Indonesia akan memiliki kompetisi sepak bola profesional yang baru. Namanya Liga Primer Indonesia (LPI) hasil prakarsa dari bos perusahaan migas Medco, Arifin Panigoro. LPI hadir karena keprihatinan Arifin Panigoro terhadap kondisi roda kompetisi profesional yang tidak juga menghasilkan pemain berkualitas serta tim nasional yang berprestasi.
Arifin juga sejak lama menyoroti bobroknya kondisi pengelola dan pembina sepak bola negeri ini, PSSI. PSSI di era Nurdin Halid memang patut dikritik. Nurdin Halid yang duduk sebagai ketua umum pernah masuk penjara karena kasus korupsi. Isu suap dan tidak transparannya pengelolaan keuangan PSSI juga sering mencuat.
Terakhir PSSI diprotes masyarakat karena menjual tiket pertandingan Piala AFF 2010 dengan tidak profesional. Menaikkan harga tiket seenaknya tapi tidak diiringi dengan pelayanan yang baik. Serta sistem penjualan tiket yang berujung kepada kekacauan.
Yang paling miris dari PSSI-nya Nurdin Halid ialah Indonesia tidak pernah menjadi juara di level Asia Tenggara.
Kini dengan hadirnya LPI, setidaknya ada aroma perubahan bagi prestasi dan pembinaan sepak bola Indonesia. Karena tak dapat dibantah jika ingin memiliki tim nasional yang kuat dan berprestasi, maka liga kompetisi sepak bola dalam negeri haruslah baik, profesional serta jauh dari suap dan manipulasi.
Jika di Liga Super Indonesia (LSI) milik PSSI klub-klub peserta mendapat kucuran dana dari APBD Pemda sebesar miliaran rupiah setiap musim kompetisi. Maka di LPI klub akan mendapat subsidi. Besarnya tergantung dari kebutuhan masing-masing klub.
Subsidi ini akan terus diberikan selama klub bersangkutan belajar mengelola keuangannya dengan profesional, mencari sponsor resmi dan memperoleh laba. Berbeda dengan di LSI yang mana para klub makan dari uang rakyat.
Padahal uang rakyat tersebut akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk membangun sarana olahraga atau meningkatkan mutu pendidikan.
Menurut rencana, LPI akan mulai bergulir pada 8 Januari 2011 dengan pertandingan perdana mempertemukan klub Solo FC melawan Persema Malang di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah.
Untuk kelancaran bergulirnya roda kompetisi, pihak manajemen LPI pun sudah siap. Sudah ada 19 klub yang menyatakan bersedia ikut LPI.
Antara lain: Aceh United, Bali De Vata, Bandung FC, Batavia Union, Bogor Raya, Cendrawasih Papua, Jakarta 1928, Kabau Padang, Ksatria XI Solo, PSM Makassar, Manado United, Medan Bintang, Medan Chiefs, Persebaya, Persema, Persibo, Real Mataram, Semarang United dan Tangerang Wolves.
Dari 19 klub tersebut, 12 klub di antaranya diasuh oleh pelatih asing yang punya pengalaman segudang dan memiliki sertifikat kepelatihan yang resmi. Tapi juga jangan remehkan klub yang dibesut oleh pelatih lokal, karena ada beberapa nama yang punya prestasi. Seperti Bambang Nurdiansyah (Jakarta 1928), Nandar Iskandar (Bandung FC) atau Aji Santoso (Persebaya).
Selain klub, LPI juga sudah memiliki sederet perangkat pertandingan, seperti wasit, hakim garis dan inspektur pertandingan. Beberapa perangkat kabarnya akan didatangkan dari Australia dan beberapa negara Asia. Tujuannya untuk menciptakan kompetisi yang bersih serta menularkan tradisi bermain bola yang profesional.
LPI juga sudah menggandeng stasiun televisi Indosiar sebagai pemegang hak siar tunggal. Artinya dari segi bisnis LPI punya daya jual yang menarik. Terlebih sponsor resmi pun juga berhasil digaet manajemen LPI.
Namun bukan berarti LPI 100 persen sempurna. Karena LPI belum dimulai, maka belum terlihat letak kekurangannya.
Tapi setidaknya semangat, sistem dan orang-orang baru yang berkecimpung di LPI bisa memunculkan optimisme kalau Indonesia mampu memiliki kompetisi sepak bola yang profesional, sehat, tidak ada suap dan menghasilkan pemain, pelatih, perangkat pertandingan hingga klub yang berkualitas.
Muaranya tentu tim nasional yang punya prestasi yang diukur dengan bisa juara di Asia Tenggara, Asia, bahkan hingga masuk Piala Dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar