Sekarang ini trend untuk merayakan hari2 yang dianggap penting semakin menggejala
, bahkan di kalangan jokam pun (maaf) banyak yang tidak mau ketinggalan, dalam artikel ini saya ingin sedikit menyentuh tentang perayaan hari ibu, kebetulan di Indonesia baru saja dirayakan, tepatnya pada tanggal 22 Desember, semakin tahun kelihatannya semakin meriah dan semakin “hidup”, dengan ditandai semakin banyak orang yang “sibuk” memberi ucapan; selamat hari ibu, atau I love u mom dll, bahkan banyak diantaranya disertai memberi hadiah2 yang “wah”.
Namun sebagaimana yang dinasehatkan oleh abah dalam setiap kesempatan; semakin lama menetapi QHJ kita supaya semakin faham, supaya semakin khusyu’, supaya semakin mutawarri’ dll, sudahkah kita mengoreksi kembali patut dan tidaknya kita terbawa suasana perayaan2 tersebut sebelum menyelidiki “hakikatnya” perayaan itu ?
Di berbagai negara perayaan “hari Ibu” dirayakan pad tanggal dan bulan yang tidak sama, contohnya di Singapura, Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Taiwan, dan Hongkong dll. peringatan Mother’s Day jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei.
Sedangkan di Indonesia perayaan hari Ibu adalah pada tanggal 22 Desember (Note; maka sengaja artikel ini tidak saya tampilkan kemarin agar tidak “mengecewakan” bagi yang sedang bersemangat merayakan hari Ibu, apalagi yang sudah terlanjur membeli hadiah yang mahal2 untuk sang Ibu tercinta).
Hari Ibu di Indonesia kalau menurut “asbabun nuzulnya” adalah sebagai peringatan atas pertemuan para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I, pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kemudian Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Saat ini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.
Namun tahukah anda bahwa perayaan hari ibu yang dirayakan pada tanggal dan bulan yang berbeda-beda di berbagai negara tsb sebenarnya terinspirasi dengan perayaan Mother’s Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno.
Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud “mengharamkan” perayaan hari ibu, akan tetapi marilah sejenak kita ingat sabda Rasulullah s.a.w; Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum; barang siapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk golongan mereka. HR. Abu Dawud (Albani : Hasan Shahih)
Patutkah kita yang mengaku sebagai ahli QHJ yang mengamalkan QH secara teori dan praktik, manquul, musnad, muttashil, mukhlish, namun dalam kenyataannya masih latah dengan “tasyabbuh” atau menyerupai / mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh para penyembah Dewa ?
Haruskah kita menghidup-hidupkan adat tradisi orang barat yang sebenarnya mereka sendiri tidak pernah jelas atas asal-usul kebiasaan yang mereka rayakan itu, sebagai contoh setiap tanggal 25 Desember mereka merayakan Natal (Crhistmas) konon untuk merayakan hari lahirnya Jesus (Nabi Isa alaihis salam) akan tetapi ternyata tokoh yang ditampilkan dalam setiap perayaan itu bukan Jesusnya, melainkan tokoh fiktif yang tidak jelas asal-usulnya, yaitu; Sinterklas (Santa Claus) dengan pernak-pernik pohon Natal yang Jesus sendiri tidak pernah melihatnya, sebab baik pohon cemara, salju dll. itu semua tidak pernah ada di tempat kelahirannya Jesus (Betlehem Palestina).
Sehingga banyak kalangan Kristen sendiri yang prihatin dengan kondisi perayaan Natal yang lebih menonjolkan legenda dan mitos Santa Claus ketimbang Jesus, seorang aktifis Kriten di Indonesia, misalnya menulis: Mengenang maraknya perayaan Natal tahun 2003 yang lebih menonjolkan figur Santa Claus daripada figur “Tuhan Jesus”; Sudah tiba saatnya umat Kristen sadar dan menempatkan dirinya lebih berpusat kepada Injil dan berhati Jesus dan tidak makin jauh terpengaruh komersialisasi yang sudah begitu jauh dimanfaatkan oleh toko-toko mainan, makanan, minuman dan bisnis hiburan itu
Dan jika ditelusuri tentang “asbabun nuzul” Natal maka yang akan kita jumpai adalah semakin tidak jelas asal-muasalnya, sebab ternyata perayaan Natal sebenarnya bukan benar-benar pada hari lahirnya Jesus, Natal yang mulai diadakan pada tahun 313 M setelah Kaisar Konstatin mengeluarkan “the Edict of Milan” yang sebenarnya untuk menyaingi perayaan kaum Pagan (penyembah Matahari yang di Romawi dikenal sebagai Sol Invictus) pad setiap tanggal 25 Desember.
Diantara alasan yang lazim dikemukakan oleh mereka yang pro dan aktif merayakan hari Ibu adalah; Masak sih mau menghormati Ibunya sendiri kok gak boleh ? maka jawabannya adalah; Masak sih menghormati Ibu kita sendiri di mana surga kita ada di telapak kakinya dan ridha serta murka Allah tergantung padanya kita harus menunggu setahun sekali (tgl 22 Desember) ?
Rasulullah s.a.w yang kita yakini sebagai contoh teragung dan terbaik untuk seluruh umat manusia, tidak mengadakan hari khusus untuk merayakan hari Ibu, ini bukan berarti beliau tidak perduli akan jasa para Ibu, atau tidak mendidik kita umatnya untuk menghomati Ibu, bahkan beliaulah satu2nya tokoh manusia yang menggandakan hingga 3 kali ganda derajat Ibu di atas Bapak.
Beliau mengajarkan kepada kita agar sepanjang hari dan setiap hari menghormati Ibu kita, dan setiap hari adalah “hari Ibu” untuk Ibu kita. Sungguh sedih ketika melihat trend masyarakat Melayu/Islam khususnya di Singapura, setiap perayaan hari Ibu mereka jor-joran (berlomba-lomba) menghormati Ibunya, maka jangan harap anda bisa dinner (makan malam) di restoran dengan tanpa booking beberapa jam atau bahkan beberapa hari sebelumnya, sebab pada saat itu mereka biasanya akan merayakan hari ibu dengan acara dinner di restoran, itupun masih disertai dengan hadiah2 untuk sang Ibu tercinta; berupa perhiasan berupa cincin atau kalung emas, bunga mawar, baju baru dll.
Namun di sisi lain jumlah Ibu yang diterlantarkan oleh anaknya semakin meningkat, Ibu yang diperlakukan seperti pembantu, Ibu yang “numpang” di rumah anaknya di tempatkan di store room (gudang), Ibu yang dicampakkan ke “rumah tumpangan” dll. Itukah hikmah dari perayaan hari Ibu setahun sekali ? silahkan tepuk, dada tanya selera ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar