Senin, 05 Desember 2011

Gawat, Pembiaran Demam Amuba!

DEMAM Amuba merusak tatanan sepak bola Indonesia. Uniknya, PSSI melakukan pembiaran terhadap demam yang “memecah-belah” klub-klub top.
Berita terakhir, PSSI sukses melobi AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia) dan FIFA (Federasi Asosiasi Sepak Bola Dunia). Hasilnya, AFC mengangkat Widjajanto (CEO PT LPIS) menjadi anggota Komite Ad Hoc AFC untuk liga professional, dan memberhentikan Joko Driyono sebagai Komite Ad Hoc AFC untuk liga professional. Kedua, AFC dan FIFA hanya mengakui IPL (Indonesian Premier League) sebagai kompetisi yang sah. Kompetisi ISL (Indonesia Super League) dengan begitu berstatus tidak sah (illegal).

Deutsch: Hauptsitz der FIFA in Zürich, Schweiz...
Image via Wikipedia
Langkah PSSI seperti itu tentu sudah bisa terprediksikan. Yang sulit diprediksikan, apa langkah PSSI untuk mengatasi demam amuba yang bisa merusak tatanan sepak bola Indonesia. Dalam tulisan kami sebelumnya, sudah ada 5 (lima) klub besar yang “membelah dan terbelah” jadi dua klub kembar.

Kelima klub tersebut:
1.Persebaya Surabaya IPL dan Persebaya Surabaya Divisi Utama ISL.
2.Arema Indonesia IPL dan Arema Indonesia ISL.
3.Persija Jakarta IPL dan Persija Jakarta ISL.
4.PSMS Medan IPL dan PSMS Medan ISL.
5.Sriwijaya FC IPL dan Sriwijaya FC ISL.
YANG CERDIK SRIWIJAYA FC. Yang senior dan tangguh ikut ISL. Yang pemain binaan (Young Guns) ikut IPL. Tapi keduanya tetap di bawah PT Sriwijaya Optimis Mandiri dan keduanya strata satu! Cerdik sekali.
Belum diketahui dengan jelas, apakah akan menyusul klub kembar lainnya.
Yang menjadi persoalan berat adalah apa status hukum klub kembar (baca: klub yang dibentuk 2011 dengan nama yang sama dengan klub aslinya)? Apakah benar dan sah secara hukum, klub kembaran yang dibentuk tahun ini langsung berstrata sama dengan klub aslinya? Yang satu IPL, satunya lagi ISL. Walaupun Persebaya kembaran berada di strata 2 (Divisi Utama) apakah itu juga benar dan sah secara hukum?
Jika klub-klub lain memiliki dana yang sangat kuat juga membelah diri, apakah klub kembarannya juga berstrata sama. Yang di strata satu, kembarannya juga strata satu. Yang di strata dua, kembarannya juga strata 2? Dari mana strata itu bisa diperoleh tanpa lewat pergulatan kompetisi mulai Divisi Tiga?
Kalau bisa begitu, mungkin sejak dulu Manchester United membelah diri jadi dua klub. Sama-sama bernama Manchester United dan sama-sama di Premier League Inggris.
Rusaklah tatanan sepak bola Indonesia jika demam amuba itu dibiarkan merajalela. Seperti yang kami jelaskan sebelumnya, amuba adalah mahluk sel satu yang membiakkan dirinya lewat pembelahan sel. Satu sel menjadi dua sel yang mandiri sebagai dua individu yang setara.
Persis dengan klub-klub kembar sekarang, membelah jadi dua klub dengan status yang sama dan mandiri. Bayangkan apa yang terjadi, jika klub-klub Divisi Utama, Divisi Satu, Divisi Dua, dan Divisi Tiga ikutan membelah diri jadi dua klub. Jurisprudensinya jelas koq! Akan membengkaklah jumlah klub Divisi Utama, Satu dan bawahnya lagi akibat “pembelahan sel” klub!
Nah ada hal yang sangat rawan lainnya.
Mengapa klub Divisi Utama dan divisi bawah Indonesia tidak dibatasi? Tidak jelas! Maka, klub-klub Divisi Utama, Satu, Dua, dan Tiga akan membawa persoalan lebih gawat kalau diserang demam amuba.
Bandingkan dengan jumlah klub divisi utama dan divisi satu, dua, dan tiga Liga-Liga Eropa. Di sana jumlahnya ditentukan dan tidak boleh lebih dari yang telah ditentukan.
DI INGGRIS
Premier League                                   20 klub
Championship (National Wide)                24 klub
League One                                        24 klub
League Two                                       24 klub
DI SPANYOL
Primera Liga                                       20 klub
Segunda Division                                22 klub
Segunda B                                         20 klub
Catatan: Di Segunda B ada Real Madrid II, Atletico Madrid II, Celta Vigo II, Rayo Vallecano II, Sporting Gijon II, dan Getafe II. Tapi mereka bukan kembaran Real Madrid, Atletico Madrid dan seterusnya. Mereka adalah klub Real Madrid II yang di strata 3, dan dimaksudkan untuk pembinaan pemain muda. Seperti Persebaya musim lalu, ada Persebaya, ada Surabaya Muda (pemain-pemain U-21).
Tercera Division                                 20 klub
KESIMPULAN: jumlah masing-masing strata di Inggris dan Spanyol ditentukan (dibatasi, pasti dengan argumentasi kuat) dan tidak boleh lebih dari itu.
Bandingkan dengan Indonesia. Nyaris saja IPL bermuatan 24 klub. Dan,  Divisi Utama-nya makin tidak jelas. Tahun 1980-an hanya 10 klub, sekarang lebih dari 30 klub. Sekarang? Kalau yang versi IPL dan ISL-nya dijumlahkan, totalnya bisa 60 klub lebih.
Maka, terjadilah pelanggaran-pelanggaran di strata ini yang belum terungkap dan terendus media massa. Dari mana klub-klub tambahan itu? Ada yang protes, karena ada klub Divisi Satu yang gagal promosi tiba-tiba naik ke Divisi Utama. Nggak masuk Delapan Besar Divisi Satu, langsung naik Divisi Utama.
Pendek kata, banyak pertanyaan (baca: persoalan) yang tidak ada jawabannya (apalagi penyelesaian hukumnya).
Apakah klub dengan nama yang sama diperbolehkan? Apakah FIFA dan AFC membolehkan? Mengapa di Inggris harus ada Manchester United dan Menchester City dan di Spanyol ada Real Madrid dan Atletico Madrid misalnya? Mengapa PSSI melakukan pembiaran terhadap klub baru dengan nama yang sama dengan klub asal? Apakah gara-gara muatan IPL kalah banyak dengan ISL? Klub mana lagi yang akan didemam-amubakan?
Bahkan pengelola kompetisi liga professional Indonesia sekarang, de facto, juga kembar. Ada PT LI yang sudah menjadi pengelola sejak musim kompetisi 2008-2009, bahkan sebelumnya ketika strata Super League belum diluncurkan. Kini dilahirkan PT LPIS. Apakah PT LPIS yang baru ini sah secara hukum? FIFA dan AFC boleh saja mengakui PT LPIS, tapi apakah PT LPIS adalah badan yang dhasilkan lewat keputusan Kongres PSSI? Yang diterima dan diakui oleh semua klub?
AFC dan FIFA boleh saja mengakui PT LPIS, tapi apakah PT LPIS boleh dan sah secara hukum membawa Persema, PSM, Persebaya 1927, dan Persibo – yang musim lalu menyeberang ke Liga Primer Indonesia (di luar kompetisi yang dikelola PSSI dan diakui AFC dan FIFA) – ke pentas IPL (Indonesian Premier League) 2011-2012?
* * * *
Kita sekarang baru sadar bahwa ketika kekuatan reformasi membentuk LPI (Liga Primer Indonesia), saat itulah terjadi kesalahan besar dalam sejarah sepak bola Indonesia. Meskipun pembentukan LPI didukung oleh banyak pihak, termasuk oleh media massa.
Begitu kekuatan reformasi menang dan memegang tahta kekuasaan di kerajaan PSSI, begitu banyak kerepotan dan permasalahan harus terjadi dan harus diurus. Apalagi jumlah klubnya 19. Bagaimana nasib klub Tangerang Wolves, Bali Devata, Medan Chiefs, Minangkabau FC, Cenderawasih FC dan lain sebagainya? Bagaimana nasib pelatih-pelatihnya (termasuk pelatih asingnya)? Maka, Wim Rijsbergen pun dipaksakan menjadi pelatih tim nasional. Persebaya 1927, Persema, dan Persibo langsung memperoleh tiket IPL. Bontang FC yang musim lalu degradasi juga direkrut. Tapi, bagaimana nasib klub-klub lain itu?
Walaupun alasan dan misinya luhur, yaitu ingin menggusur rezim HAM Nurdin Halid, dan memberantas mafia wasit dan praktik-praktik lain yang unfair, tapi membentuk klub-klub baru dan mengajak klub-klub lama dalam pentas LPI di luar wilayah PSSI, AFC, dan FIFA adalah hal yang dikemudian hari menjadi persoalan yang amat merepotkan.
Gampang katanya: bermain sepak bola boleh, tapi jangan “mempermainkan” sepak bola. Jangan ada lagi Liga Primer-Liga Primer yang baru. Korbannya akan begitu besar dan sepak bola Indonesia patut mengibarkan bendera setengah tiang.
Persoalannya beda loh dengan PT LI. PT LI ini adalah pengelola kompetisi Liga Profesional bertahun-tahun, tiba-tiba tidak diakui PSSI, AFC, dan FIFA, karena PSSI tiba-tiba membikin PT LPIS yang bukan hasil keputusan Kongres PSSI.
Jangan-jangan bila pengurus PSSI berganti lagi, dibentuklah PT Liga Puncak Mandiri Indonesia kemudian PT LPIS dibasmi, ganti pengurus lagi dibentuk PT Liga Pucuk Bola Supra Indonesia dan PT Liga Puncak Mandiri Indonesia dibasmi. Begitu seterusnya. Kacaulah tatanan sepak bola Indonesia. Dan makin kelamlah sejarah sepak bola Indonesia.
Padahal Inggris sejak dulu sampai sekarang ya tetap Premier League, Italia dari dulu kala sampai sekarang tetap Serie A, Spanyol dari dulu sampai kini juga tetap Primera Liga.
Alhasil, PSSI sekarang sibuk memadamkan “kebakaran” akibat kesalahan tokoh-tokoh reformasi semasa perjuangan. Sementara itu, api dendam dibiarkan membara dengan melibas semua pihak yang dianggap musuh!
Bayangkan, kalau 18 klub yang loyal mengikuti Kompetisi ISL itu dihukum degradasi ke Divisi Tiga!? Apakah PSSI sudah memperhitungkan dampak politisnya di Papua? Di Papua ada 4 klub yang ikut ISL: Persipura (juara ISL 2010-2011), Persiwa, Persidafon, dan Persiram. Makin mumet.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar