Selasa, 21 Desember 2010

Hukum Musik atau lagu?

Diantara pertanyaan
yang sering diajukan oleh rekan-rekan Mblgh adalah bab “halal-haramnya” musik/lagu2, walaupun pertanyaan seperti ini kesannya “sudah usang” akan tetapi sebenarnya untuk membahas secara lengkap dan utuh memerlukan tulisan yang panjang (berpuluh hinga beratus lembar) dan waktu yang lama, namun dlm artikel ini sy mencoba mengangkat garis besarnya saja.

Umat Islam (secara umum) dlm menyikapi “hukum” musik terbagi menjadi tiga golongan;
- Golongan yang pertama kalangan bersikap “ghuluw” / ekstrem, mereka mengharamkan semua yang berbau musik, baik nyanyiannya apalagi iringan musiknya (hal ini bisa kita jumpai pada gerombolan Salafi yg mengharamkan segala bentuk lagu/musik). Secara kebetulan menurut si penanya; Ada salah satu tokoh (Mblgh) dlm Jokam ini yg juga menyatakan bhw musik itu hukumnya; haram.
- Golongan yang kedua, bersikap “tafrith” (terlalu ambil mudah / meremehkan, bahasa jawanya; pepeko), mereka bukan hanya membolehkan bahkan menghidup-hidupkannya sehingga, melanggar batasan baik agama maupun norma/adat kesopanan, bahkan melalaikan kewajiban2nya sebagai manusia (untuk beribadah dan memperbanyak ingat kepada Allah).
- Golongan yang ketiga berada di tengah-tengah (tidak ekstrim mengharamkan dan juga tidak berlebih2an dalam membolehkannya.

Lantas bagaimanakah sebenarnya hukumnya ?

Jika kita telusuri dalil2 baik di dlm al-Qur’an maupun al-Hadits maka tidak ada dalil nash yg bersifat qath’i (pasti) menghukumi haramnya musik, yg ada adalah dalil yg bersifat dzanni (perkiraan/tafsiran) antara lain adalah, firman Allah;

Dan di antara manusia [ada] orang yang mempergunakan perkataan yang “lahan” (tidak berguna) untuk menyesatkan [manusia] dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. QS. Luqman : 6

Note; Perkataan yang “lahan” pada ayat ini ditafsirkan oleh Abdullah bin Mas’ud sebagai lagu2/nyanyian, dan ini dijadikan hujjah bagi mereka yg mengharamkan musik. akan tetapi tdk semua sahabat sepakat dg penafsiran Ibnu Mas’ud tsb, bahkan umumnya Sahabat menafsirkan lafadz “lahwal Haditsi” (perkataan yang “lahan”) pada ayat tsb adalah kitab-kitab yg ditulis oleh golongan ahli kitab untuk membuat orang2 iman lalai dari membaca al-Qur’an dan tidak ada hubungannya dengan lagu2/musik. (Tafsir Ibnu Katsir)

Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari “lahan” [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna. QS. Al-Mukminun : 3

Dua ayat tersebut yg sering dijadikan hujjah oleh fihak yg mengharamkan dan masih ada beberapa ayat dan Hadits namun sekali lagi semua dalil tersebut kedudukannya sebatas “dzanni” (persangkaan) sebab tidak secara spesifik “mengharamkan”, diantara mereka juga ada yang menyatakan nyanyiannya tidak haram tapi iringan musiknya (terlebih-lebih jika berupa seruling) yang haram, mereka berhujjah dengan Hadits; Dua suara yang terlaknat, suara seruling ketika gembira dan suara raungan ketika terjadi musibah. HR Abu Bakr as-Syafii (22/2/1) Umumnya Muhadditsin menyatakan Hadit tsb dhaif sehingga tidak dapat dijadikan hujjah, hanya Sheikh Albani saja yang memberi status; Insya Allah Hasan (kata insya Allah; menunjukkan beliau sendiri ragu2). Silsilah as-Shahihah, no 427.

Apalagi Hadits tersebut bertentangan dengan matan (kontens) dari Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (nomer Hadits 3855), dimana Rasulullah s.a.w menggambarkan suara indahnya Abu Musa Al-Asy’ari tatkala membaca al-Qur’an bagaikan merdunya seruling keluarga Nabi Dawud a.s.

Demikian pula dengan Hadits; Niscaya jika seseorang memenuhi perutnya dengan nanah, itu lebih baik baginya dari pada jika dia memenuhinya dengan lagu2. HR Abu Dawud. kedudukan Hadits ini menurut Syeikh Albani; Shahih. akan tetapi Imam An-Nawawi memberi catatan / penjelasan bahwa yang dimaksud Hadits ini adalah jika lagu2 tsb membuat dia melupakan membaca al-Qur’an dan mempelajari ilmu agama.

Di sisi lain fihak yang membolehkan juga mempunyai hujjah tersendiri, antara lain;

Kecuali orang-orang [penyair-penyair] yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. QS. As-Syu’ara’ : 227

… dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk… QS. Al-A’raf : 157

Note; Yang dimaksud “at-Thayyibat” (segala yang baik) pada ayat tersebut termasuk diantaranya alunan lagu yang indah, sehingga di dalam membaca al-Qur’anpun disunnahkan untuk membaca dengan lagu yang indah.

Kesimpulan;

Karena tidak ada dalil yang secara tegas mengharamkan musik, maka hukumnya dikembalikan pada hukum asal, yaitu segala sesuatu hukumya adalah halal / jaiz (boleh), adapun dalilnya, Firman Allah;

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. QS. Al-Baqarah : 29

Dan sabda Rasulullah s.a.w;
Sesungguhnya Allah telah menetapkan perkara-perkara yg fardhu (wajib) maka jangan kamu abaikan, dan Dia telah membuat batasan-batasan maka janganlah kalian langgarnya, dan telah mengharamkan perkara-perkara maka janganlah kalian merusaknya, Dan Dia mendiamkan diri dari bermacam-macam hukum perkara sebagai rahmat bagi lakian bukan karena lupa maka janganlah kalian terlampau “membahasnya” menyelidikinya. HR. Ad-Daruquthni

Oleh karenanya sebaiknya kita hindari perkara2 yang bersifat ektrim / mengharamkan sesuatu yg tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul, yang mengakibatkan “agama” menjadi berat, namun sebaliknya juga jangan memudah2kan / meremehkannya yang membuat kita menjadi sembrono dan semakin jauh denga rahmatNya.

Diantara alasan fihak yang mengharamkan adalah bahwa musik tdk bisa terlepas dari penampilan penyanyi yg berpenampilan dan berjoget erotik seperti “goyang ngebor”nya Inul, dan banyaknya biduanita (penyanyi perempuan) yang berpakaian tapi “telanjang” karena menampakkan aurat dll, maka jelaslah hukumnya bermusik itu haram.

Alasan ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk mengharamkan musik, sebab; segala perkara yg berkaitan dg penampilan harus dipisahkan dengan hukum musik itu sendiri, artinya penampilan yg erotik dan membuka aurat itu memang haram bukan hanya ketika bermusik bahkan ketika (maaf) membaca al-Qur’an atau mengaji dengan berpenampilan atau berpakian seperti itupun (apalagi jika diiringi goyang ngebor, he..he..he..) juga haram hukumnya, tapi tdk lantas mengharamkan mengajinya.

Walau bagaimana, sebagai orang yg beriman kita diajarkan untuk senantiasa berusaha membatasi diri, tidak berlebih-lebihan dalam segala hal, termasuk dalam bermusik (memainkan musik, menyanyi ataupun sekedar mendengarnya), tanpa mengharamkannya, selain itu hindarilah penampilan2 dan aksi yang bisa mendatangkan “kemaksiatan”.

.. Dan janganlah kalian melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas.Al-An’am : 141, Al-A’raf : 31

Jangan sampai membuat kita lalai dari kewajiban ibadah, seperti, shalat 5 waktu, sambung, membaca al-Qur’an minimal 3 ayat perhari, membaca PR (amalan rutin) dizkir dan doa, beramal-shalih dll. Syukur-syukur kalau anda sebagai pemusik bisa menciptakan lagu2 yg bernuansa nasehat amar ma’ruf nahi anil mungkar, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah s.a.w;

Ucapan yang paling benar dari penyair adalah ucapannya Labid (di dalam syairnya) ; Ingatlah bahwa segala sesuatu selain (urusan) Allah adalah bathil (sia-sia). Hr. Al-Bukhari dan Musim

Mudah2an tulisan ringkas ini bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar