Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
"Katakanlah, 'Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripada-nya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".(Al-Jumu'ah: 8). Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, ken-datipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (An-Nisa`: 78). Ajal kematian setiap manusia telah ditulis oleh Allah pada saat dia masih berupa janin di dalam rahim ibunya dalam umur seratus dua puluh hari, kematian itu ditulis bersamaan dengan rizki, amal, kebahagiaan, dan kesengsaraannya. Apabila ajal ter-sebut tiba, maka ia tiba tepat waktu, tidak mungkin ditunda atau disegerakan sesaat pun. Apabila ajal tiba, maka ia tiba di bumi mana pun orang tersebut berada, tanpa dia ketahui.
وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati." (Luqman: 34). Bahkan mungkin yang bersangkutan tidak di bumi tetapi di udara atau di laut. Apabila ajal tiba, maka ia tiba apa pun penye-babnya; sakit, kecelakaan lalu lintas, dibunuh orang, tenggelam, bencana alam, dan lain-lain. Semua itu hanya penyebab kematian, bahkan ada orang yang mati tanpa didahului oleh sebab; kata orang, mati mendadak. Dia tidur, ternyata itu menjadi tidur panjangnya. Dia duduk di meja kantor, ternyata dia tidak lagi berdiri tetapi di-angkat ke ranjang pemandian. Semua itu penyebabnya hanya satu, kematian. Seandainya kematian adalah akhir segalanya, maka perkara-nya sangatlah mudah, ringan, dan remeh, akan tetapi tidak demi-kian, justru ia merupakan awal bagi babak kehidupan baru yang hanya memiliki dua kemungkinan yang tidak mungkin dirubah; kesengsaraan dan tangisan abadi atau kebahagiaan dan senyuman abadi, di mana kedua pilihan ini tergantung kepada apa yang kita tanam di alam dunia. Oleh karena itu, ketika seseorang didatangi ajalnya, dia merasa tidak mungkin selamat darinya, dia mengeta-hui seberapa jauh usaha menanam yang dilakukannya semasa hidup. Maka dalam kondisi tersebut dia pasti berharap diberi peluang dan kesempatan kedua guna menambal kelengahan dan memper-baiki yang rusak, akan tetapi nasi sudah menjadi bubur. Waktu yang berlalu tidak mungkin diputar ulang dan penyesalan selalu datang di belakang. Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
وَأَنفِقُوا مِن مَّارَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ . وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, 'Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menang-guhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?' Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) sese-orang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Munafiqun: 10-11). Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.' Sekali-kali tidak. Sesungguh-nya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan." (Al-Mu`mi-nun: 99-100). Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata :
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ الله، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيْحٌ شَحِيْحٌ، تَخْشَى الْفَقْـرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَ، قُلْتَ: لِفُلَانٍ كذا، وَلِفُلَانٍ كذا، وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ.
"Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi, dia berkata, 'Ya Rasu-lullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?' Rasulullah menjawab, 'Kamu bersedekah dalam keadaan sehat, mencintai harta, takut miskin, dan berharap kaya, jangan menunda-nunda sehingga ketika nyawa sampai di kerongkongan kamu berkata, 'Untuk fulan ini, untuk fulan ini,' padahal ia telah menjadi miliknya'." (Muttafaq alaihi. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 680 dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 538). Agar penyesalan seperti ini tidak terjadi pada kita, maka yang mesti kita lakukan adalah memanfaatkan detik-detik umur dengan mengisinya dengan kebaikan, karena itulah satu-satunya bekal bagi kita di perjalanan panjang, di mana awalnya adalah kematian. Di sinilah letak pentingnya seorang Muslim selalu mengingat kema-tian. Ya, dengan mengingat kematian, lebih-lebih memperbanyak-nya, mendorong seorang Muslim untuk berbekal, karena dia me-nyadari dirinya akan mati. Karena hikmah inilah, maka Rasulullah mengajak kita mem-perbanyak mengingat kematian. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ.
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yakni kematian." (HR. at-Tirmidzi, no. 2308 dan Ibnu Majah, no. 4258, dishahih-kan oleh Syu'aib al-Arna`uth dalam Tahqiq Riyadh ash-Shalihin, hadits no. 579). Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan. Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan mati. Imam ad-Daqqaq berkata, "Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: Menyegerakan taubat, hati yang qana'ah, dan semangat beribadah." (
زَارَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى، وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ، فَقَالَ صلى الله عليه وسلم : اِسْتَأْذَنْتُ رَبِّيْ فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا، فَلَمْ يَأْذَنْ لِيْ، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا، فَأَذِنَ لِيْ، فَزُوْرُوا الْقُبُوْرَ، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ.
"Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam berziarah ke kuburan ibunya. Beliau menangis se-hingga membuat orang-orang yang bersamanya menangis pula. Beliau Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Aku meminta izin kepada Rabbku untuk memohon ampun buat ibuku tetapi Dia tidak mengizinkanku. Dan aku meminta izin untuk berziarah ke kuburnya dan Dia mengizinkanku. Maka berziarah kuburlah, karena ia mengingatkan mati." (HR. Muslim. Mukhtashar Shahih Muslim, no. 495). Imam al-Qurthubi dalam
كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ ز. وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ . وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ . وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ . إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
"Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sam-pai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya), 'Siapakah yang dapat menyembuhkan?' Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertautnya betis (kiri) dan betis (kanan), kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau." (Al-Qiyamah: 26-30). Setelah itu renungkanlah sakaratul maut yang dialami oleh Rasulullah seperti yang dijelaskan dalam dua hadits berikut, Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, ia berkata : ..
.فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ، يَقُوْلُ: لَا إله إِلَّا الله، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ. ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ، فَجَعَلَ يَقُوْلُ: اللهم فِي الرَّفِيْقِ الْأَعْلَى. حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ يَدُهُ.
"... lalu Rasulullah memasukkan tangannya ke dalam air dan me-ngusap wajahnya. Beliau bersabda, 'La ilaha illallah, sesungguhnya maut itu mempunyai sekarat.' Kemudian beliau menegakkan tangan-nya dan bersabda, 'Ya Allah di ar-Rafiqil a'la.' Sampai Rasulullah wafat dan tangannya terkulai." (HR. al-Bukhari. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1626). Dari Anas Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata :
لَمَّا ثَقُـلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ، فَـقَـالَتْ فَاطِمَةُ رضي الله عنها: وَاكَرْبَ أَبَاهُ، فَقَالَ لَهَا: لَيْسَ عَلَى أَبِيْكَ كَرْبٌ بَعْدَ الْيَوْمِ.
"Ketika sakit Rasulullah semakin berat, beliau pingsan. Fatimah berkata, 'Betapa berat bebanmu wahai ayahku.' Rasulullah menjawab, 'Setelah hari ini ayahmu tidak akan memikul beban berat itu'." (HR. al-Bukhari.Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1628). Sekarang marilah kita lihat potret sakaratul maut orang-orang zhalim seperti yang dipaparkan oleh al-Qur`an di dalam Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
وَلَوْتَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ
"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluar-kanlah nyawamu". (Al-An'am: 93). Jika manusia mengetahui dahsyatnya sakaratul maut, dia pas-ti akan berlari menghindar darinya, akan tetapi ke manakah tempat berlari?
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (Qaf: 19). Gambaran sakaratul maut seperti ini, belum cukupkah untuk dapat membangunkan kita dari kelalaian panjang, agar kita menga-dakan persiapan untuk menghadapinya? Semoga gambaran di atas sudah cukup membangunkan kita. Lalu apa setelah itu? Alam kubur dengan kesempitan dan kegelapannya, lebih dari itu adalah fitnahnya yang tidak ringan, ia mendekati atau menyamai fitnah Dajjal lalu kubur itu menjadi kubangan neraka atau taman surga. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
مَا مِنْ شَيْءٍ لَمْ أَكُنْ أُرِيْتُهُ إِلَّا رَأَيْتُهُ فِي مَقَامِيْ، حَتَّى الْجَنَّةَ وَالنَّارَ ، فَأُوْحِيَ إِلَيَّ: أَنَّكُمْ تُفْتَنُوْ نَ فِي قُبُوْرِكُ مْ -مِثْلٌ أَوْ قَرِيْبٌ لَا أَدْرِيْ أَيُّ ذلك قَالَتْ أَسْمَاءُ- مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْح ِ الدَّجَّال ِ، يُقَالُ مَا عِلْمُكَ بهذا الرَّجُلِ؟ فَأَمَّا الْمُؤْمِن ُ أَوِ الْمُوْقِن ُ -لَا أَدْرِي بِأَيِّهِم َا قَالَتْ أَسْمَاءُ– فَيَقُوْلُ : هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله، جَاءَنَا بِالْبَيِّ نَاتِ وَالْهُدَى ، فَأَجَبْنَ ا وَاتَّبَعْ نَا، هُوَ مُحَمَّدٌ، ثَلَاثًا، فَيَقُوْلُ : نَمْ صَالِحًا، قَدْ عَلِمْنَا إِنْ كُنْتَ لَمُوْقِنً ا بِهِ. وَأَمَّا الْمُنَافِ قُ أَوِ الْمُرْتَا بُ -لَا أَدْرِي أَيُّ ذلك قَالَتْ أَسْمَاءُ– فَيَقُوْلُ : لَا أَدْرِي، سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْ نَ شَيْئًا فَـقُـلْتُ هُ. "Tidak ada sesuatu yang belum diperlihat kan kepadaku kecuali aku melihatnya di tempatku (sekarang ini) bahkan surga dan neraka. Diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan diuji di kubur kalian -seperti atau mirip, aku tidak tahu mana yang diucapkan Asma`- fitnah al-Masih Dajjal. Dikatakan, 'Apa yang kamu ketahui tentang laki-laki ini?' Maka orang Mukmin atau orang yang yakin, -aku tidak tahu mana yang dikatakan Asma`-, dia menjawab, 'Dia adalah Muhammad Rasulullah , dia datang kepada kami dengan (membawa) penjelasan dan petunjuk. Lalu kami menjawab ajakannya dan mengi-kuti nya, dia Muhammad.' Sebanyak tiga kali. Maka dikatakan ke-padanya , 'Tidurlah dengan baik, kami tahu kamu meyakininy a.' Adapun orang munafik atau orang yang bimbang, -aku tidak tahu mana yang dikatakan Asma`-, maka dia menjawab, 'Aku tidak tahu, aku mendengar orang-oran g mengatakan sesuatu, maka aku menirukann ya". (HR. al-Bukhari dari Asma` binti Abu Bakar. Mukh-tasha r Shahih al-Bukhari , no. 75). Ketiga : Melihat orang-oran g mati Melihat orang-oran g mati menyadarka n kita akan kematian. Sekarang si ini dan si itu, lalu siapa tahu besok adalah giliran kita? Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain. Imam al-Qurthub i di at-Tadzkir ah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah (1/61-63) menyebutka n beberapa peristiwa kematian yang mengandung banyak pelajaran. Ada seorang calo di ambang ajal, dikatakan kepadanya, "Ucapkanla h la ilaha illallah." Dia menjawab, "3 ½ , 4 ½ ," dan dia pun mati dengan ucapannya itu. Ada seorang pemabok, ketika ajal menjemput dikatakan kepadanya, "Hai fulan ucapkanlah la ilaha illallah." Dia menjawab, "Ayo minum. Beri aku minum." Dan dia mati dalam kondisi itu. Begitulah orang-oran g dengan ambisi dan keinginan dunia semata, itulah yang mereka ingat, sampai-sam pai pada saat ajal menjemput, mereka masih disibukkan dengan urusan dunia mereka. Sudah terlalu sering kita mendenar berita, bahkan hampir se-tiap hari, tentang kematian yang tiba-tiba; pesawat terbang jatuh, kapal laut terhempas ombak, gempa tiba-tiba mengguncan g bumi dan meruntuhka n bangunan, lalu longsor dan sebagainya , yang semuanya dengan begitu mudah mengambil hidup orang-oran g yang mungkin tak pernah mengiranya akan terjadi. "Adakah mereka mengetahui dan menyadari bahwa hidup mereka akan berakhir dengan cara tersebut?" Itulah kematian. Ada-kah kita mengambil pelajaran? Semoga. ( Dikutip dari buku : kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar Z) Faktor Keempat : Memahami hakikat kehidupan dunia dan hakikat kehidupan Akhirat Dengan pemahaman yang benar terhadap dunia, seseorang bisa mengambil sikap yang benar pula terhadapny a, dia tidak akan tertipu dan terlena olehnya, sebaliknya dia juga tidak mencampak- kannya mentah-men tah seolah-ola h ia adalah musuh besar yang tidak ada kebaikanny a sama sekali. Untuk memahami hakikat dunia kita perlu melihatnya melalui Firman Allah dan sabda Rasulullah yang shahih; padanya terdapat keterangan yang lebih dari cukup. Dari ayat-ayat dan hadits-had its tentang dunia, maka khatib bisa simpulkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, ibarat bayangan sebuah pohon, kebahagiaa n dan kesengsara annya tidak abadi, remeh tidak berarti apa pun di hadapan Allah, ia indah dan menarik, oleh karena itu banyak orang tertipu olehnya, akan tetapi apa pun keadaannya yang penting bagi seorang Muslim kehidupan dunia adalah kehidupan beramal, maka dia pun mengambil darinya sekedar untuk bisa menopangny a ber-amal demi alam Akhirat dan tidak terbersit di dalam benaknya untuk hidup lama. Inilah petunjuk Rasulullah kepada Abdullah bin Umar. Dari Abdullah bin Umar Radhiallah u ‘Anhuma, ia berkata :
أَخَذَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبِ يْ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .
"Rasululla h Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menepuk pundakku seraya bersabda, 'Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang lewat.' Ibnu Umar berkata, 'Apabila kamu mendapatka n waktu sore, maka jangan menunggu pagi. Apabila kamu mendapatka n waktu pagi, maka jangan menung-gu sore, manfaatkan sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu'." (HR. al-Bukhari , Mukhtashar Shahih al-Bukhari , no. 1998). Sebaliknya kekeliruan pandang terhadap dunia membuatnya lengah dan lalai dari kematian, dia menumpuk dan berlomba dalam perkara dunia, dia memiliki harapan panjang tetapi ternyata garis ajal lebih pendek daripada harapannya . Firman Allah Subhanahu Wata’ala : أَلْهَاكُم ُ التَّكَاثُ رُ . حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِ رَ "Bermegah- megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur". (At-Takats ur: 1-2). Dari Anas bin Malik Radhiallah u ‘Anhu, dia berkata :
خَطَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم خُطُوْطًا، فَقَالَ: هذا الْأَمَلُ وَ هذا أَجَلُهُ، فَبَيْنَمَ ا هُوَ كذلك إِذْ جَاءَهُ الْخَطُّ الْأَقْرَب ُ.
"Nabi membuat beberapa garis, beliau bersabda, 'Ini adalah harapan (hidup) dan ini adalah ajalnya. Ketika dia dalam kondisi tersebut tiba-tiba garis pendek mendatangi nya". (HR. al-Bukhari , no. 6418). Yang dimaksud dengan garis pendek adalah ajal. Setelah kita mengetahui bagaimana kehidupan dunia dan bagaimana menyikapin ya lalu bagaimana kehidupan akhirat? Ke-hidupan akhirat adalah kehidupan yang sesungguhn ya, Firman Allah Subhanahu Wata’ala : وَإِنَّ الدَّارَ اْلأَخِرَة َ لَهِيَ الْحَيَوَا نُ "Dan sesungguhn ya Akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan. " (Al-Ankabu t: 64). Simaklah perbanding an akhirat dengan dunia seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah di mana beliau bersabda : an>
وَالله، مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هذه -وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَا بَةِ- فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُ رْ بِمَ يَرْجِعُ.
"Demi Allah, dunia dibandingk an dengan akhirat tidak lain seperti salah seorang darimu mencelupka n jarinya ini dan Yahya memberi isyarat dengan telunjukny a ke laut. Lihatlah air yang menempel di jarinya." (HR. Muslim dari al-Mustaur id bin Syaddad, Mukh-tasha r Shahih Muslim no. 2082). Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
اللهم إِنَّ الْعَيْشَ عَيْشُ الْآخِرَةِ .
"Ya Allah, sesungguhn ya kehidupan adalah kehidupan akhirat." (HR. al-Bukhari dari Anas, Mukhtashar Shahih al-Bukhari no. 1167).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar