Minggu, 09 Januari 2011

Istri yang ingin Melepaskan Diri dari Suaminya ?

Ada pertanyaan yang menghantui kebanyakan orang, yaitu, “Jika talak itu
berada di tangan laki-laki sebagaimana yang kita ketahui
alasan-alasannya, maka apa wewenang yang diberikan oleh syari’at Islam
kepada wanita? Dan bagaimana cara menyelamatkan dirinya dari cengkeraman
suaminya jika ia tidak suka hidup bersama karena tabi’atnya yang kasar,
atau akhlaqnya yang buruk, atau karena suami tidak memenuhi hak-haknya
atau karena lemah fisiknya, hartanya, sehingga tidak bisa memenuhi
hak-haknya atau karena sebab-sebab lainnya.”

Sebagai jawabannya adalah, “Sesungguhnya Allah SWT Yang Bijaksana telah
memberikan kepada wanita beberapa jalan keluar yang dapat membantu
wanita untuk menyelamatkan dirinya, antara lain sebagai berikut:

1. Wanita membuat persyaratan ketika aqad bahwa hendaknya ia diberikan
wewenang untuk bercerai. Ini boleh menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad.
Dalam hadits shahih dikatakan, “Persyaratan yang benar adalah hendaknya
kamu memenuhinya selama kamu menginginkan halal kemaluannya.”

2. Khulu’, wanita yang tidak suka terhadap suaminya boleh menebus
dirinya, yaitu dengan mengembalikan maskawin yang pernah ia terima atau
pemberian lainnya. Karena tidaklah adil jika wanita yang cenderung untuk
cerai dan merusak mahligai rumah tangga, sementara suaminya yang
menanggung dan yang dirugikan. Allah SWT berfirman,

“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus diri. . .” (Al Baqarah:
229)

Di dalam hadits diceritakan bahwa isteri Tsabit bin Qais pernah mengadu
kepada Rasulullah SAW tentang kebenciannya kepada suaminya. Maka Nabi
SAW bersabda kepadanya, “Apakah kamu sanggup menggembalikan kebunnya,
yang dijadikan sebagai mahar” maka wanita itu berkata, “Ya.” Maka Nabi
SAW memerintahkan Tsabit untuk mengambil kebunnya dan Tidak lebih dari itu.

3. Berpisahnya dua hakam (dari kedua belah pihak) ketika terjadi
perselisihan. Allah SWT berfirman:

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimkanlah seorang hakam dan keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscanya Allah memberi taufik kepada suami isteri ini.”

Penamaan Al Qur’an terhadap Majlis keluarga ini dengan nama “Hakamain”
menunjukkan bahwa keduanya mempunyai hak memutuskan (untuk dilanjutkan
atau tidak). Sebagian sahabat mengatakan kepada dua hakam, “Jika kamu
berdua ingin mempertemukan, pertemukan kembali, dan jika kamu berdua
ingin memisahkan maka pisahkanlah.

4. Memisahkan (menceraikan) karena lemah syahwat, artinya apabila
seorang lelaki itu lemah dalam hubungan seksual maka diperbolehkan bagi
seorang wanita untuk mengangkat permasalahannya ke hakim sehingga
hakimlah yang memutuskan pisah di antara keduanya. Hal ini untuk
menghindarkan wanita itu dari bahaya, karena tidak boleh saling
membahayakan di dalam Islam.

5. Meminta cerai karena perlakuan suami yang membahayakan, seperti
seorang suami yang mengancam isterinya, menyakitinya, dan menahan
infaqnya. Maka boleh bagi isteri untuk meminta kepada qadhi untuk
menceraikannya secara paksa agar bahaya dan kezhaliman itu dapat
dIhindarkan dari dirinya. Allah SWT berfirman:

“Janganlah kamu tahan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan
demikian kamu menganiaya mereka…” (Al Baqarah: 231)

“Maka ditahan (dirujuk) dengan baik atau menceraikan dengan cara yang
baik…” (Al Baqarah: 229)

Di antara bahaya yang mengancam adalah memukul isteri tanpa alasan yang
benar.

Bahkan sebagian imam berpendapat bolehnya menceraikan antara wanita
dengan suaminya yang kesulitan, sehingga ia tidak mampu untuk memberikan
nafkah dan isterinya meminta cerai. Karena hukum tidak membebani dia
untuk bertahan dalam kelaparan dengan suami yang fakir. Sesuatu yang ia
tidak bisa menerima sebagai realisasi kesetiaan dan akhlaq yang mulia.

Dengan solusi ini maka Islam telah membuka kesempatan bagi wanita
sebagai bekal persiapan untuk menyelamatkan dirinya dari kekerasan suami
dan penyelewengan kekuasaan suami yang tidak benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar