang berkepanjangan.
Susah, gelisah, menyesali keadaan, selalu mengingat-ingat kepada musibah yang menimpa dirinya, meratapi kesusahan yang datang bertubi-tubi adalah merupakan salah satu tempat masuknya syetan agar manusia menggerutu terhadap qodar yang ada kemudian menjadi putus asa dan kufur akhirnya mati masuk neraka. Maka dari itu adanya musibah, kesusahan-kesusahan, kegelisahan-kegelisahan, supaya dihadapi dengan sabar, istirja� dan yakin bahwa Alloh akan mengganti yang lebih baik. Nabi bersabda : �Barang siapa yang Alloh menghendaki akan mendapatkan yang lebih baik maka Alloh memusibahi kepadanya.� �Tidak menimpa kepada seorang muslim dari kepayahan, sakit, susah, sedih dan sesuatu yang menyakiti sehingga duri yang mengenainya kecuali Alloh pasti melebur dosa-dosanya.�
12.Mengikuti hawa nafsu
Mengikuti hawa nafsu juga termasuk tempat masuknya syetan dalam menyesatkan manusia. Alloh berfirman : �Dan jangan kamu ikuti hawa nafsu maka ia akan menyesatkan dari jalan Alloh.� �Telah diriwayatkan sesungguhnya Iblis berkata : aku telah merusak mereka dengan dosa-dosa maka mereka merusak kepadaku dengan istighfar, maka ketika aku melihat yang demikian akupun merusak mereka dengan hawa nafsu maka mereka menyangka dapat petunjuk lantas mereka tidak istighfar.� �Sesungguhnya aku khawatir kepada kalian terhadap keinginan-keinginan yang sesat dalam perut kalian dan farji kalian dan hawa nafsu yang menyesatkan.�
13. Sangka buruk
Suudhon juga merupakan tempat masuknya syetan ke dalam diri seseorang agar satu dengan yang lain saling curiga mencurigai hingga timbul pertikaian, perselisihan, perkelahian antar sesama muslim sehingga kerukunan dan kekompakan sebagai ciri khas orang iman bisa rusak. Untuk itu kita jangan sampai berbuat suudhon. Alloh berfirman : �Jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan bergunjing sebagian dari kalian terhadap sebagiannya.�
14. Meremehkan sesama muslim.
Meremehkan sesama orang iman, menghina kepada sesama orang iman termasuk jebakan-jebakan iblis yang dari padanya dia masuk merusak orang iman. Untuk itu kita harus kembali pada sabda Rosululloh Shollallohu �Alaihi Wasallam : �Cukup bagi seseorang termasuk jahat bahwa dia meremehkan saudaranya yang islam.� Alloh berfirman : �Wahai orang yang beriman, janganlah suatu kaum menghina kaum yang lain barang kali mereka malah lebih baik daripada yang menghin,a begitu pula wanita yang satu tidak boleh menghina yang lain barang kali mereka lebih baik dari pada yang menghina.�
15.Meremehkan dosa
Meremehkan dosa adalah salah satu tempat masuknya syetan ke dalam diri seseorang. Syetan akan mengatakan ini kan cuma dosa kecil tidak apa-apa, ini ringan saja, akhirnya seseorang melakukan dosa kecil itu dengan mudah, sehingga menumpuk dan merusak sama sekali. Sabda Rosululloh : �Jauhilah dosa-dosa kecil karena perumpamaan dosa kecil itu seperti kaum yang turun di dalam jurang maka datang ini dengan sepotong kayu dan ini dengan sepotong kayu sehingga mereka membawa kayu yang dengan kayu itu mereka bisa mematangkan roti mereka. Sesungguhnya dosa kecil, kapan pelakunya diambil dengan membawa dosa kecil tersebut, maka dosa kecil tersebut pasti merusaknya.�
16. Merasa aman dari siksa Alloh
Ada orang yang selalu berbuat maksiat jika diingatkan dia menjawab Alloh ghofururrohim, seolah-olah dengan ucapan itu dia telah terbebas dari siksaan Alloh, dia tidak merasa menyesali atas perbuatannya bahkan dia merasa bangga dengan pelanggaran-pelanggarannya. Inilah type orang yang merasa aman dari siksa Alloh, dia itulah orang yang telah melakukan dosa besar. Syetan selalu menghiasi amalnya dengan bermacam-macam hiasan sehingga orang tersebut sampai mati merasa tidak akan menghadapi pengadilan yang berat. Untuk itu kita supaya selalu ingat bahwa hidup kita di akhirat nanti itu membutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh. Surga tidak bisa dibeli dengan harga murah. Nabi bersabda : �Sesungguhnya dagangan Alloh itu mahal dan ketahuilah dagangan Alloh itu adalah surga.�
17. Putus asa dari rohmat Alloh
Syetan masuk ke dalam diri manusia melalui putus asa dari rohmat Alloh. Seseorang dibayang-bayangi oleh syetan, dosamu sudah amat banyak tidak mungkin kamu bisa diampuni, lebih baik kamu lakukan apa saja di dunia toh nanti di akhirat kamu pasti masuk neraka. Dengan rayuan iblis yang begitu akhirnya banyak manusia yang putus asa dari bertaubat dan mati tetap masuk neraka, padahal Alloh berfirman : �Katakanlah Muhammad, wahai hamba-hambaku yang melanggar yang memberatkan atas dirinya, jangan berputus asa kalian dari rohmat Alloh, sesungguhnya Alloh mengampuni semua dosa-dosa, sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.� Inilah tempat masuknya syetan ke dalam diri manusia yang harus selalu kita cermati dan kita waspadai agar kita tidak masuk ke dalam jebakan mereka, menjadi manusia yang dikuasai oleh Iblis dan mati masuk neraka.
Sumber: www.jokam.com
http://lggl.wordpress.com/2009/04/25/17-jalan-iblis-syetan-merusak-manusia/
Senin, 28 Juni 2010
Ibadah yang benar?
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. 51:56)
- A. IBADAH DALAM ISLAM DAN SYARAT DITERIMANYA IBADAH
Ibadah menurut terminologi Islam adalah setiap aktivitas Muslim yang dilakukan ikhlash hanya karena Allah, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Islam memiliki konsep ibadah yang integral. Artinya ibadah dalam Islam tidak hanya sebatas yang berbentuk “syi’ar” yang utama yang tercantum dalam rukun Islam yang lima. Namun mencakup semua aktifitas yang terkait dengan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, seperti dalam firman-Nya : “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Robbul ‘alamin” (QS. 6: 162)
Bentuk lain dari integritas ibadah dalam Islam mencakup lisan, hati, pemikiran/aqal dan anggota tubuh lainnya, salah satu contohnya ialah ibadah sholat.
Disamping itu, ibadah dalam Islam harus dikerjakan dengan :
- Ikhlash, semata-mata mengharap ridha Allah SWT
“Mereka tidak diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah, seraya mengikhlashkan diri-Nya dalam (menjalankan) islam., supaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah dien yang lurus.” (QS. 98: 5)
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya amal-amal itu hanya tergantung kepada niatnya …”
- Mahabbah dan Thoat (penuh rasa cinta dan tunduk)
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan Ilah-Ilah tandingan selain Allah. Mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang benar-benar beriman, mereka lebih mencintai Allah …” (QS. 2 : 165)
QS. 9 : 24
- Sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW
“Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah pasti mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3 : 31)
“Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat” (al-hadits)
“Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak menurut perintah kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
- Istiqomah
“Hendaklah kamu istiqomah seperti yang diperintahkan.” (QS. 11 : 112)
- Iqtishod, artinya dilakukan berdasarkan fitrah, sesuai dengan kapasitas dan tidak memisahkan antara yang satu dengan yang lain.
Aisyah meriwayatkan : “Ketika Rasulullah SAW masuk ke rumahnya, disampingnya ada seorang wanita, Rasul bertanya, “Siapakah wanita itu?” Aisyah menjawab : “Fulanah” sambil menyebutkan shalat yang dilakukannya. Lalu Rasulullah brkata : “Jangan begitu!Kamu lakukan sesuai kemampuanmu. Demi Allah, Dia tidak akan bosan (memberimu ganjaran pahala) sehingga kamu bosan (melakukan ibadah). Ajaran Islam yang paling dicintai-Nya ialah yang dilakukan dengan konsisten.” (Muttafaqun ‘alaih)
- BUAH DARI IBADAH
Ibadah yang benar pasti melahirkan buah dan hasil yang dapat dirasakan di dunia dan juga di akhirat kelak. Diantaranya :
- Taqwa
“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. 2 : 21)
- Terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
“Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu dari kitab itu. Dan tegakkanlah sholat, karena sholat itu mencegah dari praktek keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (dengan sholat) lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa saja yang kamu kerjakan.”(QS. 29 : 45)
- Diri dan harta menjadi suci (tazkiyatun nafs)
“Ambillah sebagian harta mereka sebagai zakat yang akan menyucikan diri mereka dan harta mereka dan berdo’alah untuk mereka, karena do’amu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. 9 : 103)
- Diri, fisik, dan psikis menjadi sehat.
”Dan orang-orang yang beriman itu, hatinya menjadi tenang dengan berdzikir kepada Allah itu menyebabkan hati menjadi tenang.”(QS. 13 : 28)
Rasulullah SAW bersabda : “Berpuasalah kamu, kamu menjadi sehat.”
- Dimudahkan rezekinya dan anak keturunan menjadi banyak.
“Maka Aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun (istighfar) kepada Allah, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia menurunkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan sungai-sungai.” (QS. 71 : 10-12)
- Meraih syurga dan dipelihara dari siksaan api neraka
QS. 3 : 15-17
Ibadah menurut pandangan Islam ialah sikap pasrah dan tunduk total kepada semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Lebih dari itu ibadah dalam pandangan Islam merupakan refleksi syukur pada Allah SWTatas segala ni’matnya yang timbul dari dalam lubuk hati yang dalam dan didasari kepahaman yang benar. Pada gilirannya, ibadah tidak lagi dipandang semata-mata sebagai kewajiban yang memberatkan, melainkan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan.
Sebab itu, tidak heran ketika Aisyah Ummul Mu’minin bertanya kepada Rasul yang sedang asyik beribadah di malam hari, sehingga kaki beliau terlihat membengkak. Padahal segala dosa beliau baik yang lalu maupun yang akan datang sudah diampuni Allah. Apa jawaban beliau? “Mengapa aku tidak menjadi hamba-Nya yang bersyukur”.
(Semoga kita termasuk ke dalam umatnya yang pandai bersyukur, ya …)
C. NIAT YANG IKHLAS ADALAH DASAR PENERIMAAN AMAL
“Meninggalkan amal karena manusia adalah ria, sedang beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas menyelamatkanmu dari kedua penyakit tersebut.”
Keberadaan niat harus disertai pembebasan dari segala keburukan, nafsu dan keduniaan, harus ikhlas karena Allah, agar amal-amal itu diterima di sisi Allah.
Al-Fudhail bin Iyadh berkata,”Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka dia tidak diterima, sehingga ia ikhlas dan benar. Yang ikhlas artinya amal itu dikerjakan karena Allah, dan yang benar jika amal itu dilakukan berdasarkan Sunah.”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, “Perkataan tidak bermanfaat kecuali dengan amal. Perkataan dan amal tidak bermanfaat kecuali dengan niat. Perkataan, amal dan niat tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan Sunnah.”
Dari pembahasan diatas terlihat bahwa niat adalah ruh amal. Niat pula yang mengarahkan kemana amal akan ditujukan. Niat itu bergantung pada akidah dan nilai yang diyakininya. Selain itu pengetahuan, pemahaman, dan pengalamannya terhadap sesuatu juga mempengaruhi niat. Faktor lain yang juga tak kalah kuatnya adalah pengaruh dari lingkungan sekitar.
Apakah itu makna ikhlash? Ikhlash adalah jika pendorong iradahnya dalam hati berupa dorongan agama yang mampu menaklukan pendorong hawa nafsu, lebih mementingkan dan mengharapkan apa yang ada disisi Allah daripada apa yang ada di sisi manusia. (QS. 6 : 162-163)
Seorang Muslim yang ikhlash ketika beramal dalam dirinya hanya ada satu orientasi dan ghayah (tujuan) yaitu meniti jalan yang membawanya menuju kepada keridhoaan Allah. Seperti halnya seorang budak maka manusia yang ikhlas adalah budak yang memiliki satu tuan. Ia akan berusaha melakukan perbuatan yang membuat tuannya ridha dan menjauhi apa yang akan membuat tuannya murka. Amal yang dilakukan dengan keikhlasan akan berlangsung berkesinambungan karena keikhlasan akan memberikan kekuatan kepada seorang mukmin untuk terus beramal, pantang mundur dan tidak bermalas-malasan.
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan oleh setiap manusia dalam membentuk keikhlasan, diantaranya :
- Hendaknya dalam diri seorang mukmin harus lahir sikap konsisten dan integral. Artinya ada kesesuaian antara apa yang ada dalam batinnya dengan yang tampak.
- Hendaknya ia menganggap sama antara pujian manusia dan celaan mereka.
Bagi orang yang ikhlas, pujian hanya pantas untuk Allah saja, karena Dialah yang Maha Sempurna. Begitupun dengan celaan, bagi mereka celaan manusia akan tetap ada walaupun di sisi Allah mereka terpuji. Kita melihat bagaimana Rasul SAW tetap giat beramal dalam kondisi apappun dan berlaku baik pada semua orang baik yang mencelanya maupun yang memujinya.
- Tidak memandang amal ikhlasnya
Saat kita merasa diri kita sudah beramal dengan ikhlas saat itu pulalah akan muncul penyakit hati berupa ‘ujub (mengagumi diri sendiri), lebih jauh akan jatuh kepada takabbur.
Ada baiknya kita perhatikan kalimat dari Abu Ayyub as Susy,”Selagi mereka melihat ikhlasnya sudah cukup maka ikhlas mereka itu masih membutuhkan ikhlas lagi.”
- Tidak merasa aman dengan amalnya.
Dalam diri kita harus senantiasa hadir perasaan bahwa amal yang dilakukannya tidak sanggup menutupi ni’mat yang sudah diberikan oleh Allah SWT sekecil apapun ni’mat itu. Kita harus menyadari bahwa kesempatan untuk beramal hanya datang dari Allah.
- Khawatir akan menyusupnya riya’ dan hawa nafsu ke dalam jiwa, sementara dia tidak merasakannya.
Secara sadar kita harus mengetahui bahwa syaithan memiliki seribu macam cara untuk menggelincirkan manusia. Bila ia tidak mampu menggiring seorang mukmin kepada kedurhakaan perbuatan secara dzahir maka ia akan mencoba menyeretnya ke dalam kedurhakaan batin dari amal-amal yang dilakukan mukmin tersebut.
Minggu, 27 Juni 2010
Efek Samping BlackBerry
2. Waktu BAB jadi tambah lama. Padahal isinya udah kosong tapi tetep aja nongkrong.
3. Tidur miring nungguin pasangan sambil di tangan. Kejar target ngabisin baca email.
4. Suka gak jelas senyum-senyum sendiri.
5. Gak konsen kerja/ngaji/ibadah yang lain (baca : Ng-4).
6. Bangun pagi yang pertama dicari BlackBerry dulu bukan yang lain.
7. Jadi jarang marah tapi jadi sering dimarahin orang karena diajak ngobrol gak nyambung. Termasuk dengan istri!
8. Kalo di tempat umum suka panik nyari stop kontak. Batere sekarat.
9. Sering lupa mencet tombol lift. Harusnya naik malah turun. Belum lagi kebablasan lantainya.
10. Kalo ngantri di bank pake nomor antrian, pas dipanggil di speaker gak denger. Pas kepala liat monitor kaget. Waks! Harus ambil antrian ulang. Tapi tetep tenaaaaang.
11. Langganan koran dan majalah (Nuansa?)masih tertumpuk rapi tak terbaca.
12. Sering kejedug karena kalo jalan mata tertuju ke layar BlackBerry.
13. Bikin tangan ga pernah kosong. Walaupun ga chatting, tetep aja BlackBerry di tangan! Ga bisa taro di kantong, tas.. uda settingannya gitu. BlackBerry kejahit di tangan
14. Kalau ketinggalan dompetgak panik, bahkan mungkin pacar/istri ketinggalan? Santai, bisa naik Taksi sendiri. Tapi kalau ketinggalan blackberry, Gaswat!
15. Ditanya no identitas, langsung nyebutin no PIN.
16. Mau tidur, ganti status BlackBerry messenger: "Tidur dulu aahh...zzz.. .zzz."
17. Mengalami kapalan di ujung jari.
Jumat, 25 Juni 2010
Nusyuz Pembangkangan Terhadap Perintah Alloh, Bukan terhadap Perintah Suami
Bagaimana konsep nusyuz dalam Islam?
Secara harfiyah nusyuz adalah membangkang atau tidak tunduk pada Tuhan. Dalam Islam, tidak ada ketundukan selain hanya pada Tuhan. Tapi sayangnya pemahaman di masyarakat sudah salah. Nusyuz selalu dipahami sebagai pembangkangan isteri terhadap suami. Lebih fatal lagi, istilah nusyuz sering dikaitkan dengan urusan seksual. Itu kan sudah keliru banget. Semestinya nusyuz yang berasal dari akar kata al-nasyaz secara lughawi adalah membangkang terhadap perintah Tuhan, jadi bukan terhadap suami. Di antara perintah Tuhan adalah keharusan untuk tidak menyakiti hati sesama manusia, apalagi menyakiti hati pasangan yang pada prinsipnya merupakan belahan jiwa kita. Karena itu menyakiti hati isteri atau suami, baik melalui ucapan maupun perbuatan, adalah nusyuz.
Pemahaman yang berkembang, nusyuz sering diartikan sebagai perempuan yang lari atau keluar dari rumah, tanpa izin suami. Atau dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah isteri ‘purik’. Dengan kata lain isteri yang ‘purik’ disebut sebagai nusyuz. Bagaimana pendapat Ibu?
Banyak istilah di masyarakat harus dicermati ulang. Sebab, istilah tersebut seringkali merupakan ungkapan stereotipe dan mengandung bias gender. Istilah purik dalam budaya Jawa, misalnya. Apakah isteri yang purik itu dapat disebut nusyuz atau tidak, sangat tergantung pada motifnya, mengapa isteri itu lari. Kalau dia lari tanpa sebab sedangkan suaminya pun memperlakukan dia dengan penuh tanggung jawab, hak-haknya sebagai isteri telah dipenuhi dengan baik, maka dia boleh disebut nusyuz.Akan tetapi, jika dia lari karena dianiaya suami atau anggota keluarga lain di rumah, berarti dia mengalami KDRT. Dalam konteks ini, justru suami yang menelantarkannya itu yang disebut nusyuz. Karena itu, semua pelabelan negatif terhadap isteri atau suami yang selama ini sudah dianggap benar perlu dikritisi ulang sehingga terbangun ajaran Islam yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, yakni ajaran yang ramah terhadap perempuan.
Mengenai nusyuz sendiri, al-Quran telah menjelaskannya, yaitu dalam QS. An-Nisa ayat 34 dan 128, komentar ibu?
Justru dalam surat an-Nisa ayat 128 itu disebutkan nusyuz suami. Pemahaman yang berkembang di masyarakat sudah mengalami distorsi dan menyalahi apa yang ada di ayat tersebut. Dalam pengertian Islam, nusyuz itu adalah ketidaktaatan pada perintah Tuhan. Tapi dalam masyarakat kita, nusyuz dipahami sebagai ketidaktaatan isteri pada suami. Dari pembangkangan terhadap Tuhan menjadi pembangkangan terhadap suami, itu kan beda sekali.
Kalau kita kembali pada an-Nisa 128, nusyuz dalam ayat itu justru dikenakan pada laki-laki. Bahwa laki-laki harus takut pada Tuhan. Demikian juga isteri harus takut pada Tuhan, bukan takut pada suami. Refleksi dari rasa takut kepada Tuhan itu adalah berbuat baik terhadap pasangan. Suami berbuat baik terhadap isterinya, sebaliknya isteri pun demikian. Keduanya, suami-isteri berusaha seoptimal mungkin untuk selalu mengedepankan sikap terbaik kepada pasangannya dengan keyakinan bahwa itulah perintah Allah kepada manusia dalam kehidupan perkawinan. Perintah Allah itu terumuskan dalam kalimat yang singkat tapi padat, yaitu mu’asyarah bil ma’ruf.
Persoalannya, penyelesaian nusyuz menimbulkan dampak yang merugikan perempuan.
Itulah distorsinya. Karena pemahaman masyarakat itu dibangun dengan paradigma yang subordinatif dan memarjinalkan perempuan, maka efeknya hanya diterapkan pada perempuan. Bahkan dalam UU Perkawinan kita, nusyuz hanya untuk perempuan. Silakan baca undang-undang perkawinan dalam KHI, bahwa nusyuz hanya melekat pada perempuan. Jadi tidak salah jika dikatakan bahwa pasal tentang nusyuz dalam KHI itu bertentangan dengan al-Quran.
Kembali ke al-Quran, ada proses penyelesaian yang berbeda dalam hal nusyuz. Kalau perempuan yang nusyuz; pertama, dinasehati, pisah ranjang, sampai kemudian boleh dipukul. Sedangkan kalau pihak suami yang nusyuz, maka cukup dengan berdamai saja. Bagaimana menurut Ibu?
Apa yang dimunculkan dalam al-Quran adalah hasil rekaman yang bersifat khabariyah dan bukan perintah. Itu merupakan rekaman sosiologis masyarakat Arab pada saat itu. Pertanyaannya adalah apakah ayat-ayat yang sifatnya khabariyah seperti ini harus diterapkan? Menurut saya tidak. Banyak ayat lain yang sifatnya khabariyah itu yang tidak perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi menurut saya, ayat tersebut adalah ayat khabariyah yang berarti bukan ayat perintah. Kedua, memang betul ada kalimat perintah dalam ayat 34 an-Nisa: wadhribûhunna dari kata dharaba. Persoalannya, mengapa kata itu diartikan “pukullah”, sementara dalam analisa semantik kata dharaba tidak selamanya bermakna memukul. Kata itu memiliki banyak arti, antara lain: “memberi contoh”, “mendidik”, bahkan juga dapat berarti “bersetubuh”. Pertanyaannya, mengapa dipilih makna memukul, bukan makna yang lain? Artinya, terjemahan ayat itu saja sudah mengandung bias kepentingan. Kepentingan siapa yang dibela di sana? Itu yang harus kita pahami.
Penerepannya bagaimana? Dalam konteks fikih, masyarakat masih berpegang pada konsep seperti itu?
Apa yang muncul dalam kitab-kitab fikih itu adalah upaya ijtihad secara optimal dari para ulama di masa lampau dalam rangka merespon persoalan sosial yang mereka hadapi. Tentu saja respon mereka dalam bentuk ijtihad itu sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-historis dan sosio-politis pada masanya. Sekaligus juga merekam tatanan budaya pada masa itu. Tentu saja kita sebagai generasi yang datang kemudian harus tetap respek pada hasil ijtihad ulama terdahulu dalam bentuk pemikiran fikih tersebut. Namun, respek tidak berarti kita harus menerima sepenuhnya, tanpa kritis sedikit pun. Buat saya, sejumlah pandangan fikih, khususnya soal nusyuz dan relasi suami-isteri tidak relevan lagi untuk diterapkan pada saat ini. Kita perlu ijtihad.
Satu hal yang ingin saya katakan ketika berbicara mengenai nusyuz, bahwa kita tidak bisa memahami nusyuz dengan baik tanpa memahami terlebih dahulu hakikat perkawinan dalam Islam. Kita harus memahami dengan baik hakikat perkawinan dalam Islam. Baru setelah itu, kita masuk pada persoalan assesoris, seperti nusyuz ini.
Harusnya seperti apa?
Mulai dari memahami hakikat perkawinan dalam Islam. Bahwa perkawinan harus dibangun di atas lima prinsip dasar: Pertama, prinsip mîtsâqan ghalîzhan (komitmen yang amat serius). Perkawinan adalah komitmen antara dua orang yang memiliki kesederajatan yang berjanji untuk membentuk keluarga sakinah dengan penuh ridha Allah. Kedua, prinsip mawaddah wa rahmah (cinta kasih yang tak mengenal batas). Ketiga, prinsip mu’âsyarah bil ma’rûf (berbuat santun dan terpuji, serta jauh dari segala bentuk kekerasan). Keempat, prinsip al-musâwah (kesederajatan); dan kelima, prinsip monogami. Dalam konteks seperti ini, siapa yang menyimpang dari prinsip-prinsip tersebut dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Siapa yang melakukan penyimpangan terhadap prinsip-prinsip ijab kabul itu, maka itulah nusyuz. Penyimpangan terhadap komitmen bersama ini berarti penyimpangan terhadap perintah Tuhan.
Mengapa menjadi penyimpangan terhadap perintah Tuhan?
Sebab, prinsip-prinsip yang disebutkan tadi pada hakikatnya merupakan perintah Tuhan. Melanggar prinsip tersebut berarti penyimpangan terhadap perintah Tuhan.
Bagaimana menjadikan kon-sep nusyuz agar sesuai dengan maksud Islam dan tidak bias jender?
Ada tiga hal yang perlu dilakukan, pertama melakukan upaya-upaya re-konstruksi budaya. Mengubah budaya yang sudah melekat di masyarakat kita, ya seperti tadi bahwa nusyuz itu adalah ketidaktaatan kepada suami. Pemahaman seperti ini harus diubah. Mengubahnya harus melalui pendidikan, mulai dari pendidikan dalam keluarga, orang tua memberi contoh pada anak-anak; selanjutnya pendidikan formal di sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Buku pelajaran agama berkaitan dengan isu ini harus direvisi sehingga anak-anak didik lebih memahami aspek humanisme Islam. Kedua, merevisi undang-undang perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam. Ketiga, adalah re-interpretasi ajaran agama, yaitu mere-interpretasi pengertian nusyuz dengan mengembalikan maknanya seperti yang dimaksudkan Islam. Tiga hal itu yang harus dilakukan secara bersama-sama untuk membangun makna nusyuz yang sesuai dengan ajaran Islam yang sungguh-sungguh menghargai manusia dan kemanusiaan.
Apakah nusyuz juga diterap-kan di negera muslim yang lain?
Dalam undang-undang keluarga di beberapa negara Islam tidak menyebutkan soal nusyuz. Namun di negara, seperti Maroko dan Tunisia nusyuz diberlakukan bagi suami dan isteri. Undang-undang perkawinan di negara Islam umumnya menyebutkan proteksi yang kuat terhadap hak isteri dan anak-anak.
Bagaimana penyelesaian nusyuz suami di negara seperti Maroko dan Tunisia tersebut?
Penyelesaiannya kalau nusyuz dilakukan suami maka sang isteri bisa melakukan khulu’ (gugat cerai). Tetapi di Indonesia, perempuan bisa menggugat cerai karena sebab-sebab tertentu, misalnya KDRT tapi sang suami tidak dikatakan nusyuz.
Terakhir, apa pesan Ibu untuk menciptakan keluarga sakinah mawadddah wa rahmah?
Buat saya begini, setiap muslim harus memahami ajaran Islam dengan baik. Setiap muslim harus memahami terlebih dahulu tujuan beragama itu apa? Bahwa agama datang untuk memanusiakan manusia. Artinya, dengan menaati ajaran agama, menjadikan manusia lebih jinak—dalam makna beradab—, tidak liar dan biadab. Yang tadinya mata kita liar, pikiran kita liar, syahwat kita liar, lalu dengan taat beragama kita menjadi lebih beradab. Indikasinya, mata, pikiran dan syahwat kita lebih terkendali. Itulah inti dari hadis Nabi yang berbunyi: al-Muslimu man salima almuslimîna min lisânihi wa yadihi. Artinya: Muslim sejati adalah seseorang yang dapat melindungi orang lain dari kejahatan ucapan dan perilakunya. Sungguh indah ajaran Islam.
Nusyuz Pembangkangan Terhadap Perintah Tuhan, Bukan terhadap Perintah Suami
Bagaimana konsep nusyuz dalam Islam?
Secara harfiyah nusyuz adalah membangkang atau tidak tunduk pada Tuhan. Dalam Islam, tidak ada ketundukan selain hanya pada Tuhan. Tapi sayangnya pemahaman di masyarakat sudah salah. Nusyuz selalu dipahami sebagai pembangkangan isteri terhadap suami. Lebih fatal lagi, istilah nusyuz sering dikaitkan dengan urusan seksual. Itu kan sudah keliru banget. Semestinya nusyuz yang berasal dari akar kata al-nasyaz secara lughawi adalah membangkang terhadap perintah Tuhan, jadi bukan terhadap suami. Di antara perintah Tuhan adalah keharusan untuk tidak menyakiti hati sesama manusia, apalagi menyakiti hati pasangan yang pada prinsipnya merupakan belahan jiwa kita. Karena itu menyakiti hati isteri atau suami, baik melalui ucapan maupun perbuatan, adalah nusyuz.
Pemahaman yang berkembang, nusyuz sering diartikan sebagai perempuan yang lari atau keluar dari rumah, tanpa izin suami. Atau dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah isteri ‘purik’. Dengan kata lain isteri yang ‘purik’ disebut sebagai nusyuz. Bagaimana pendapat Ibu?
Banyak istilah di masyarakat harus dicermati ulang. Sebab, istilah tersebut seringkali merupakan ungkapan stereotipe dan mengandung bias gender. Istilah purik dalam budaya Jawa, misalnya. Apakah isteri yang purik itu dapat disebut nusyuz atau tidak, sangat tergantung pada motifnya, mengapa isteri itu lari. Kalau dia lari tanpa sebab sedangkan suaminya pun memperlakukan dia dengan penuh tanggung jawab, hak-haknya sebagai isteri telah dipenuhi dengan baik, maka dia boleh disebut nusyuz.Akan tetapi, jika dia lari karena dianiaya suami atau anggota keluarga lain di rumah, berarti dia mengalami KDRT. Dalam konteks ini, justru suami yang menelantarkannya itu yang disebut nusyuz. Karena itu, semua pelabelan negatif terhadap isteri atau suami yang selama ini sudah dianggap benar perlu dikritisi ulang sehingga terbangun ajaran Islam yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, yakni ajaran yang ramah terhadap perempuan.
Mengenai nusyuz sendiri, al-Quran telah menjelaskannya, yaitu dalam QS. An-Nisa ayat 34 dan 128, komentar ibu?
Justru dalam surat an-Nisa ayat 128 itu disebutkan nusyuz suami. Pemahaman yang berkembang di masyarakat sudah mengalami distorsi dan menyalahi apa yang ada di ayat tersebut. Dalam pengertian Islam, nusyuz itu adalah ketidaktaatan pada perintah Tuhan. Tapi dalam masyarakat kita, nusyuz dipahami sebagai ketidaktaatan isteri pada suami. Dari pembangkangan terhadap Tuhan menjadi pembangkangan terhadap suami, itu kan beda sekali.
Kalau kita kembali pada an-Nisa 128, nusyuz dalam ayat itu justru dikenakan pada laki-laki. Bahwa laki-laki harus takut pada Tuhan. Demikian juga isteri harus takut pada Tuhan, bukan takut pada suami. Refleksi dari rasa takut kepada Tuhan itu adalah berbuat baik terhadap pasangan. Suami berbuat baik terhadap isterinya, sebaliknya isteri pun demikian. Keduanya, suami-isteri berusaha seoptimal mungkin untuk selalu mengedepankan sikap terbaik kepada pasangannya dengan keyakinan bahwa itulah perintah Allah kepada manusia dalam kehidupan perkawinan. Perintah Allah itu terumuskan dalam kalimat yang singkat tapi padat, yaitu mu’asyarah bil ma’ruf.
Persoalannya, penyelesaian nusyuz menimbulkan dampak yang merugikan perempuan.
Itulah distorsinya. Karena pemahaman masyarakat itu dibangun dengan paradigma yang subordinatif dan memarjinalkan perempuan, maka efeknya hanya diterapkan pada perempuan. Bahkan dalam UU Perkawinan kita, nusyuz hanya untuk perempuan. Silakan baca undang-undang perkawinan dalam KHI, bahwa nusyuz hanya melekat pada perempuan. Jadi tidak salah jika dikatakan bahwa pasal tentang nusyuz dalam KHI itu bertentangan dengan al-Quran.
Kembali ke al-Quran, ada proses penyelesaian yang berbeda dalam hal nusyuz. Kalau perempuan yang nusyuz; pertama, dinasehati, pisah ranjang, sampai kemudian boleh dipukul. Sedangkan kalau pihak suami yang nusyuz, maka cukup dengan berdamai saja. Bagaimana menurut Ibu?
Apa yang dimunculkan dalam al-Quran adalah hasil rekaman yang bersifat khabariyah dan bukan perintah. Itu merupakan rekaman sosiologis masyarakat Arab pada saat itu. Pertanyaannya adalah apakah ayat-ayat yang sifatnya khabariyah seperti ini harus diterapkan? Menurut saya tidak. Banyak ayat lain yang sifatnya khabariyah itu yang tidak perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi menurut saya, ayat tersebut adalah ayat khabariyah yang berarti bukan ayat perintah. Kedua, memang betul ada kalimat perintah dalam ayat 34 an-Nisa: wadhribûhunna dari kata dharaba. Persoalannya, mengapa kata itu diartikan “pukullah”, sementara dalam analisa semantik kata dharaba tidak selamanya bermakna memukul. Kata itu memiliki banyak arti, antara lain: “memberi contoh”, “mendidik”, bahkan juga dapat berarti “bersetubuh”. Pertanyaannya, mengapa dipilih makna memukul, bukan makna yang lain? Artinya, terjemahan ayat itu saja sudah mengandung bias kepentingan. Kepentingan siapa yang dibela di sana? Itu yang harus kita pahami.
Penerepannya bagaimana? Dalam konteks fikih, masyarakat masih berpegang pada konsep seperti itu?
Apa yang muncul dalam kitab-kitab fikih itu adalah upaya ijtihad secara optimal dari para ulama di masa lampau dalam rangka merespon persoalan sosial yang mereka hadapi. Tentu saja respon mereka dalam bentuk ijtihad itu sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-historis dan sosio-politis pada masanya. Sekaligus juga merekam tatanan budaya pada masa itu. Tentu saja kita sebagai generasi yang datang kemudian harus tetap respek pada hasil ijtihad ulama terdahulu dalam bentuk pemikiran fikih tersebut. Namun, respek tidak berarti kita harus menerima sepenuhnya, tanpa kritis sedikit pun. Buat saya, sejumlah pandangan fikih, khususnya soal nusyuz dan relasi suami-isteri tidak relevan lagi untuk diterapkan pada saat ini. Kita perlu ijtihad.
Satu hal yang ingin saya katakan ketika berbicara mengenai nusyuz, bahwa kita tidak bisa memahami nusyuz dengan baik tanpa memahami terlebih dahulu hakikat perkawinan dalam Islam. Kita harus memahami dengan baik hakikat perkawinan dalam Islam. Baru setelah itu, kita masuk pada persoalan assesoris, seperti nusyuz ini.
Harusnya seperti apa?
Mulai dari memahami hakikat perkawinan dalam Islam. Bahwa perkawinan harus dibangun di atas lima prinsip dasar: Pertama, prinsip mîtsâqan ghalîzhan (komitmen yang amat serius). Perkawinan adalah komitmen antara dua orang yang memiliki kesederajatan yang berjanji untuk membentuk keluarga sakinah dengan penuh ridha Allah. Kedua, prinsip mawaddah wa rahmah (cinta kasih yang tak mengenal batas). Ketiga, prinsip mu’âsyarah bil ma’rûf (berbuat santun dan terpuji, serta jauh dari segala bentuk kekerasan). Keempat, prinsip al-musâwah (kesederajatan); dan kelima, prinsip monogami. Dalam konteks seperti ini, siapa yang menyimpang dari prinsip-prinsip tersebut dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Siapa yang melakukan penyimpangan terhadap prinsip-prinsip ijab kabul itu, maka itulah nusyuz. Penyimpangan terhadap komitmen bersama ini berarti penyimpangan terhadap perintah Tuhan.
Mengapa menjadi penyimpangan terhadap perintah Tuhan?
Sebab, prinsip-prinsip yang disebutkan tadi pada hakikatnya merupakan perintah Tuhan. Melanggar prinsip tersebut berarti penyimpangan terhadap perintah Tuhan.
Bagaimana menjadikan kon-sep nusyuz agar sesuai dengan maksud Islam dan tidak bias jender?
Ada tiga hal yang perlu dilakukan, pertama melakukan upaya-upaya re-konstruksi budaya. Mengubah budaya yang sudah melekat di masyarakat kita, ya seperti tadi bahwa nusyuz itu adalah ketidaktaatan kepada suami. Pemahaman seperti ini harus diubah. Mengubahnya harus melalui pendidikan, mulai dari pendidikan dalam keluarga, orang tua memberi contoh pada anak-anak; selanjutnya pendidikan formal di sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Buku pelajaran agama berkaitan dengan isu ini harus direvisi sehingga anak-anak didik lebih memahami aspek humanisme Islam. Kedua, merevisi undang-undang perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam. Ketiga, adalah re-interpretasi ajaran agama, yaitu mere-interpretasi pengertian nusyuz dengan mengembalikan maknanya seperti yang dimaksudkan Islam. Tiga hal itu yang harus dilakukan secara bersama-sama untuk membangun makna nusyuz yang sesuai dengan ajaran Islam yang sungguh-sungguh menghargai manusia dan kemanusiaan.
Apakah nusyuz juga diterap-kan di negera muslim yang lain?
Dalam undang-undang keluarga di beberapa negara Islam tidak menyebutkan soal nusyuz. Namun di negara, seperti Maroko dan Tunisia nusyuz diberlakukan bagi suami dan isteri. Undang-undang perkawinan di negara Islam umumnya menyebutkan proteksi yang kuat terhadap hak isteri dan anak-anak.
Bagaimana penyelesaian nusyuz suami di negara seperti Maroko dan Tunisia tersebut?
Penyelesaiannya kalau nusyuz dilakukan suami maka sang isteri bisa melakukan khulu’ (gugat cerai). Tetapi di Indonesia, perempuan bisa menggugat cerai karena sebab-sebab tertentu, misalnya KDRT tapi sang suami tidak dikatakan nusyuz.
Terakhir, apa pesan Ibu untuk menciptakan keluarga sakinah mawadddah wa rahmah?
Buat saya begini, setiap muslim harus memahami ajaran Islam dengan baik. Setiap muslim harus memahami terlebih dahulu tujuan beragama itu apa? Bahwa agama datang untuk memanusiakan manusia. Artinya, dengan menaati ajaran agama, menjadikan manusia lebih jinak—dalam makna beradab—, tidak liar dan biadab. Yang tadinya mata kita liar, pikiran kita liar, syahwat kita liar, lalu dengan taat beragama kita menjadi lebih beradab. Indikasinya, mata, pikiran dan syahwat kita lebih terkendali. Itulah inti dari hadis Nabi yang berbunyi: al-Muslimu man salima almuslimîna min lisânihi wa yadihi. Artinya: Muslim sejati adalah seseorang yang dapat melindungi orang lain dari kejahatan ucapan dan perilakunya. Sungguh indah ajaran Islam.
Apa dan bagaimana sebenarnya praktik nusyuz: pengertian, batasan dan sanksinya?
dan larangan suami secara mutlak. Jika seorang istri tidak
melakukan kewajiban semisal shalat, atau melakukan
keharaman seperti tabarruj (berpenampilan yang menarik
perhatian lelaki lain), maka seorang suami wajib
memerintahkan istrinya untuk melaksanakan kewajiban dan
meninggalkan keharaman tersebut. Jika tidak mau, berarti
dia telah melakukan tindakan nusyûz. Dalam kondisi seperti
ini, seorang suami berhak untuk menjatuhkan sanksi kepada
istrinya. Dia juga tidak wajib memberikan nafkah kepada
istrinya. Jika istrinya telah kembali, atau tidak nusyûz
lagi, maka sang suami tidak berhak lagi untuk menjatuhkan
sanksi kepada istrinya, dan pada saat yang sama dia pun
wajib memberikan nafkah istrinya.
Ketika syariat telah menetapkan hak seorang suami secara
umum untuk memerintahkan istrinya melakukan sesuatu, atau
melarangnya, syariat juga telah men-takhshîsh beberapa hal
dari keumuman tersebut. Misalnya, syariat membolehkan
seorang wanita untuk melakukan transaksi bisnis, mengajar,
melakukan silaturahmi, pergi ke masjid, menghadiri
ceramah, seminar, ataupun kajian. Dengan adanya takhshîsh
ini, konteks nusyûz tersebut bisa lebih dideskripsikan
sebagai bentuk pelanggaran seorang istri terhadap perintah
dan larangan suami, yang berkaitan dengan kehidupan khusus
(al-hayâh al-khâshah), dan kehidupan suami-istri (al-hayâh
az-zawjiyyah).
Karena itu, di luar semua itu tidak dianggap nusyûz.
Artinya, hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan umum
(al-hayâh al-‘ammâh), seperti jual-beli di pasar,
atau belajar di masjid, dan hal-hal yang tidak ada
kaitannya dengan kehidupan suami istri tidak termasuk
dalam kategori nusyûz. Jika suami memerintahkan istrinya
menyiapkan makanan untuknya, menutup aurat di depan
laki-laki lain, memerintahkannya shalat, puasa, mengenakan
pakaian tertentu, atau tidak membuka salah satu jendela,
tidak menjawab orang yang mengetuk pintu, tidak duduk di
beranda rumah, mencuci pakaian suaminya, keluar rumah dan
lain-lain yang berkaitan dengan kehidupan khusus, atau
kehidupan suami-istri, maka syariat telah memerintahkan
seorang istri untuk menaati suaminya dalam perkara-perkara
tersebut. Jika dia melanggar dan tidak menaatinya, maka
dia layak disebut melakukan nusyûz, dan kepadanya berlaku
hukum nusyûz.
Dalam hal-hal yang tidak terkait dengan kehidupan khusus
(al-hayâh al-khâshah) dan kehidupan suami-istri (al-hayâh
az-zawjiyyah), maka suami hanya berkewajiban untuk
memerintahkan istrinya, atau melarangnya; jika istrinya
tidak mau menaatinya, maka tidak bisa dianggap nusyûz.
Jika seorang suami, misalnya, memerintahkan istrinya
menunaikan ibadah haji, membayar zakat, berjihad,
bergabung dengan salah satu partai (organisasi), atau
melarang istrinya mengunjungi kedua orangtuanya,
bersilaturahmi dengan kerabatnya, membuka kios untuk
berdagang, datang ke masjid untuk shalat berjamaah,
menghadiri seminar, tablig akbar, masîrah dan sebagainya,
yang berkaitan dengan kehidupan umum (al-hayâh
al-‘ammâh), dan tidak berkaitan dengan kehidupan
khusus atau kehidupan suami-istri, maka seorang istri
tidak wajib menaati suaminya dalam perkara-perkara
tersebut; sekalipun tetap wajib meminta izin kepada
suaminya. Hanya saja, adanya izin tersebut tidak mengikat.
Nah, ketika seorang istri tidak menaati suaminya dalam hal
seperti ini, maka dia pun tidak bisa dianggap nusyûz.
Sebab, nusyûz merupakan pelanggaran istri terhadap
perintah dan larangan suami, yang berkaitan dengan
kehidupan khusus dan kehidupan suami-istri. Dalam konteks
inilah, Pembuat syariat telah memberikan hak kepada
seorang suami untuk memerintahkan istrinya, atau
melarangnya, sementara seorang istri berkewajiban untuk
menaatinya. Selain itu, seorang suami juga diberi hak
untuk menjatuhkan sanksi terhadap istrinya. Adapun lebih
dari itu, suami tidak berhak memerintahkan istrinya,
ataupun melarangnya, termasuk menjatuhkan sanksi
terhadapnya, ketika seorang istri melanggar perintah atau
larangannya. Sebab, sanksi tersebut hanya berlaku dalam
konteks nusyûz, sementara praktik nusyûz terjadi saat
istri tidak menaati perintah atau larangan suami terhadap
sesuatu yang menjadi haknya atas seorang istri, yaitu
dalam perkara yang berkaitan dengan kehidupan khusus dan
kehidupan suami-istri.
Mengenakan jilbâb (sejenis jubah/abaya) sebagai bentuk
pakaian Muslimah di luar rumah merupakan bagian dari
kehidupan umum, bukan kehidupan khusus; seperti halnya
silaturahim, haji, zakat, atau bergabung dengan partai.
Semuanya itu hukumnya wajib bagi wanita. Dalam hal ini,
suami tidak berkewajiban untuk memaksa istrinya agar
melaksanakan kewajiban tersebut, sepanjang semuanya itu
merupakan kehidupan umum dan tidak berkaitan dengan
kehidupan suami-istri. Suami memang tidak berkewajiban
untuk memerintahkan istrinya, atau melarangnya untuk
melaksanakan atau meninggalkannya. Jika suaminya
memerintahkan atau melarangnya, sementara istrinya tetap
tidak mau untuk menaatinya, maka istrinya tidak boleh
dianggap nusyûz, dan suaminya pun tidak berhak untuk
menjatuhkan sanksi atas pelanggaran istrinya dalam kasus
seperti ini.
Akan tetapi, kalau berkaitan dengan kehidupan khusus,
misalnya seorang istri keluar (di ruang tamu) menemui tamu
dengan pakaian kerja, dengan rambut terurai, dengan kedua
lengan dan bahu terbuka, yang berarti telah melakukan
tabarruj, atau berpakaian yang dianggap kurang pantas oleh
masyarakat, maka suaminya wajib memerintahkan istrinya
atau melarangnya dari hal-hal tersebut. Sebab, semua itu
berkaitan dengan kehidupan khusus. Di dalam kehidupan
khusus seperti itu dia hanya diperbolehkan untuk berpakain
kerja atau membuka auratnya di hadapan mahram-nya. Selain
itu, dia tidak boleh melakukannya.
Karena itu, bisa saja terjadi, seorang istri keluar rumah
dengan menutup seluruh auratnya, tetapi tidak dalam bentuk
jilbâb, sekalipun suaminya telah memerintahkannya agar
berpakaian dalam bentuk jilbâb. Pelanggaran tersebut tidak
termasuk dalam kategori nusyûz. Bisa jadi pula seorang
istri tetap keluar rumah untuk menghadiri kajian di
masjid, atau seminar di kampus, sekalipun suaminya telah
melarangnya untuk melakukan kegiatan tersebut. Pelanggaran
tersebut juga tidak dianggap nusyûz. Meski demikian, jika
di rumah ada kewajiban lain, misalnya mengurus anak,
menyiapkan pakaian, makan dan minum suami, maka tidak
seharusnya kewajiban tersebut diabaikan, sehingga dia
melakukan taqshîr (kelalaian). Dalam konteks seperti ini
istri tersebut memang tidak dianggap nusyûz, namun tetap
dinyatakan melakukan taqshîr.
Adapun hal lain yang termasuk dalam kategori kehidupan
khusus adalah ketika seorang wanita kerja lembur dengan
lelaki lain dalam suatu tempat yang bercampur-baur; wanita
bepergian dengan suami atau mahram mereka bersama-sama
dengan laki-laki lain, baik mereka bersama istri-istrinya
atau tidak; wanita belajar dengan laki-laki lain dalam
suatu majelis di dalam rumah, sementara untuk masuk ke
rumah tersebut diperlukan izin; wanita belajar di sekolah
menengah atas, atau yang lain, dan mereka belajar
bersama-sama dengan laki-laki lain; wanita bekerja di
sekolah atau tempat seperti ini. Semuanya itu masuk dalam
kategori kehidupan khusus. Jika suaminya melarang kerja
lembur, pergi rekreasi yang bercampur-baur, meninggalkan
studi, meninggalkan tugas mengajar atau bekerja
—yang semuanya di tempat yang bercampur-baur—
maka ketika istrinya tidak menaati perintah dan larangan
suaminya, dia bisa dinyatakan nusyûz. Dalam hal ini,
suaminya berhak untuk menjatuhkan sanksi tertentu kepada
istrinya itu. Pada saat yang sama, suami juga tidak wajib
memberikan nafkah kepadanya.
Namun, menghadiri kajian di masjid, ceramah umum, seminar,
konferensi, atau Pemilu, semuanya itu merupakan bagian
dari kehidupan umum, dan bukan kehidupan khusus. Jika
suaminya melarang hadir, lalu istrinya tidak menaati
larangannya, maka dia tetap tidak bisa dianggap nusyûz.
Karena semuanya itu merupakan bagian dari kehidupan umum,
bukan kehidupan khusus, dan tidak berkaitan dengan
kehidupan khusus.
Sanksi Nusyûz
Sanksi nusyûz tersebut telah dijelaskan oleh Pembuat
syariat. Allah SWT berfirman:
Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyûz-nya, maka
nasihatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat
tidurnya, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak
membekas). Jika mereka menaati kalian maka janganlah
kalian mencari-cari alasan untuk menghukum mereka. (Qs.
an-Nisâ’ [4]: 34).
Jadi, bentuk sanksi tersebut adalah:
(1) menasihatinya dan memberikan peringatan kepadanya;
(2) meninggalkannya di tempat tidur;
(3) memukulnya dengan pukulan yang tidak membekas.
Semua sanksi tersebut ditetapkan sebagai solusi agar
seorang istri menaati suaminya. Jika suami ingin
menyelesaikannya, penyelesaiannya harus dengan
penyelesaian yang telah dinyatakan oleh syariat di atas.
Jika dia menyelesaikannya dengan penyelesaian yang lain,
misalnya karena faktor kesalahan nusyûz tadi, kemudian dia
menceraikan istrinya, maka penyelesaian seperti ini bukan
merupakan penyelesaian yang dinyatakan oleh syariat;
sekalipun hukumnya mubah.
Di samping itu, ada hal-hal yang seharusnya tetap menjadi
perhatian, bahwa kehidupan suami-istri harus memperhatikan
terbentuknya kehidupan keluarga yang harmonis, dengan
penuh kasih sayang dan cinta kasih. Rasulullah Saw
bersabda:
Sebaik-baik kalian adalah kalian yang paling baik terhadap
keluarganya, dan akulah orang yang terbaik di antara
kalian terhadap keluargaku. [HR. Muslim].
Karena itu, fungsi kepemimpinan (qawâmah) suami terhadap
istri adalah fungsi kontrol yang bersifat ri’âyah
(mengurus), bukan kontrol pemerintahan, kekuasaan atau
sultan. Dalam konteks seperti ini, kita wajib meneladani
Baginda Rasulullah Saw. Kita harus melihat, bagaimana
beliau memperlakukan para istrinya, dan itulah yang
seharusnya kita teladani. Kita hanya terikat dengan
syariat, bukan dengan akal atau tradisi kita.
Karena itu pula, bagi istri-istri yang melakukan
pelanggaran terhadap perintah atau larangan suami di luar
konteks nusyûz, jika pelanggaran tersebut termasuk dalam
kategori maksiat kepada Allah, semisal tidak mengenakan
pakaian dalam bentuk jilbâb di tempat umum, padahal
berpakaian seperti ini hukumnya wajib, maka dalam konteks
ini negaralah satu-satunya yang berhak menjatuhkan sanksi
kepadanya, bukan suaminya. Sebab, sanksi suami hanya
berhak dijatuhkan dalam konteks nusyûz, bukan untuk yang
lain.
Jadi, sanksi tersebut hanya berlaku dalam konteks nusyûz.
Di luar konteks nusyûz, sang suami secara mutlak tidak
mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi tersebut.
Istri melakukan Nusyuz kepada Suami?
“…Istri-istri kamu (para suami) adalah pakaian untuk kamu, dan kamu adalah pakaian untuk mereka…”. (QS. Al-Baqarah [2]: 187).
Dalam kelangsungan berumah tangga, pada sisi lain seringkali dijumpai berbagai persoalan suami istri. Suka dan duka senantiasa silih berganti dalam kehidupan keluarga. Sadar atau tidak percekcokan seringkali terjadi dikarenakan latar belakang dan keterbatasan pengertian serta pengetahuan pada masing-masing diri suami atau istri. Hal ini mewarnai dalam kehidupan berkeluarga baik di desa maupun di kota.
Salah satu contoh saya membaca di Koran Jawa Pos tertulis, “Gampangkah kini mencari suami? Sebab, banyak istri di metropolis yang menggugat cerai suaminya. Alasannya macam-macam. Misalnya, polah suami banyak, tapi penghasilan minim. Alasan lainnya, istri tidak sabaran dan suka menuntut. Yang utama, erosi cinta sudah melanda hati mereka. Fenomena istri yang kian berani menggugat cerai suami (cerai gugat) itu terlihat dari data perceraian di Pengadilan Agama Kota Surabaya selama 2009. Tercatat, dalam setahun itu, ada 2.394 istri yang ingin cerai dan menggugat suami ke pengadilan. Sebaliknya, suami yang ingin menceraikan istrinya "hanya" 1.407 orang. Banyak alasan mengapa istri "lebih ingin" menceraikan suami daripada suami menceraikan istrinya. Yang paling tahu sejatinya ialah pasangan masing-masing. Namun, ada penyebab umum yang paling sering jadi pemicu tekad istri menggugat cerai suami. Di antaranya, kian banyaknya istri yang menjadi wanita karir dan penghasilan istri lebih besar. Penyebab lainnya, istri tidak sabaran dan menuntut hal-hal yang melebihi kemampuan suaminya seperti uang belanja”. (Jawa Pos, Metropolis. Sabtu, 27 Februari 2010).
Adalah suatu dambaan seorang istri bila sang-suami menunaikan kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya dan dia memperoleh hak-hak dari istri yang telah Allah tetapkan untuknya. Begitu juga sebaliknya seorang istri menjadi dambaan sang-suami bila istri juga menunaikan kewajiban dan memenuhi hak-hak suaminya.
Namun terkadang salah seorang dari pasangan suami istri ataupun keduanya berbuat tidak menunaikan apa yang seharus ia tunaikan hingga kebahagiaan yang didambakannya hanya sebatas fatamorgana. Persoalan ini ditimbulkan oleh beberapa sebab, yakni bisa datang dari pihak istri atau dari pihak suami, pihak kerabat, orang luar atau karena faktor lain.
1. Sebab yang datang dari pihak istri, misalkan: Seorang istri sibuk berkarier di luar rumah hingga menelantarkan urusan rumah tangga bahkan suami pun tersia-siakan, atau Istri tidak mengetahui bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga, tidak mengerti hak dan kewajiban terhadap suami.
2. Sebab yang timbul dari pihak suami, misalnya, ia terlalu bakhil kepada keluarga, sangat emosional keras dan kaku dalam tindakan melangkah dan bertindak tanpa peduli dengan istri dan tidak berupaya memberi pemahaman atau mengajak bertukar pendapat dengan istri.
3. Sebab dari pihak keluarga istri. Seperti wanita yang menikah dengan seorang laki-laki karena dipaksa oleh walinya, padahal ia tidak menyukai laki-laki tersebut sehingga ketika memasuki kehidupan rumah tangga, ia tidak bisa mentaati atau malah membencinya.
4. Sebab faktor lain. Seperti ada perbedaan kejiwaan dan akhlak antara suami istri pada meningkatnya taraf kehidupan/ekonomi keluarga, menyimpang pemikiran salah seorang dari kedua atau sakit salah seorang dari mereka atau cacat sehingga menghalangi untuk menunaikan kewajibannya.
Dalam Islam persoalan tersebut, sudah digambarkan secara global dan jelas. Istilah yang muncul pada persoalan tersebut adalah ada kata Nusyuz. Mari kita kaji bersama.
Memahami Nusyuz.
Istilah nusyuz adalah Bahasa Arab, perkataan asalnya ialah al-nasyzu bermaksud tempat yang tinggi. Perkataan nusyuz bererti berada di tempat yang tinggi. Isteri yang nusyuz ialah isteri yang ingkar kepada suaminya dan membangkitkan kemarahannya. Nusyuz suami apabila dia memukul isterinya atau bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadapnya. ( Fairuz al-Abadi: Qamus al-Muhit, 678). Kesesuaian pengertian ini dengan nusyuz isteri atau suami ialah isteri atau suami yang nusyuz meletakkan dirinya di tempat yang tinggi dengan ingkar kepada perintah Allah yang diwajibkan ke atasnya terhadap suami atau isterinya. Nusyuz ialah kedurhakaan dan meninggi diri wanita dari mematuhi apa yang diwajibkan Allah ke atas mereka, seperti taat kepada suami. Isteri menimbulkan kemarahan suami (Al-Qurtubi: al-Jami` Li Ahkam al-Quran ibid 5:170 dan 71). Perempuan nusyuz ialah perempuan yang meninggi diri daripada suaminya, meninggalkan perintahnya, menjauhkan diri daripadanya, mengelak diri dari suaminya, menyebabkan suaminya marah. (Ibn Katsir: Tafsir al-Quran al-Azim, 1: 492) .
Tanda isteri dianggap nusyuz.
Nusyuz isteri ditandai oleh dua perkara. Pertama, melalui perbuatan dengan menjauhkan diri, bermuka masam dan enggan ketika dipanggil. Semua ini berlaku setelah sebelumnya dia bersikap mesra. Kedua melalui perkataan seperti berinteraksi dengan suami dengan perkataan yang kasar, ia berlaku setelah sebelumnya dia bercakap lembut. (Wahbah al-Zuhaili: al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, 7:338). Ada juga beberapa gambaran yang menandakan seorang isteri itu nusyuz :
1. Suami telah menyediakan rumah kediaman yang sesuai dengan keadaan suami, tiba-tiba isteri tidak mau berpindah ke rumah itu, atau isteri meninggalkan rumah tanpa izin si suami.
2. Apabila kedua suami tinggal di rumah kepunyaan isteri dengan izin isteri kemudian suatu masa isteri mengusir atau melarang suami memasuki rumah tersebut.
3. Apabila isteri bermuka masam atau pun ia memalingkan muka, berbicara kasar dan sebagainya sedangkan suami berkeadaan lemah lembut, bermanis muka dan sebagainya.
Kepada suami bila sang istri mengalami nusyuz, maka apa yang dilakukannya ?
Dalam QS. An-Nisa [4]:34, Allah berfirman ; “ …perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi, Maha Besar”.
Dari ayat tersebut ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh suami yakni Menasehati (bila masih tidak mau taat), maka selanjutnya sang suami memilih pisah ranjang (bila masih tidak taat lagi), selanjutnya sang suami bias memukulnya. Namun dalam memukul hendaknya menjauhi muka dan tempat-tempat lain yang menghawatirkan. Karena tujuan memukul adalah untuk memberi pelajaran dan bukan membinasakan.
Maka dari itu, mejaga keluarga yang utuh adalah sangat penting untuk mewujudkan keluarga yang sakinah. Jagalah dirimu, keluargamu dari kerusakan. Bukankah Nabi saw. mengajarkan kepada kita tentang keluarga? Sebagaimana salah satu Hadits Nabi saw.:
Abu Dawud meriwayatkan dari Hujaim bin Mu’awiyah al-Qusyairi dari ayahnya, ia berkata : saya bertanya : “Wahai Rasulullah apakah hak seorang istri kita pada suaminya ? Sabdanya : “ hendaklah kau beri makan dia jika engkau makan, memberi pakaian kepadanya jika engkau berpakaian. Jangan kau pukul mukanya, jangan kau mengejeknya, dan jangan engkau meninggalkannya kecuali masih dalam serumah…” ( Fiqhu Sunah, Sayid Sabiq, alih bahasa Moh. Thalib, Al-Ma’arif, Bandung, jilid 7 hal. 31-32)
Nabi saw. bersabda : “ Andaikan sujud kepada selain Allah itu boleh, pastilah saya suruh intri sujud kepada suaminya”. (HR. Ahmad dai ‘Aisyah. Dan yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Abi Auf dalam Nail al-Authar, jilid 2, hal. 4490).
Hanya kepada Allah-lah kita berserah diri dan memohon perlindungan serta petunjuk atas segala persoalan yang menimpa keluarga kita. Hanya Allah-lah tempat kita mengadu atas segala tatanan kehidupan manusia. Semoga bermanfaat apa yang telah saya jelaskan diatas. Amin….
Haruskah Kebersamaan Kita Berakhir disini? (!)
Islam telah memberikan bimbingan utk mengatasi suami atau istri yg berbuat nusyuz. Islam juga tdk melarang bila perpisahan terpaksa diambil krn kedua pihak tdk bisa lagi disatukan.
Mengobati Istri yg Berbuat Nusyuz
Bila terjadi problem dlm rumah tangga tdk sepantas pasangan suami istri langsung memutuskan perceraian sementara permasalahan itu bisa diselesaikan dgn cara lain yg lbh baik tanpa harus memutuskan ikatan nikah. Demikian pula bila terjadi nusyuz dari pihak istri Islam memberikan jalan utk menyembuhkan dgn cara yg disebutkan dlm Al Qur’an:
“Dan para istri yg kalian khawatirkan nusyuz mk hendaklah kalian menasehati mereka dan meninggalkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka. Kemudian jika mereka mentaati kalian mk janganlah kalian mencari-cari jalan utk menyusahkan mereka.”
Penyembuhan istri yg nusyuz ini dilakukan dgn tahapan tdk langsung memakai cara kekerasan sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Abbas c: “Istri itu diberi nasehat kalau memang ia mau menerima nasehat. Kalau tdk ia ditinggalkan di tempat tidur bersamaan dgn itu ia didiamkan dan tdk diajak bicara.”
Bila cara nasehat tdk berhasil istri tersebut di-hajr dgn tdk digauli selama waktu tertentu hingga tercapai maksud yg diinginkan. Kalau tdk berhasil juga mk barulah ditempuh cara pukulan namun tdk boleh meninggalkan bekas.
1. Memberi nasehat dan bimbingan
Ini merupakan langkah pertama yg harus ditempuh utk mengembalikan istri kepada ketaatan atau menjauhkan dari pelanggaran yg dilakukannya. Nasehat dilakukan dgn penuh kelembutan dan kasih sayang. Ibnu Qudamah t mengatakan: “Dalam nasehat itu ia ditakut-takuti kepada Allah diingatkan apa yg Allah wajibkan kepada utk memenuhi hak suami dan keharusan mentaati diperingatkan akan dosa bila menyelisihi suami dan bermaksiat padanya. Ia juga diancam akan gugur hak-hak berupa nafkah dan pakaian bila tetap durhaka kepada suami dan ia boleh dipukul dan di-hajr oleh suami kalau tdk mau menerima nasehat.” .
2. Al Hajr
Terkadang seorang istri tdk cukup diberi nasehat utk menghentikan dari nusyuz yg dilakukan sehingga harus ditempuh cara penyembuhan yg kedua yaitu dgn hajr. Ibnu Abbas c menafsirkan hajr ini dgn tdk menggauli istri tdk meniduri di atas tempat tidur dan memunggunginya. As-Sudi Adh-Dhahhak ‘Ikrimah dan Ibnu ‘Abbas dlm satu riwayat menambahkan: “Bersamaan dgn itu ia mendiamkan dan tdk mengajak bicara istrinya.”
3. Pukulan
Terkadang penyembuhan dan pendidikan butuh sedikit kekerasan krn ada tipe manusia yg tdk bisa disembuhkan dari penyimpangan kecuali dgn cara diberi kekerasan fisik. Dan termasuk penyembuhan nusyuz istri adl dgn pukulan yg diistilahkan Al Qurthubi t dgn pukulan pendidikan bukan pukulan utk tujuan menghinakan atau menyiksa.
Disyaratkan pukulan itu tdk terlalu keras hingga mematahkan tulang atau meninggalkan bekas sebagaimana pesan Rasulullah dlm haji Wada`:
“Bertakwalah kalian dlm urusan para wanita krn sesungguh kalian mengambil mereka dgn amanat dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dgn kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adl mereka tdk boleh mengizinkan seorangpun yg kalian tdk sukai utk menginjak permadani kalian1. Bila mereka melakukan hal tersebut mk pukullah mereka dgn pukulan yg keras. Dan hak mereka atas kalian adl kalian harus memberikan nafkah dan pakaian utk mereka dgn cara yg ma’ruf”.
Yang dimaksud2 kata Al-Hasan Al-Bashri t yaitu pukulan yg tdk membekas . Atau pukulan yg tdk membelah daging dan mematahkan tulang.
‘Atha t pernah berta kepada Ibnu ‘Abbas c tentang maksud:
Ibnu ‘Abbas menjawab: “Pukulan dgn memakai siwak dan semisalnya.”
Al-Imam An-Nawawi t setelah membawakan hadits di atas beliau berkata: “Hadits ini menunjukkan boleh seorang suami memukul istri dlm rangka mendidiknya.” Beliau mensifati pukulan di sini dgn pukulan yg tdk keras dan memayahkan.
Pukulan itu juga tdk ditujukan ke wajah krn Rasulullah telah memperingatkan:
“Apabila salah seorang dari kalian memukul mk hendaklah menjauhi wajah.”
Ulama mengatakan bahwa hadits ini secara jelas menunjukkan larangan memukul wajah dan masuk dlm larangan ini bila seorang suami memukul istri anak ataupun budak dgn pukulan pendidikan.
Apabila istri telah kembali kepada ketaatan terhadap suami dan meninggalkan perbuatan nusyuz- mk “janganlah kalian mencari-cari jalan utk menyusahkan mereka” yakni janganlah kalian berbuat jahat kepada mereka baik dlm ucapan maupun perbuatan. dlm ayat ini ada larangan utk mendzalimi para istri.
Bagaimana bila Suami yg Berbuat Nusyuz?
Seorang istri diberi hak oleh Islam utk mengobati nusyuz suami namun tentu ia tdk bisa menempuh cara hajr atau pukulan sebagaimana hak ini diberikan kepada suami krn perbedaan tabiat wanita dgn laki2 dan lemah kemampuan serta kekuatannya.
Seorang istri yg cerdas akan mampu menyabarkan diri guna mengembalikan suami sebagai suami yg baik sebagaimana sedia kala sebagai ayah yg lembut penuh kasih sayang. Ketika mendapati nusyuz suami ia bisa melakukan hal-hal berikut ini:
• Mencurahkan segala upaya utk menyingkap rahasia dibalik nusyuz suaminya. Kenapa suamiku berbuat demikian? Apa yg terjadi dengannya? Ada apa dgn diriku?
• Menasehati suami dgn penuh santun mengingatkan terhadap apa yg Allah wajibkan pada berupa keharusan membaguskan pergaulan dgn istri dan sebagainya.
• Sepantas bagi istri utk selalu mencari keridhaan suami dan berupaya mencari jalan agar suami senang padanya. mk ketika ia mendapati suami menjauh dari ia bisa melakukan bimbingan Al Qur’an berikut ini:
“Dan apabila seorang istri khawatir akan nusyuz suami atau khawatir suami akan berpaling dari mk tdk ada keberatan atas kedua utk mengadakan perbaikan/perdamaian dgn sebenar-benarnya.”
Berkata Al-Imam Ath-Thabari t: “Istri yg khawatir suami berbuat nusyuz atau berpaling dari mk dibolehkan bagi utk mengadakan perdamaian dgn suami dgn cara ia merelakan tdk dipenuhi hari giliran atau ia menggugurkan sebagian hak yang semesti dipenuhi oleh suami dlm rangka mencari simpati dan rasa iba juga agar ia tetap dlm ikatan pernikahan dgn suami .”
Ibnu Qudamah t berkata: “Tidak apa-apa ia merelakan sebagian hak dlm rangka mencari ridha suami dan kapan saja istri mengadakan perdamaian dgn suami dgn cara meninggalkan sesuatu dari hak giliran atau nafkah atau kedua-dua mk hal ini dibolehkan.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di t berkata tentang ayat di atas: “Maka yg lbh baik pada keadaaan ini kedua melakukan perbaikan dan perdamaian dgn cara si istri merelakan gugur sebagian hak yg semesti dipenuhi suami asalkan ia tetap hidup bersama atau ia ridha diberi nafkah yg sedikit diberi pakaian dan tempat tinggal seada atau dlm hal giliran3 ia menggugurkan hak tersebut atau dgn cara ia menghadiahkan hari dan malam giliran kepada madunya.”
Mendamaikan Sengketa antara Kedua Pihak
Allah berfirman:
“Dan bila kalian khawatir perselisihan antara kedua mk hendaklah kalian mengutus seorang hakim dari keluarga si suami dan seorang hakim dari keluarga si istri”.
Bila terjadi perselisihan antara suami istri dan tdk diketahui siapa yg berbuat nusyuz di antara kedua atau malah kedua-dua berbuat nusyuz ketika itu ulama sepakat disyariatkan mengirim dua orang hakim utk menyelesaikan perselisihan tersebut. Dan mereka bersepakat dua orang hakim itu harus berasal dari keluarga kedua belah pihak satu dari pihak suami dan yg lain dari pihak istri. Namun jika tdk ada mk boleh dari selain keluarga.
Haruskah Kebersamaan Kita Berakhir disini?
Kehidupan rumah tangga adl perjalanan yg penuh dgn pasang surut. Kadang hubungan antara suami istri begitu mesra dan menyenangkan namun di saat lain bisa panas dan mencemaskan. Baik suami maupun istri bisa menjadi penyebab timbul persoalan. Memahami bagaimana Islam memberikan tuntunan dlm menyelesaikan ketidakharmonisan hubungan suami istri sangat penting utk diketahui kedua pihak.
Pernikahan dlm Islam merupakan sebuah ikatan yg suci dan agung. Al Qur’an mensifatkan hubungan pernikahan dgn istilah yg tdk diberikan kepada ikatan/hubungan yg lain seperti yg tersurat dari firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Bagaimana kalian akan mengambil kembali harta yg telah kalian berikan kepada istri-istri kalian padahal sebagian kalian telah bergaul dgn yg lain sebagai suami istri. Dan mereka telah mengambil dari kalian perjanjian yg kuat .”
Dengan mitsaqan ghalidza ini seorang laki2 dan seorang wanita menjadi sepasang suami istri setelah sebelum mereka hidup terpisah sebagai seorang individu. Memang dlm hitungan mereka itu berbilang namun pada hakikat mereka itu satu. Al Qur’an pun telah menggambarkan kuat ikatan antara sepasang insan ini:
“Para istri itu adl pakaian bagi kalian dan kalian adl pakaian bagi mereka.”
Ayat yg mulia di atas merupakan ungkapan kedekatan antara keduanya. Masing-masing saling merasakan ketenangan dan saling menutupi dari apa yg tdk halal.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan seorang suami merasa tenang dgn istri dan Dia tumbuhkan antara kedua rasa cinta dan kasih sayang.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan utk kalian pasangan hidup dari jenis kalian agar kalian merasakan ketenangan pada dan Dia jadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang.”
Suami istri ini akan merasakan kebahagiaan hidup dgn pasangan apabila kedua bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjalin ikatan hidup bersama di atas keikhlasan. Mereka maksudkan dgn kehidupan bersama itu utk tolong-menolong menjalankan tugas yg mulia bukan ingin mengambil keuntungan utk diri sendiri tanpa memperdulikan kerugian pada yg lain. Seorang suami punya hak terhadap istri utk ditaati dlm perkara yg bukan maksiat kepada Allah dia harus dihargai dihormati dan dimuliakan. Seorang istri harus menjauhi segala yg dibenci dan tdk disukai oleh suami dan sebalik dia harus menjadi sebab dan sumber kebahagiaan bagi suami.
Di sisi lain suami berkewajiban utk memberikan nafkah menunaikan perkara yg dapat memberikan kebaikan bagi istri dan menjaga jangan sampai jatuh ke dlm kejelekan membaguskan pergaulan dengan bersikap lunak dan sabar atas kekurangan tdk mencari-cari kesalahan dan memaafkan sedikit ketergelinciran yg dilakukannya.
Islam sangat menjaga ikatan suci ini agar tdk sampai terlepas atau sekedar goncang. Namun sebagai dua insan yg masing-masing memiliki watak tabiat dan kepribadian yg berbeda ditambah lagi pengaruh dari luar kadang terjadi kesenjangan hubungan antara keduanya. Ketika itu mungkin didapatkan istri tdk taat kepada suami meninggalkan kewajiban atau suami mendzalimi istri tdk memenuhi hak ataupun masing-masing melanggar hak pasangan dan enggan menunaikan kewajiban. Inilah yg dinamakan nusyuz oleh para fuqaha .
Pengertian Nusyuz
Nusyuz bisa terjadi dari pihak istri dan bisa pula dari pihak suami ataupun dari kedua belah pihak. Dan nusyuz ini bisa berupa ucapan ataupun perbuatan dan bisa kedua-dua ucapan sekaligus perbuatan.
1. Nusyuz dari istri
Ibnu Taimiyyah t mengatakan: “Nusyuz- istri adl ia tdk mentaati suami apabila suami mengajak ke tempat tidur atau ia keluar rumah tanpa minta izin kepada suami dan semisal dari perkara yg seharus ia tunaikan sebagai wujud ketaatan kepada suaminya.” .
Termasuk nusyuz- istri adl enggan berhias sementara suami menginginkannya. Dan juga ia meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti meninggalkan shalat puasa haji dan sebagainya.
Penyebutan nusyuz dari istri ini datang dlm firman-Nya:
“Dan para istri yg kalian khawatirkan nusyuz mk hendaklah kalian menasehati mereka dan meninggalkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka.”
2. Nusyuz dari suami
Nusyuz- suami dgn sikap yg melampaui batas kepada istri menyakiti dgn mendiamkan atau memukul tanpa alasan syar‘i tdk menafkahi dan mempergauli dgn akhlak yg buruk.
Al Qur’an menyebutkan nusyuz- suami ini dlm firman-Nya:
“Dan apabila seorang istri khawatir akan nusyuz suami atau khawatir suami akan berpaling dari mk tdk ada keberatan atas kedua utk mengadakan perbaikan/perdamaian dgn sebenar-benarnya.”
Apabila seorang istri melihat suami menjauh dari mungkin krn kebencian suami terhadap atau ketidaksukaan terhadap beberapa perkara yg ada pada diri seperti paras yg jelek usia atau krn ketuaan ataupun perkara yg lain mk tdk masalah bagi kedua utk mengadakan kesepakatan.
3. Nusyuz dari kedua belah pihak
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan perselisihan antara kedua pihak dgn firman-Nya:
“Dan bila kalian khawatir perselisihan antara kedua mk hendaklah kalian mengutus seorang hakim dari keluarga si suami dan seorang hakim dari keluarga si istri”
Sebab Terjadi Nusyuz
Seorang suami yg bahagia dlm kehidupan rumah tangga adl suami yg menunaikan kewajiban-kewajiban yg dibebankan Allah kepada dan dia memperoleh hak-hak dari istri yg telah Allah tetapkan untuknya. Sedangkan istri yg berbahagia adl istri yg menunaikan kewajiban-kewajiban dan memenuhi hak-hak suaminya.
Namun terkadang salah seorang dari pasangan suami istri ini ataupun kedua-dua berbuat nusyuz tdk menunaikan apa yg seharus ia tunaikan hingga kebahagiaan yg didamba hanya sebatas fatamorgana.
Nusyuz ini ditimbulkan oleh beberapa sebab bisa jadi sebab datang dari pihak istri atau dari pihak suami pihak kerabat atau orang luar atau krn faktor lain.
Pertama sebab yg datang dari pihak istri di antaranya:
• Seorang istri sibuk berkarier di luar rumah hingga menelantarkan urusan rumah tangga bahkan suami pun tersia-siakan.
• Istri tdk mengetahui bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga tdk mengerti hak dan kewajiban terhadap suami.
• Khayalan seorang wanita sebelum menjalani kehidupan rumah tangga. dlm bayangan pernikahan itu ibarat taman bunga yg selalu indah harum semerbak didampingi seorang kekasih yg selalu sejalan penuh cinta dan pengertian. Namun ketika ia memasuki kehidupan rumah tangga ia tdk mendapatkan apa yg dia khayalkan sebelum hingga kekecewaan merebak di hatinya.
Kedua sebab yg timbul dari pihak suami. Terkadang suami menjadi sebab kedurhakaan istri misal krn ia terlalu bakhil kepada keluarga sangat emosional keras dan kaku dlm tindakan melangkah dan bertindak tanpa peduli dgn istri dan tdk berupaya memberi pemahaman pada atau mengajak bertukar pendapat.
Ketigasebab nusyuz dari pihak keluarga istri. Seperti wanita yg menikah dgn seorang laki2 krn dipaksa oleh wali padahal ia tdk menyukai laki2 tersebut sehingga ketika memasuki kehidupan rumah tangga dengan ia tdk bisa mentaati atau malah membencinya.
Keempat sebab nusyuz krn faktor lain. Seperti ada perbedaan kejiwaan dan akhlak antara suami istri meningkat taraf kehidupan/ekonomi keluarga menyimpang pemikiran salah seorang dari kedua atau sakit salah seorang dari mereka atau cacat sehingga menghalangi utk menunaikan kewajibannya.
smile oh smile
Mungkin hanya satu kata yang tanpa makna kalo kita tidak mengenal lebih dalam tentang kata ini. Tapi banyak sekali manfaatnya buat kita. Dari senyuman yang tulus lahirlah suatu rasa sayang dan cinta. Mencairnya rasa kebencian kepada seseorang yang sangat kita benci selama ini.
Senyum…
Dengan senyum kita bisa berpositif thinking atas semua hal yang terjadi dalam episode-episode kehidupan kita. Mungkin banyak dari kita belum menyadari hal itu. Tapi dari pikiran yang positif thinking itu kita bisa selalu mendapatkan ketentraman hati, sehingga kita bisa terhindar dari segala penyakit. Karena sebenarnya penyakit itu terjadi juga karena imajinasi kita sendiri yang tanamkan pada alam bawah sadar dan pikiran kita.
Senyum…
Semangat Buat Senyum ya… (pada tempatnya lho ya tapi, bukan sembarang senyum)
Semangat Buat Terbaik Dalam Setiap Kehidupan Kita…
Rabu, 23 Juni 2010
Wanita sholehah....
Ada begitu banyak penafsiran yang bisa kita definisikan dari sebuah kata “wanita; dan juga wanita sholehah”.
Wanita ialah....
Dia yang diambil dari tulang rusuk. Jika Tuhan mempersatukan dua orang yang berlawanan sifatnya, maka itu akan menjadi saling melengkapi.
Dialah penolongmu yang sepadan, bukanlah lawanmu yang sepadan. Ketika pertandingan dimulai, dia tidak berhadapan denganmu untuk melawanmu,tetapi dia akan berada bersamamu untuk berjaga-jaga di belakang saat engkau berada di depan atau segera mengembalikan bola ketika bola itu terlewat olehmu, dialah yang akan menutupi kekuranganmu.
Dia ada untuk melengkapi yang tak ada dalam laki-laki : perasaan, emosi, kelemahlembutan, keluwesan, keindahan, kecantikan, rahim untuk melahirkan, sehingga ketika laki-laki tidak mengerti hal-hal itu, dialah yang akan menyelesaikan bagiannya, sehingga tanpa kau sadari ketika kau menjalankan sisa hidupmu, kau menjadi lebih kuat karena kehadirannya di sisimu.
Jika ada makhluk yang sangat bertolak belakang, kontras dengan lelaki, itulah Wanita.
Jika ada makhluk yang sanggup menaklukkan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah wanita.
Ia tidak butuh argumentasi hebat dari seorang laki-laki, tetapi ia butuh jaminan rasa aman darinya karena ia ada untuk dilindungi, tidak hanya secara fisik tetapi juga emosi.
Ia tidak tertarik kepada fakta-fakta yang akurat, bahasa yang teliti dan logis yang bisa disampaikan secara detail dari seorang laki-laki, tetapi yang ia butuhkan adalah perhatiannya. kata-kata yang lembut. Namun baginya sangat berarti membuatnya aman di dekatmu....
Batu yang keras dapat terkikis habis oleh air yang luwes, sifat laki-laki yang keras ternetralisir oleh kelembutan wanita. Rumput yang lembut tidak mudah tumbang oleh badai dibandingkan dengan pohon yang besar dan rindang... seperti juga di dalam kelembutannya di situlah terletak kekuatan dan ketahanan yang membuatnya bisa bertahan dalam situasi apapun.
Ia lembut bukan untuk diinjak, rumput yang lembut akan dinaungi oleh pohon yang kokoh dan rindang. Jika lelaki berpikir tentang perasaan wanita, itu sepersekian dari hidupnya.... tetapi jika Wanita berpikir tentang perasaan pria, itu akan menyita seluruh hidupnya...
Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk laki- laki, karena wanita adalah bagian dari laki-laki. Apa yang menjadi bagian dari hidupnya, akan menjadi bagian dari hidupmu. Keluarganya akan menjadi keluarga barumu, keluargamu pun akan menjadi keluarganya juga. Sekalipun ia jauh dari keluarganya, namun ikatan emosi kepada keluarganya tetap ada karena ia lahir dan dibesarkan di sana. Karena mereka, ia menjadi seperti sekarang ini. Perasaannya terhadap keluarganya, akan menjadi bagian dari perasaanmu juga karena kau dan dia adalah satu, dia adalah dirimu yang tak ada sebelumnya. Ketika pertandingan dimulai, pastikan dia ada di bagian lapangan yang sama denganmu.
Wanita Sholehah ialah....
Wanita Sholehah adalah sebaik-baik keindahan. Menatapnya, menyejukkan Qolbu. Mendengarkan suaranya, menghanyutkan bathin. Ditinggalkan menambah keyakinan.
Wanita Sholehah adalah bidadari surga yang hadir di dunia.
Wanita Sholehah adalah Ibu dari anak-anak yang mulia.
Wanita Sholehah adalah Istri yang meneguhkan jihad suami.
Wanita Sholehah penebar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan Akhirat. (Aa’ Gym)
Wanita Sholehah adalah wanita yang menyenangkan bila dipandang mata, menyejukkan jika dilihat dan menentramkan hati suaminya.
Wanita Sholehah adl wanita yg taat pada Allah taat pada Rasul. Kecantikan tak menjadikan fitnah pada orang lain. Kalau wanita muda dari awal menjaga diri selain diri akan terjaga juga kehormatan dan kemuliaan akan terjaga pula dan diri akan lbh dicintai Allah krn orang yg muda yang taat lbh dicintai Allah daripada orang tua yg taat. Dan Insyaallah nanti oleh Allah akan diberi pendamping yg baik. Agar wanita solehah selalu konsisten yaitu dgn istiqomah menimba ilmu dari alam dan lingkungan di sekitar dan mengamalkan ilmu yg ada.
Wanita yg solehah juga dapat berbakti terhadap suami dan bangsa dan wanita yg sholehah selalu belajar. Tiada hari tanpa belajar.
Wanita yg didunia solehah akan menjadi cahaya bagi keluarga melahirkan keturunan yg baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari.
Wanita solehah merupakan penentram batin menjadi penguat semangat berjuang suami semangat ibadah suami. Suami yakin tak akan dikhianati kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu kalau berbicara tutur kata menentramkan batin tak ada keraguan terhadap sikapnya.
Wanita sholehah akan membawa kebaikan bagi dirinya maupun orang lain karena kedekatannya dengan Allah swt. Pesona wanita sholehah tidak kalah dari kecantikan wanita manapun. Allah swt memberikan kemuliaan kepada wanita sholehah dengan menjadikannya bidadari di surga. Dari wanita sholehah lah kelak akan lahir generasi-generasi yang berkualitas.
”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)
Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang pria yang soleh.
Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.
Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri sholehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Nabi Muhammad saw bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang sholehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim).
Pentingnya akan sebuah Ilmu
Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
Sesungguhnya dalam kehidupan berumah tangga pasangan suami istri akan mengalami ujian, serta cobaan berupa masalah dan untuk mengatasi(menyikapi) nya diperlukan sebuah ilmu. Dengan ilmu, pasangan suami istri tahu apa tujuan yang akan dicapai dalam sebuah pernikahan yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT, dan dalam rangka mencari ridha-Nya semata. Di samping itu juga dengan ilmu sepasang suami-istri sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga jalannya bahtera rumah tangga akan harmonis dan baik. Suami dan istri juga diamanahi Rabb-Nya untuk mendidik anak keturunannya agar menjadi generasi Rabbani yang tunduk pada Al Qur’an dan As Sunnah. Agar keturunan yang terlahir dari pernikahan tersebut tumbuh di atas dasar pemahaman, dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak kecil sampai dewasanya.
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6)
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah orang yang berilmu (ulama). (QS. Fathir : 28)
Ibnu Mas'ud radhiallahu’anhu pernah menyinggung hal ini dalam perkataannya, "Belajarlah kalian, dan bila kalian sudah mendapatkan ilmu, maka laksanakanlah ilmu itu." Ilmu dan amal, dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan. Tapi kita, sepertinya, kini lebih berilmu namun miskin dalam amal
Rasulullah saw bersabda dlm hadistnya: " Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian..
karena sesungguhnya aku melihat kalian adalah lebih banyak penghuni neraka.."
mereka bertanya: 'mengapa demikian wahai Rasulullah?', Rasulullah saw menjawab: "karena kalian cepat mengutuk, banyak mencela, dan selalu mengingkari kebaikan suami."
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl, 16:7)
Orang berilmu itu adalah bukanlah orang yang memiliki banyak kitab atau riwayat yang diketahui, tapi yang dinamakan berilmu apabila orang tersebut memahami apa yang disampaikan kepadanya dari ilmu-ilmu tersebut dan mengamalkannya. (Syarhus Sunnah oleh Al Imam Al Barbahari)
Orang yang berilmu adalah jika diam, ia berpikir. Jika berbicara, ia berdzikir dan jika memandang, ia mengambil pelajaran.
Al Qusyairi menyebutkan dari Umar Radiyallahu ‘anhu yang berkata tatkala turun ayat dalam surat At Tahrim : “Wahai Rasulullah, kami menjaga diri kami, maka bagaimanakah cara kami untuk menjaga keluarga kami ? ? Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian larang mereka dari apa-apa yang Allah larang pada kalian untuk melakukannya dan perintahkan mereka dengan apa yang Allah perintahkan.
Berkata Muqatil: “Yang demikian itu wajib atasnya untuk dirinya sendiri, anaknya, istrinya, budak laki-laki dan perempuannya.
Berkata Al-Kiyaa: “Maka wajib atas kita untuk mengajari anak dan istri kita akan ilmu agama, kebaikan serta adab. (Lihat Tafsir Al Qurthubi juz 8, hal. 6674-6675).
Syaikh Atailah mengingatkan: “Siapa yang telah diizinkan Allah untuk menyampaikan ajaran, maka semua ucapannya mudah dipahami oleh orang yang mendengar. Dipahami ibarat-ibaratnya dan dirasakan isyarat-isyaratnya.”
Isteri Sholehah
Istri sholehah akan tampak pada kondisi bencana, cobaan, prahara, dan krisis.
Istri sholehah mencintai laki-laki yang menikahinya.
Istri sholehah berhias dan berdandan demi suaminya dengan perbuatan dan perkataannya.
Istri sholehah adalah orang yang cerdas dan bodoh sekaligus. Cerdas sehingga dapat menemukan kejeniusan suaminya, dan bodoh sehingga tidak mengetahui kekurangan dan kesalahan suaminya.
Istri sholehah menerima suaminya demi mendapatkan kestabilan, sedangkan suami menerima kestabilan demi mendapatkan istri sholehah.
Istri sholehah adalah orang yang berpendapat bahwa misi hidupnya adalah membahagiakan suami.
Istri sholehah adalah orang yang memberitahukan suaminya akan keagungan sang suami, berkorban demi membahagiakan suami, dan selalu jujur dalam setiap perkataannya.
Istri sholehah berbahagia karena upayanya membahagiakan suami.
Airmata istri sholehah lebih berharga daripada darah istri yang menyusahkan.
Istri sholehah melakukan apapun yang membahagiakan suaminya dan bersabar atas tindakan suaminya yang tidak menyenangkan.
Istri sholehah adalah tatakan bunga-bunga rumah tangga yang menebar aroma semerbak. Rumah tangga tanpanya seperti jambangan dan botol parfum yang kosong.
Istri sholehah mengetahui tentang diri suaminya apa yang tidak diketahui sang suami sendiri.
Istri sholehah adalah makhluk paling indah yang diciptakan Allah di muka bumi.
Istri sholehah tidak mendengar, tapi tidak tuli; tidak melihat, tapi tidak buta; tidak berbicara, tapi tidak bisu. Semua perkataannya berasal dari lubuk hatinya, bukan reaksi dan basa basi.
Istri sholehah adalah satu-satunya orang yang dapat membuat keluarganya dan keluarga suaminya sama-sama mencintainya.
Istri sholehah mengutamakan keluarga dan suaminya daripada dirinya sendiri.
Istri sholehah memberi gula pada setiap ucapannya pada suami dan menghilangkan sedikit garam dari setiap ucapan suaminya padanya.
Istri sholehah dicintai suami, karena keanggunannya adalah sumber ketentraman suami, kelembutannya adalah sumber ketenangan suami, dan senyumannya adalah ganjaran bagi jerih payah suami.
Istri sholehah berbelanja berdasarkan pendapatan suami bukan berdasarkan kebutuhannya.
Istri sholehah adalah bunga yang indah dan harum yang mekar di taman semesta, namun memiliki duri yang melindungi dirinya.
Diketik ulang dari buku Untukmu Yang Akan Menikah dan Telah Menikah (Syaikh Fuad Shalih)
Karakteristik Wanita Sholehah
Dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.
Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)
Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dikisahkan Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rasulullah Saw.,
”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
"Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan amal keburukannya" (Tazkiyatus An-Nafs, 17)
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”(QS. Adz- Dzariyat: 49).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kaum perempuan adalah mitra kaum laki-laki.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap pria?” tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. “Ibunya.”
Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T. menatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).
Jika wanita memicit/mijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memijit suami bila disuruh akan mendapat pahala 7 tola perak.
Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)
Nabi saw bersabda: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. (Tirmidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
Doa yang kupanjatkan ketika aku masih gadis:
"Ya Allah beri aku calon suami yang baik, yang sholeh. Beri aku suami
yang dapat kujadikan imam dalam keluargaku."
Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah:
"Ya Allah beri aku anak yang sholeh dan sholehah, agar mereka dapat
mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku
yang tidak pernah putus."
Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir:
"Ya Allah beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami
yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu ya Allah...."
Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku sudah mulai sekolah:
"Ya Allah..... jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral
Islami, agar dia bisa khatam Al Quran pada usia muda.."
Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku sudah beranjak remaja:
"Ya Allah jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yg mengkhawatirkanku.
Ya Allah aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang
sedang ranum."
Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku menjadi dewasa:
"Ya Allah entengkan jodohnya, berilah jodoh yang sholeh pada mereka,
yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga
kami."
Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah:
"Ya Allah jangan kau putuskan tali ibu & anak ini, aku takut kehilangan
perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya."
Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan:
"Ya Allah mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama
pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria
wibawaku sebagai ibu dari ibunya cucuku."
Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Allah tersenyum
dan berkata..... .
"Engkau ingin suami yang baik dan sholeh sudahkah engkau sendiri baik
dan sholehah?
Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi makmum yang baik?"
"Engkau ingin anak yang sholehah, sudahkah itu ada padamu dan pada
suamimu. Jangan egois begitu...... .. masak engkau ingin anak yang sholehah
hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu. . ...tentu mereka menjadi
sholehah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah
aturan-Ku."
"Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa?......
prestige? ........ atau....mode? .....atau engkau tidak mau direpotkan
dengan mendidik Islam padanya? engkau juga harus belajar, engkau juga
harus bermoral Islami, engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha
mengkhatamkannya. "
"Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan
mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat?
Sementara engkau tahu Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan
umat-Ku."
"Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu, seolah engkau
tidak percaya ayat 3 & 26 surat An Nuur dalam Al Quran-Ku. Percayalah
kalau anakmu adalah anak yang sholihah maka yang sepadanlah yang dia
akan dapatkan."
"Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu. Aku yang
memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya. Aku tetap
mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku, bahkan ketika dia
melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya. .. "
"Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu, berilah
kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi
amanahnya."
Lantas...... . aku malu...... dengan imajinasi do'a-ku sendiri....
Aku malu akan tuntutanku kepada-NYA.. . .....
Maafkan aku ya Allah......
(Imajiner Doa oleh: Ratih Sanggarwati)
Ya Alloh jika suatu hari nanti aku jatuh cinta, tetapkanlah cintaku ini agar selalu karenamu. Ya Alloh jika nanti aku jatuh cinta, berikanlah aku seseorang yang juga mencintaimu. Ya Alloh jika nanti aku jatuh cinta,jangan biarkan aku terbuai hingga melupakanmu...
saat aku mulai mencintai seseorang, aku ditinggalkan
Saat aku sangat mengharapkannya, dia menghilang
Ketika aku mulai merasakan bahagia, aku dicampakkan
Ketika aku sangat membutuhkannya, dia memilih yang lain
Aku bertanya pada Tuhan
Yaaa.. Tuhan..kenapa semua yang aku inginkan tidak bisa aku miliki????
Tuhan menjawab karena kamu tidak pernah merasa yakin memilikinya.
aku kembali bertanya, tapi mengapa pada saat aku bahagia dia meninggalkanku
Tuhan "karena kamu tidak pernah memahami apakah dia bahagia bersamamu"
Tuhan "Aku tidak akan memberikan pasangan yang baik untukmu, jika kamu masih kasar"
"Aku tidak akan memberikan pasangan yang setia untukmu, disaat kamu selalu mencari yang terbaik"
"Aku tidak akan menganugrahkan seseorang yang sabar bagimu sedangkan kamu masih egois"
"Aku akan memberikan pasangan untukmu yang sesuai untukmu, maka pebaikilah dirimu sesuai dengan apa yang kamu inginkan dari pasangan hidupmu"
Sesungguhnya Wanita" yg keji adalah utk laki" yg keji,dan laki" yg keji adlh utk wanita" yg keji (pula), dan wanita" yg baik adlh utk laki" yg baik dan laki" yg baik adlh utk wanita" yg baik (pula). Mereka (yg dituduh) itu bersih dari apa yg dituduhkan oleh mereka (yg menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yg mulia (surga). (QS An-Nur [24]:26)
(Diambil dari salah satu Mading pada Sekretariat YISC Al-Azhar)
Perhiasan yang paling indah
bagi seorang abdi Allah
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia
Perhiasan yang paling indah
bagi seorang abdi Allah
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia
Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab Al Qur'an didaulahkan
Suami mereka ditaatinya
Walau berjualan di rumah saja
Karena iman dan juga Islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu di korbankan
Harta kemewahan dileburkan
Di dalam kehidupan ini
dia menampakkan kemuliaan
Bagai sekutum mawar yang tegar
Ditengah gelombang kehidupan
Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab al Qur'an didaulahkan
Suami mereka ditaatinya
Akhlak mulia yang ia hadirkan
Karena iman dan juga Islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu di korbankan
Harta kemewahan dileburkan
Di dalam kehidupan ini
dia menampakkan kemuliaan
Bagai sekutum mawar yang tegar
Ditengah gelombang kehidupan
Wanita sholehah....