Sabtu, 19 Juni 2010

lebih baik diam?SSttt...

Sebarkan kata-kata positif di tengah-tengah kita. Rasanya itu pesan yang ingin disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya sebagai berikut..

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” (HR. Al-Bukhariy no.6018 dan Muslim no.47)

Sungguh menarik manakala Rasulullah SAW menjadikan berkata baik atau diam ini sebagai salah satu syarat beriman kepada Allah dan hari akhir. Bisa diartikan juga bahwa mereka yang berkata TIDAK baik, maka dia tidak beriman. Wah, sereem..

Adapun makna dari berkata baik itu antara lain:
1. Berkata Jujur tidak berdusta
2. Tidak menggosip, membicarakan kejelekan orang lain (ghibah)
3. Tidak berkata mengadu domba
4. Tidak menghina, mengejek
5. Tidak memfitnah
6. Tidak berkata kotor
7. Menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa, walaupun pahit

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,” maksudnya adalah barangsiapa yang beriman dengan keimanan yang sempurna, yang dapat menyelamatkan dari ‘adzab Allah dan menyampaikan kepada keridhaan-Nya, “maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” karena sesungguhnya orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentulah dia merasa takut terhadap ancaman-Nya, mengharap pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Dan yang lebih penting dari itu adalah menjaga segala anggota badannya karena kelak ia akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat atas apa yang telah dilakukannya.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Israa`:36)

Dan juga firman-Nya:
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)

Bahaya dan ketergelinciran lisan sangat banyak, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Bukankah yang menenggelamkan manusia ke neraka di atas hidung-hidung mereka tidak lain karena hasil lisan-lisan mereka?” (Shahih, HR. At-Tirmidziy no.2616 dari Mu’adz bin Jabal t, lihat Shahiihul Jaami’ 5/29-30))

Maka barangsiapa yang mengetahui dan memahami hal ini serta beriman kepada-Nya dengan sebenar-benar keimanan, maka Allah akan memelihara lisannya sehingga dia tidak akan berbicara melainkan dengan perkataan yang baik atau diam.

Berkata sebagian ‘ulama: “Kumpulan adab yang baik itu tercabang pada empat hadits, disebutkan di antaranya sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!”

Sebagian ‘ulama menjelaskan makna hadits tersebut: Apabila seseorang hendak berbicara, maka jika apa yang hendak ia katakan itu baik, benar dan berpahala maka hendaknya dia berbicara. Jika tidak maka hendaknya ia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh atau bahkan yang mubah.

Berdasarkan hal ini, maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk menahan diri darinya karena khawatir terjatuh kepada yang haram atau makruh dan inilah yang menimpa kebanyakan manusia. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)

Para ‘ulama berbeda pendapat, apakah setiap yang diucapkan manusia itu pasti dicatat oleh malaikat sekalipun yang mubah, ataukah tidak dicatat melainkan yang berhubungan dengan perkataan yang akan membuahkan pahala dan siksa? Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Bagi yang berpendapat dengan pendapat ini maka makna ayat yang mulia tersebut menjadi bersifat khusus yakni perkataan yang berhubungan dengan balasan, baik pahala ataupun siksa.

Berkata penulis kitab Al-Ifshaah ‘an Syarhi Ma’aanish Shihaah, Ibnu Hubairah: “Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” menunjukkan bahwa perkataan yang baik itu lebih utama daripada diam, sedangkan diam lebih utama daripada berkata yang jelek. Hal itu bisa diperhatikan dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendahulukan “ucapkanlah (perkataan) yang baik” daripada “atau diam!”
Berkata yang baik dalam hadits ini meliputi: menyampaikan ajaran Allah dan Rasul-Nya, memberikan pengajaran kepada kaum muslimin, amar ma’ruf nahi munkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih dan berbicara dengan pembicaraan yang baik kepada manusia. Dan termasuk ucapan yang paling utama adalah mengatakan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau yang diharapkan bantuannya. (Lihat Syarh Al-Arba’iin Hadiitsan An-Nawawiyyah hal.47-50)
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i: “Makna hadits ini adalah apabila seseorang ingin berbicara maka hendaklah dipikirkan dahulu. Apabila nampak bahwasanya tidak ada bahaya padanya maka berbicaralah, sebaliknya apabila nampak padanya bahaya atau dia ragu (apakah mengandung bahaya atau tidak) maka tahanlah (diamlah).” (Syarh Shahiih Muslim 1/222)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar