Kamis, 20 Januari 2011

PSSI, Kejahatan Kemanusiaan vs HAM

Korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dihapus dari peradaban manusia karena merugikan negara dan menginjak-injak hak asasi masyarakat untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Korupsi merupakan musuh kemanusiaan sehingga rasanya kurang tepat ketika seseorang yang pernah dipenjara karena korupsi berbicara soal Hak Asasi Manusia.
Saking dipandang perilaku sangat tidak bermoral dan maha jahat, Pimpinan Pusat Muhamadiyah dan Majelis Ulama Indonesia menyetujui jika koruptor dihukum mati. Ketua Muhammadiyah, Din Syamsuddin setuju dengan upaya hukuman mati agar memberikan efek jera karena koruptor mengambil hak orang lain. Demi membuat efek jera, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidan bahkan mendorong agar hukuman mati segera dilaksanakan untuk para pelaku koruptor.
Hidayat Nur Wahid menilai korupsi lebih merusak jika dibandingkan dengan aksi teroris. Teten Masduki mengklasifikasi korupsi adalah extraordinary crime atau kejahatan sangat luar biasa. Kwik Kian Gie bahkan memasukkan korupsi sebagai the roots of all evils, sumber dari segala permasalahan yang mencuat dalam segala bidang. Apakah termasuk sumber mandeknya prestasi sepak bola kita? Bisa jadi, kalau memang korupsi terjadi di sepak bola.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang didirikan oleh Ir. Soeratin Sosrosoegondo dengan landasan luhur sebagai alat perjuangan bangsa, sudah tujuh tahun dipimpin oleh mantan narapidana kasus korupsi. Nurdin Halid divonis dua tahun penjara pada kasus distribusi minyak goreng yang merugikan negara sebesar 160 miliar dan divonis penjara dua tahun enam bulan akibat kasus beras impor dari Vietnam meski diberi remisi setelah satu tahun menjalani hukuman.
Yang menarik, Nurdin kini mempermasalahkan soal Hak Asasi Manusia ketika berbenturan dengan Anggaran Dasar /Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Komite Olimpiade Indonesia (KOI) tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh induk organisasi apakah Pengurus Besar (PB) atau Pengurus Pusat (PP) anggota KOI. AD/ART organisasi harus mengatur persyaratan anggota pengurus yaitu  1. Sehat jasmani dan rohani yang didukung oleh keterangan tertulis dari dokter atau rumah sakit, serta 2. Tidak pernah tersangkut perkara pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara.
AD/ART KOI tidak berlaku surut sehingga pengurus PB/PP yang tengah berlangsung bisa menjalankan tugasnya hingga berakhirnya kepengurusan. Namun, mereka tidak bisa mencalonkan diri pada kepengurusan berikutnya. Aturan ini setidaknya menyikut Nurdin dan Ketua Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI), Bob Hasan, yang juga pernah tersangkut kasus hukum.
Nurdin menyebut aturan tersebut bertentangan dengan UUD 45 Pasal 28, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU No. 11 Tahun 2005 menyangkut Pengesahan Perjanjian Internasional  Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. UUD 45 Pasal 28 berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Pada UU No. 39 Tahun 1999 asas dasarnya adalah Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan, serta keadilan. Secara hakiki manusisa berhak untuk hidup, berkeluarga dan melanjutkan keturunan, mengembangkan diri, memperoleh keadilan, berhak atas kebebasan pribadi, rasa aman, kesejahteraan, serta turut serta dalam pemerintahan.
Namun, UU No. 39 Tahun 1999 tidak hanya melindungi hak pribadi, tetapi juga mengatur kewajiban dasar manusia sebagai warga negara. Pada Pasal 69 Ayat 1 bahkan menyatakan: “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Tentunya termasuk menghormati hak asasi orang lain untuk tidak diambil haknya melalui korupsi, moral untuk tidak korupsi, etika untuk tidak korupsi, tata tertib kehidupan bermasyarakat untuk tidak korupsi, serta berbangsa dan bernegara tanpa korupsi.
Menyinggung UU No. 11 Tahun 2005 tentang International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yakni Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang di dalamnya menyangkut International Covenant on Civil and Political Rights atau Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, merupakan dua instrumen yang saling tergantung dan saling terkait. Menurut resolusi PBB No. 32/130 pada 16 Desember 1977, semua hak asasi dan kebebasan dasar manusia tidak dapat dibagi-bagi dan saling tergantung. Pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan dua kelompok hak asasi ini harus mendapatkan perhatian yang sama. Pelaksanaaan, pemajuan, dan perlindungan semua hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya tidak mungkin dicapai tanpa adanya pengenyaman hak-hak sipil dan politik.
Nurdin memang berhak menuntut haknya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara. Nurdin juga pernah menjalani hukuman atas tindakan korupsi yang diperbuatnya. Namun, AD/ART organisasi merupakan kesepahaman dan kesepakatan berbagai individu atau kelompok yang ada di dalam organisasi itu sendiri. Menurut Ketua Komisi Sports and Law KOI, Timbul Thomas Lubis, pasal menyangkut pengaturan pengurus yang tidak pernah tersangkut perkara pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara, tidak tiba-tiba muncul, tetapi melalui proses dalam Kongres Istimewa KOI pada Mei 2010. Selanjutnya AD/ART disahkan dan disetujui berdasarkan keputusan Panitia Perumus Penyempurnaan dan Sinkronisasi AD/ART pada Juni. Ironisnya perwakilan PSSI disebut hadir pada proses tersebut.
Memperpanjang Status Quo
Nurdin sebetulnya tidak bisa berpaling dari aturan FIFA sebagai induk PSSI dimana FIFA melarang orang yang pernah dinyatakan bersalah dalam tindakan kriminal untuk mengurus Asosiasi Sepak Bola. Pasal 32 Ayat 4 Standard Statutes FIFA berbunyi: “The members of the Executive Committee shall be no older than … (age to be completed by the Association) and no younger than … (age to be completed by the Association). They shall have already been active in football, must not have been previously guilty of a criminal offence and have residency within the territory of X”. Statuta tersebut disahkan oleh Presiden FIFA, Joseph S. Blatter dan Sekretaris Jenderal, Urs Linsi pada Juni 2005 di Zuerich, Swiss, dan hingga kini masih berlaku.
Nurdin beserta kelompoknya bisa berkelit dengan menggeser kalimat pada Statuta PSSI Pasal 35 ayat 4 menjadi: “Anggota Komite Eksekutif harus berusia lebih dari 30 (tiga puluh) tahun. Mereka  harus telah aktif di sepak bola sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal pada saat kongres serta berdomisili di wilayah Indonesia.”
Artinya siapapun boleh menjadi Ketua PSSI dan anggota Komite Eksekutif meski pernah dipenjara asalkan saat kongres tidak sedang dinyatakan bersalah. Lobi yang dilakukan PSSI ke FIFA khususnya lewat AFC menyangkut pasal ini patut diacungi jempol karena FIFA sempat tidak mengakui kepemimpinan Nurdin. Setelah terpilih menjadi Ketua Umum pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) PSSI 2003, Nurdin pernah memimpin PSSI dari penjara dan ia dipilih kembali pada Munaslub PSSI 2007. FIFA sempat menilai Statuta PSSI tidak sejalan dengan Statuta FIFA. Dengan bimbingan AFC dan utusan FIFA, PSSI lantas memperbaiki statuta dan setelah hampir dua tahun statuta akhirnya selesai pada Februari 2009.
Pasal 35 Ayat 4 tetap terasa mengganjal karena tidak sama persis dengan Statuta Standar FIFA, tapi kongres AFC pada Mei 2009 mungkin membuat posisi tawar PSSI menjadi kuat. Presiden AFC, Mohamed Bin Hammam ketika itu sangat membutuhkan suara karena mendapat tantangan kuat dari Sheikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa dari Bahrain. Faktanya saat pemilihan Presiden AFC hasilnya ketat. Dari 46 suara anggota AFC, Hammam hanya unggul 23 berbanding 21 dengan 2 suara dinyatakan tidak sah. Jadi, satu suara benar-benar sangat berarti. Coba kalau suara PSSI ke Sheikh Salman, hasilnya menjadi imbang 22 dan pada pemilihan ulang belum tentu bisa menang. Jadi, obrolan santai ini bersama teman di warung kopi sambil menunggu sahur yang menyebut suara PSSI untuk Hammam imbalannya turut memuluskan lobi PSSI ke FIFA mungkin saja benar.
Jika Nurdin berlindung pada Hak Asasi Manusia, hak sosial dan politik, hingga hak berserikat, bukankah Pasal 35 Ayat 4 Statuta PSSI juga memasung hak orang-orang yang berusia di bawah 30 tahun dan orang-orang yang aktif di sepak bola kurang dari 5 (lima) tahun? Jika ada orang yang baru 1 hingga 4 tahun aktif di sepak bola, tapi dia memiliki kapabilitas sangat kuat dan ingin mencalonkan diri menjadi Ketua Umum, berarti dia tidak bisa bukan?  Padahal FIFA pun pada statuta standar-nya hanya menyebut pernah aktif di sepak bola dan tidak menyebut berapa tahunnya.
Logika berpikir kerap aneh. Merasa dizalimi tapi di sisi lain menzalimi orang lain juga. Logika berbahasa juga sering salah kaprah. Masih ingat kejuaraan bernama Copa atau Piala yang menyontek dari bahasa Spanyol dan Portugis? Kenapa tidak memakai nama dari negeri sendiri seperti Piala Indonesia atau lebih menghargai pahlawan sepak bola seperti memakai nama Piala Ramang atau Piala Ronny Pattinasarani misalnya? Saya pernah mengritik langsung hal ini ketika Nurdin dan pengurus PSSI datang ke BOLA. Yang jelas, untuk turnamen tersebut PSSI sekarang memakai nama Piala Indonesia.
Ada pula Community Shield yang pastinya mencontek dari sepak bola Inggris. Padahal nama dan ajang tersebut di Inggris memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya ajang yang sebelumnya bernama Charity Shield itu berganti nama menjadi Community Shield. Namun, tiba-tiba seenaknya dijiplak PSSI dan hanya PSSI yang menconteknya karena di negara-negara lain untuk ajang yang mempertemukan juara liga dan piala lokal menjelang kompetisi baru tersebut kebanyakan memakai nama dengan bahasa sendiri. Thailand misalnya memakai nama Kor Royal Cup atau Malaysia, yang kerap merampas karya negeri kita pun dengan bangga memakai nama Sultan Haji Ahmad Shah Cup.
Ada lagi, sekarang tengah berlangsung Inter Island Cup, maksudnya Piala Antar Pulau yang mempertemukan klub-klub pilihan dari pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Senang benar sok kebarat-baratan. Kenapa tidak bangga memakai bahasa sendiri? Piala Nusantara rasanya lebih tepat. Atau lebih terhormat jika mengabadikan para pahlawan sepak bola kita dalam sebuah kejuaraan. Inter-Island sendiri memang bisa bermakna Antar Pulau, tapi jika Anda membuka kamus Inggris karangan siapapun atau terbitan apapun, makna Inter yang paling awal muncul adalah to bury in a grave, lay to rest after death, to place (a body) in the earth, atau to deposit (a dead body) in the earth or in a tomb yang artinya adalah mengebumikan atau menguburkan. Contoh kalimat misalnya the soldier was interred with great honors at National Cemetery. Apa PSSI memang lebih baik dikebumikan dan diganti dengan sesuatu yang baru? Atau setidaknya pengurus baru?
Nurdin menantang siapapun yang ingin menjegal atau menggantikan dirinya dari Ketua Umum pada kongres tahun depan agar bersaing secara sehat, jangan menggunakan cara-cara licik, memaparkan program kerja di kongres, dan siapa yang terbaik dia yang menjadi Ketua Umum. Bisakah bersaing secara sehat dan benar-benar bersih? Namun, belum-belum sebagian besar orang yang mempunyai suara di PSSI sudah dibawa jalan-jalan ke Afrika Selatan untuk menyaksikan Piala Dunia 2010. Bagaimana kalau ada kibasan menggiurkan lain? Jalan-jalan lagi ke Piala Eropa 2012 atau Piala Dunia 2014 misalnya?
Soal waktu pelaksanaan kongres pun tahun depan masih gelap. Jika mengacu Munaslub 2007 yang digelar bulan April, selayaknya kongres tahun depan dilakukan sekitar April. Seperti halnya FIFA yang menggelar kongres pemilihan presiden FIFA pada akhir Mei 2007 dan pada Mei 2008  ditetapkan pemilihan presiden selanjutnya akan dilaksanakan pada Juni 2011 di Sidney. Tiga tahun sebelum penyelenggaraan, waktu dan tempat untuk kongres telah ditentukan. Sementara kongres PSSI tahun depan masih belum jelas. Kabar burung beredar kongres akan dibuat pada Desember 2011 setelah SEA Games di Indonesia, 11-25 November 2011, yang memungkinkan PSSI mengejar emas dengan berbagai cara sekaligus hadiah demi memuluskan jalan untuk memperpanjang status quo.
Benarkah skenarionya demikian? Entahlah, karena menyangkut jadwal PSSI kerap tidak bisa jadi pegangan. Padahal juara liga konon malah bisa diketahui sebelum liga bergulir. Untuk juara liga musim depan misalnya, Sriwijaya FC dan Persib bersaing melakukan penawaran. Karena berbagai alasan politis, Sriwijaya yang lebih condong mendapat gelar juara. Benarkah demikian? Namanya juga obrolan warung kopi bisa ngelantur kemana saja. Tapi, kalau ternyata benar, nanti saya menulis lagi.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar