Islam tidak mensyari’atkan talak (perceraian) pada setiap waktu dan
setiap keadaan. Sesungguhnya talak yang diperbolehkan sesuai dengan
petunjuk Al Qur’an dan As-Sunnah adalah hendaknya seseorang itu
pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai. Maka tidak boleh mencerai
istrinya ketika haid, dan tidak boleh pula dalam keadaan suci sedangkan
ia mempergaulinya. Jika ia melakukan hal itu maka talaknya adalah talak
yang bid’ah dan diharamkan. Bahkan sebagian fuqaha; berpendapat
talaknya tidak sah, karena dijatuhkan tidak sesuai dengan perintah Nabi
SAW Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang melakukan perbuatan tanpa
dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).
Dan wajib bagi seseorang yang mentalak bahwa dia dalam keadaan sadar.
Apabila ia kehilangan kesadaran, terpaksa, atau dalam keadaan marah yang
menutup ingatannya sehingga ia berbicara yang tidak ia inginkan, maka
menurut pendapat yang shahih itu tidak sah. Berdasarkan hadits, “Tidak
sah talak dalam ketidaksadaran.” Abu Dawud menafsirkan hadits ini dengan
‘marah’, dan yang lain mengartikan karena ‘terpaksa'. Kedua-duanya benar.
Dan hendaklah orang yang mencerai itu bermaksud untuk mencerai dan
berpisah dari isterinya. Adapun menjadikan talak itu sebagai sumpah atau
sekedar menakut-nakuti, maka tidak sah menurut pendapat yang Shahih
sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama salaf dan ditarjih oleh Al
R16;Allamah lbnul Qayyim dan gurunya Ibnu Taimiyah.
Jika semua bentuk talak ini tidak sah maka tetaplah talak yang diniati
dan dimaksudkan yang berdasarkan pemikiran dan yang sudah dipelajari
sebelumnya. Dan ia melihat itulah satu-satu jalan penyelesaian untuk
keselamatan dari kehidupan yang ia tidak lagi mampu bertahan. Inilah
yang dikatakan Ibnu Abbas, “Sesungguhnya talak itu harena diperlukan.̶1;
Yang Dilakukan Setelah Talak
Perceraian yang terjadi tidak harus memutuskan hubungan suami isteri
sama sekali, yang kemudian tidak ada jalan menuju perbaikan. Karena
talak seperti dijelaskan dalam Al Qur'an memberikan bagi setiap orang
yang bercerai untuk mengevaluasi dan mempelajari kembali. Oleh karena
itu talak terjadi satu kali, satu kali. Apabila kedua kalinya tidak juga
bermanfaat maka terjadilah talak ketiga yang memutuskan hubungan
selamanya, sehingga tidak halal baginya setelah itu.
Maka mengumpulkan tiga talak dalam satu ucapan itu bertentangan dengan
syari at Al Qur’an. Perceraian tidak mengharamkan bagi wanita untuk memperoleh nafkah selama
masa iddah, dan tidak boleh bagi suami mengeluarkan isterinya dari
rumah. Bahkan wajib atas suami untuk membiarkan sang istri tinggal di
rumahnya dekat dengan dia, barangkali dengan begitu kerukunan akan
kembali dan hati menjadi jernih. Allah SWT berfirman:
“Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal
yang baru.” (At-Thalaq: 1)
Perceraian tidak memperbolehkan bagi seseorang untuk memakan mahar
(maskawin) yang telah diberikan kepada isterinya atau meminta kembali
mahar atau segala sesuatu yang telah diberikan kepada isterinya sebelum
perceraian, Allah SWT berfirman:
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. (Al Baqarah: 229)
Begitu pula isteri yang ditalak itu berhak memperoleh mutR17;ah
sebagaimana ditetapkan oleh kebiasaan. Allah SWT berfirman:
“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kuwajiban bagi
orang-orang yang bertaqwa” (Al Baqarah: 241)
Selain itu tidak halal bagi suami (yang mentalak) bersikap keras
terhadap isterinya atau menyebarkan keburukannya atau menyakiti dirinya
dan keluarganya. Allah SWT berfirman:
“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (Al
Baqarah: 229)
“Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. (Al Baqarah: 237)
Inilah talak yang disyari'atkan oleh Islam. Sungguh itu merupakan
terapi yang diperlukan pada saat dan alasan yang tepat, dengan tujuan
dan cara yang benar.
Agama Masehi Katolik mengharamkan talak secara mutlak kecuali dengan
alasan zina menurut Katolik Ortodox, sehingga mayoritas kaum Masehi
Kristen keluar dari hukum yang mereka yakini yaitu haramnya talak.
Itulah yang membuat sebagian besar negara-negara Kristen memberlakukan
hukum buatan mereka sendiri yang memperbolehkan cerai tanpa memakai
persyaratan-persyaratan sebagaimana hukum Islam dengan segala
ketentuan-ketentuan serta adab-adabnya. Maka tidak heran jika mereka itu
bisa bercerai dengan sebab-sebab yang sepele (ringan) dan akhirnya
kehidupan rumah tangga mereka terancam berantakan dan hancur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar