Islam telah memberikan bimbingan utk mengatasi suami atau istri yg berbuat nusyuz. Islam juga tdk melarang bila perpisahan terpaksa diambil krn kedua pihak tdk bisa lagi disatukan.
Mengobati Istri yg Berbuat Nusyuz
Bila terjadi problem dlm rumah tangga tdk sepantas pasangan suami istri langsung memutuskan perceraian sementara permasalahan itu bisa diselesaikan dgn cara lain yg lbh baik tanpa harus memutuskan ikatan nikah. Demikian pula bila terjadi nusyuz dari pihak istri Islam memberikan jalan utk menyembuhkan dgn cara yg disebutkan dlm Al Qur’an:
“Dan para istri yg kalian khawatirkan nusyuz mk hendaklah kalian menasehati mereka dan meninggalkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka. Kemudian jika mereka mentaati kalian mk janganlah kalian mencari-cari jalan utk menyusahkan mereka.”
Penyembuhan istri yg nusyuz ini dilakukan dgn tahapan tdk langsung memakai cara kekerasan sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Abbas c: “Istri itu diberi nasehat kalau memang ia mau menerima nasehat. Kalau tdk ia ditinggalkan di tempat tidur bersamaan dgn itu ia didiamkan dan tdk diajak bicara.”
Bila cara nasehat tdk berhasil istri tersebut di-hajr dgn tdk digauli selama waktu tertentu hingga tercapai maksud yg diinginkan. Kalau tdk berhasil juga mk barulah ditempuh cara pukulan namun tdk boleh meninggalkan bekas.
1. Memberi nasehat dan bimbingan
Ini merupakan langkah pertama yg harus ditempuh utk mengembalikan istri kepada ketaatan atau menjauhkan dari pelanggaran yg dilakukannya. Nasehat dilakukan dgn penuh kelembutan dan kasih sayang. Ibnu Qudamah t mengatakan: “Dalam nasehat itu ia ditakut-takuti kepada Allah diingatkan apa yg Allah wajibkan kepada utk memenuhi hak suami dan keharusan mentaati diperingatkan akan dosa bila menyelisihi suami dan bermaksiat padanya. Ia juga diancam akan gugur hak-hak berupa nafkah dan pakaian bila tetap durhaka kepada suami dan ia boleh dipukul dan di-hajr oleh suami kalau tdk mau menerima nasehat.” .
2. Al Hajr
Terkadang seorang istri tdk cukup diberi nasehat utk menghentikan dari nusyuz yg dilakukan sehingga harus ditempuh cara penyembuhan yg kedua yaitu dgn hajr. Ibnu Abbas c menafsirkan hajr ini dgn tdk menggauli istri tdk meniduri di atas tempat tidur dan memunggunginya. As-Sudi Adh-Dhahhak ‘Ikrimah dan Ibnu ‘Abbas dlm satu riwayat menambahkan: “Bersamaan dgn itu ia mendiamkan dan tdk mengajak bicara istrinya.”
3. Pukulan
Terkadang penyembuhan dan pendidikan butuh sedikit kekerasan krn ada tipe manusia yg tdk bisa disembuhkan dari penyimpangan kecuali dgn cara diberi kekerasan fisik. Dan termasuk penyembuhan nusyuz istri adl dgn pukulan yg diistilahkan Al Qurthubi t dgn pukulan pendidikan bukan pukulan utk tujuan menghinakan atau menyiksa.
Disyaratkan pukulan itu tdk terlalu keras hingga mematahkan tulang atau meninggalkan bekas sebagaimana pesan Rasulullah dlm haji Wada`:
“Bertakwalah kalian dlm urusan para wanita krn sesungguh kalian mengambil mereka dgn amanat dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dgn kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adl mereka tdk boleh mengizinkan seorangpun yg kalian tdk sukai utk menginjak permadani kalian1. Bila mereka melakukan hal tersebut mk pukullah mereka dgn pukulan yg keras. Dan hak mereka atas kalian adl kalian harus memberikan nafkah dan pakaian utk mereka dgn cara yg ma’ruf”.
Yang dimaksud2 kata Al-Hasan Al-Bashri t yaitu pukulan yg tdk membekas . Atau pukulan yg tdk membelah daging dan mematahkan tulang.
‘Atha t pernah berta kepada Ibnu ‘Abbas c tentang maksud:
Ibnu ‘Abbas menjawab: “Pukulan dgn memakai siwak dan semisalnya.”
Al-Imam An-Nawawi t setelah membawakan hadits di atas beliau berkata: “Hadits ini menunjukkan boleh seorang suami memukul istri dlm rangka mendidiknya.” Beliau mensifati pukulan di sini dgn pukulan yg tdk keras dan memayahkan.
Pukulan itu juga tdk ditujukan ke wajah krn Rasulullah telah memperingatkan:
“Apabila salah seorang dari kalian memukul mk hendaklah menjauhi wajah.”
Ulama mengatakan bahwa hadits ini secara jelas menunjukkan larangan memukul wajah dan masuk dlm larangan ini bila seorang suami memukul istri anak ataupun budak dgn pukulan pendidikan.
Apabila istri telah kembali kepada ketaatan terhadap suami dan meninggalkan perbuatan nusyuz- mk “janganlah kalian mencari-cari jalan utk menyusahkan mereka” yakni janganlah kalian berbuat jahat kepada mereka baik dlm ucapan maupun perbuatan. dlm ayat ini ada larangan utk mendzalimi para istri.
Bagaimana bila Suami yg Berbuat Nusyuz?
Seorang istri diberi hak oleh Islam utk mengobati nusyuz suami namun tentu ia tdk bisa menempuh cara hajr atau pukulan sebagaimana hak ini diberikan kepada suami krn perbedaan tabiat wanita dgn laki2 dan lemah kemampuan serta kekuatannya.
Seorang istri yg cerdas akan mampu menyabarkan diri guna mengembalikan suami sebagai suami yg baik sebagaimana sedia kala sebagai ayah yg lembut penuh kasih sayang. Ketika mendapati nusyuz suami ia bisa melakukan hal-hal berikut ini:
• Mencurahkan segala upaya utk menyingkap rahasia dibalik nusyuz suaminya. Kenapa suamiku berbuat demikian? Apa yg terjadi dengannya? Ada apa dgn diriku?
• Menasehati suami dgn penuh santun mengingatkan terhadap apa yg Allah wajibkan pada berupa keharusan membaguskan pergaulan dgn istri dan sebagainya.
• Sepantas bagi istri utk selalu mencari keridhaan suami dan berupaya mencari jalan agar suami senang padanya. mk ketika ia mendapati suami menjauh dari ia bisa melakukan bimbingan Al Qur’an berikut ini:
“Dan apabila seorang istri khawatir akan nusyuz suami atau khawatir suami akan berpaling dari mk tdk ada keberatan atas kedua utk mengadakan perbaikan/perdamaian dgn sebenar-benarnya.”
Berkata Al-Imam Ath-Thabari t: “Istri yg khawatir suami berbuat nusyuz atau berpaling dari mk dibolehkan bagi utk mengadakan perdamaian dgn suami dgn cara ia merelakan tdk dipenuhi hari giliran atau ia menggugurkan sebagian hak yang semesti dipenuhi oleh suami dlm rangka mencari simpati dan rasa iba juga agar ia tetap dlm ikatan pernikahan dgn suami .”
Ibnu Qudamah t berkata: “Tidak apa-apa ia merelakan sebagian hak dlm rangka mencari ridha suami dan kapan saja istri mengadakan perdamaian dgn suami dgn cara meninggalkan sesuatu dari hak giliran atau nafkah atau kedua-dua mk hal ini dibolehkan.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di t berkata tentang ayat di atas: “Maka yg lbh baik pada keadaaan ini kedua melakukan perbaikan dan perdamaian dgn cara si istri merelakan gugur sebagian hak yg semesti dipenuhi suami asalkan ia tetap hidup bersama atau ia ridha diberi nafkah yg sedikit diberi pakaian dan tempat tinggal seada atau dlm hal giliran3 ia menggugurkan hak tersebut atau dgn cara ia menghadiahkan hari dan malam giliran kepada madunya.”
Mendamaikan Sengketa antara Kedua Pihak
Allah berfirman:
“Dan bila kalian khawatir perselisihan antara kedua mk hendaklah kalian mengutus seorang hakim dari keluarga si suami dan seorang hakim dari keluarga si istri”.
Bila terjadi perselisihan antara suami istri dan tdk diketahui siapa yg berbuat nusyuz di antara kedua atau malah kedua-dua berbuat nusyuz ketika itu ulama sepakat disyariatkan mengirim dua orang hakim utk menyelesaikan perselisihan tersebut. Dan mereka bersepakat dua orang hakim itu harus berasal dari keluarga kedua belah pihak satu dari pihak suami dan yg lain dari pihak istri. Namun jika tdk ada mk boleh dari selain keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar