Setelah melewati Penyisihan Grup dengan gagah perkasa, membantai Malaysia di pertandingan perdana 5-1, kemudian menggilas Laos 6 gol tanpa balas dan terakhir mempermalukan Thailand 2-1, asa public sepakbola nasional langsung membuncah melihat perjalanan Timnas, apalagi selama 7 tahun kepemimpinan Nurdin Halid, Timnas miskin prestasi bahkan jalan ditempat jika tak mau dikatakan mundur.
Naturalisasi dan perjalanan Timnas di AFF yang diblow-up sedemikian heboh di media massa nasional apalagi di TV Merah turut menciptakan antusiasme yang (menurut saya) berlebihan, jika melihat pada sejarah Timnas di Piala AFF (dulu Tiger Cup) yang memang hebat dalam mencetak gol tetapi seakan
mendapat kutukan tak bisa menggenggam mahkota Juara. Politisi pun langsung berlomba-lomba mencari muka disaat antusiame masyarakat begitu tinggi terhadap Timnas.
Dan pada hari Rabu, tanggal 29 Desember 2010 Sang Garuda kembali merasakan kepedihan, meskipun bisa menang 2-1 atas Malaysia di Final leg 2 tetapi hal itu tidak lantas membuat Sang Garuda meraih tropy piala AFF untuk pertama kalinya, karena masih kalah agregat gol dengan Malaysia yang pada leg 1 menggulung Timnas 3 gol tanpa balas. Kembali Indonesia hanya menjadi Runer Up untuk yang keempat kalinya di Piala AFF.
Rasa sedih sontak memenuhi hati saya ketika peluit panjang dari wasit ditiupkan menandakan pertandingan usai. Meskipun harapan dan doa selalu saya panjatkan untuk kejayaan Sepak Bola Indonesia, tetapi kekalahan Indonesia atas Malaysia kemarin tak terlalu membuatku terus larut dalam kesedihan. Hal itu disebabkan Koor serentak tanpa komando yang mengumandangkan “NURDIN TURUN” dari supporter Timnas terasa sangat merdu ditelinga saya. Karena Koor itu seingat saya “hilang” di pertandingan semifinal, entah karena amnesia sejarah atau karena begitu larutnya Suporter Timnas dalam merayakan capaian Final untuk keempat kalinya.
Ya semalam, kepongahan Politisi Indonesia seakan dibungkam oleh kekalahan Timnas, amnesia terhadap buruknya kinerja Nurdin Halid dalam memimpin PSSI pun tadi malam akhirnya kembali pada Ingatan para Pecinta Bola Nasional. Entah patut disyukuri atau tidak, kekalahan Timnas telah membuka mata kita kembali bahwa masih ada sosok yang bernama Nurdin Halid dan juga antek-anteknya yang seakan menjadi mimpi buruk bagi sepak bola Nasional.
Tuntutan untuk memperbaiki kinerja PSSI dan tuntutan untuk mundur dari ketua PSSI bagi Nurdin Halid kembali menyeruak, hastag #NurdinTurun menjadi Trending Topic di Twitter, hujatan terhadap Nurdin Halid pun marak dijejaring social seperti facebook. Tetapi tetap sang Ketua Nurdin Halid dengan bebalnya dalam pernyataannya tak akan mundur dari ketua PSSI.
Hal ini bisa dimaklumi, karena apa?? Tuntutan ini hanya disuarakan didunia maya, tak ada gerakan yang massive di dunia nyata, apalagi Nurdin Halid notabene didukung oleh salah satu pimpinan Parpol besar di Indonesia yang juga merupakan konglomerat kaya Indonesia. Meskipun ada beberapa partisipan yang terus menjadi revolusioner dengan membikin spanduk atau zine yang mengkritisi kinerja Nurdin Halid dan PSSI tetapi sifatnya masih personal belum satu kesatuan kolektiv yang kuat hingga mudah dipatahkan, terbukti dengan adanya pemukulan terhadap partisipan yang mengedarkan Zine dan yang memasang Spanduk oleh preman bayaran.
Gerakan di dunia maya memang tetap diperlukan, tetapi hal ini sifatnya hanya untuk menggiring opini public. Aksi yang lebih bersifat nasional oleh pecinta bola nasional sangat diperlukan, aksi dapat bersifat kolektif (bersama) atau personal (individual), akan tetapi harus saling terkoordinasi, dampaknya meluas dan juga sporadis.
Kekuatan Nurdin Halid dan kroninya sebenarnya ada pada dukungan dari Klub dan juga Pengprov atau Pengcab yang punya Hak Suara di Kongres yang pro atas status quo. Gerakan yang sifatnya nasional ini harus bisa menggiring Klub pada pembangkangan terhadap kepemimpinan Nurdin Halid hingga akhirnya timbul gonjang ganjing di Internal PSSI atau di Kompetisi PSSI. Pecinta bola nasional juga harus terus berkoordinasi dengan institusi-institusi seperti KPK, ICW atau lembaga yang lainnya, agar tekanan kepada pengurus PSSI semakin kuat.
Gerakan ini tidak harus menunggu bersatunya seluruh supporter di tanah air, yang penting ada niatan dari semua orang yang peduli pada sepak bola Nasional, syukur-syukur kelompok supporter mendukung dan mendorong Klubnya untuk terjun di LPI, karena saat ini menurut saya gerakan yang paling massive dan terdepan dalam menyuarakan perubahan di PSSI (Revolusi PSSI) adalah LPI dengan breakaway kompetisinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar