Selasa, 04 Januari 2011

Kefadholan SUSIS (Suami sayang istri)

Kata orang; Behind every great man there's a great woman (di belakang setiap lelaki yang hebat pasti ada seorang wanita (istri) yang hebat juga, ungkapan ini walaupun mungkin tdk sepenuhnya
benar akan tetapi setidak2nya bisa menjadi bahan renungan bagi kaum suami untuk lebih menghargai peranan istrinya, sebab di dalam al-Qur’an terdapat ayat yg bisa menjadi pembenaran atas “ungkapan” tsb, yakni firman Allah;

….. dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik [pula]…. QS. An-Nur : 26

Pada ayat di atas tersirat pesan kepada kita (kaum lelaki); Bahwa kalau anda merasa menjadi “orang hebat” maka jangan sekali-kali merendahkan istri anda, sebab dengan merendahkan istri anda maka dengan sendirinya anda merendahkan martabat anda sendiri.

Diantara kita mungkin ada yang pernah mendengar lagunya Sule; SUSIS…. suami sayang istri…. sebenarnya dalam lagu itu kalimat Susis kepanjangan dari; suami sieun (bhs sunda, artinya; takut) istri…., tapi saya lebih setuju jika diartikan; SUSIS …. suami sayang istri…., biar seperti saya …ehm..

Memang benar kaum lelaki dinasehatkan untuk tidak menjadi “pak Bungkring”, yaitu tokoh pada kisah yang menjadi “cantholan” di dalam nasehat Abah alm.; tentang lelaki yang saking sayangnya kepada istri sehingga rela disuruh melakukan apa saja, termasuk ketika disuruh sang istri untuk memakan (maaf) tahi bakar, hiii…..

Tapi yang harus kita ingat wahai kaum lelaki…,
Untuk tidak menjadi pak Bungkring bukan berarti harus selalu “mengeluarkan keris” (padahal kerisnya hanya satu, antic lagi he..he..he..) contohnya sedikit2 marah, mudah menghukumi istri sebagai perempuan yang tidak taat, apalagi kalau sampai mengatakan; kamu perempuan laknat, ahli neraka ! wal iyadzu billah.

Sebagian orang beranggapan bahwa lelaki yang senantiasa “sabar” terhadap istri itu menunjukkan bahwa dia adalah pria lemah, ternyata anggapan seperti ini tidak sepenuhnya benar, bahkan lelaki yang seperti itu bisa jadi menyimpan “kehebatan dan keperkasaan” yang luar biasa, sehingga singa pun dapat ditundukkannya

Guru yang kita hormati Abah alm (KH. Nurhasan) mempunyai sikap “sayang istri” yang patut kita jadikan tauladan, yaitu ketika salah satu istri beliau sedang uring-uringan / marah2 (penyebabnya, biasa ….. masalah “perwayuhan”..ehm) beliau diam saja tdk merespon dg kemarahan yg sama, bahkan dicubit dan dipukuli oleh sang istri, beliau juga tidak menanggapi dg emosi, sehingga ketika sang istri kelelahan, maka dengan mesra sang istri dipijat/diurutnya.

Hal ini juga sebagaimana yang sering dijadikan bahan oleh para penasehat, kisah tentang Khalifah Umar bin Khattab radiallahu anhu, beliau adalah seorang sahabat yang dikenal ketegasan dan istiqamahnya atas hukum-hukum Allah, yang jika setan melihatnya melewati suatu jalan, maka si setan akan menghindar dari jalan tersebut, namun sikapnya terhadap istri ternyata sangat lembut dan penyayang, dikisahkan oleh Imam al-Haitami dalam kitabnya az-Zawajir : 2/98

Seorang lelaki datang kepada Khalifah Umar r.a untuk melaporkan (kejelekan) akhlaq istrinya, saat dia berhenti menunggu di depan pintu rumah Umar, ternyata dia mendengar (dari dalam rumah) istrinya sang Khalifah sedang memanjangkan ucapan (Melayu; membebel atau memarahinya) sedangkan Umar diam saja tidak membalasnya.

Akhirnya lelaki tersebut pergi seraya berkata kalau keadaan Amirul Mukminin saja seperti ini bagaimana dengan aku ? pada saat yang sama Umar berjalan keluar rumah dan melihat si lelaki tsb sedang beranjak pergi, maka Umar memanggilnya; apa hajatmu ..? lelaki itu menjawab wahai Amirul Mukminin aku datang sebenarnya mahu lapor kepada anda tentang akhlaq istriku dan membebelnya padaku, tapi kemudian aku mendengar istri anda juga sama seperti itu, maka aku berkata kalau keadaan Amirul Mukminin saja seperti ini bagaimana dengan aku ?

Khalifah Umar berkata; Wahai saudaraku aku menanggung (meramut) istriku karena itu adalah haknya yang menjadi kewajibanku, dialah yang memasak makanan untukku, membuatkan aku roti, mencucikan pakainku serta menyusui anakku padahal itu semua bukan kewajibannya, dan dialah yang mententramkan hatiku dari hal yang haram (zina) maka karena itulah aku meramutnya, maka lelaki itu berkata; Wahai Amirul Mukminin seperti itu jugalah istriku, Umar berkata; kalau begitu ramutlah dia wahai saudaraku…, sesungguhnya masa (kamu sabar dari kemarahannya) itu hanya sebentar saja.

Dan dalam kitab yang sama juga diriwayatkan;

Kisah orang shalih yang memiliki saudara, yang biasa dikunjunginya setahun-sekali, suatu-saat ketika ia berkunjung, ia mengetuk pintu rumah saudaranya itu, dari dalam rumah istri saudaranya bertanya (dengan nada tdk ramah); Siapa itu ? dijawabnya; Saya saudara suamimu dalam urusan agama Allah, saya datang untuk mengunjunginya, dijawab oleh sang istri; dia sedang pergi mencari kayu bakar, semoga saja Allah tdk mengembalikannya (tdk membuatnya pulang dg selamat), kemudian perempuan itu menyangatkan dalam mencaci dan mencela suaminya.

Tak lama kemudian, orang yang ditunggu–tunggu datang sambil menuntun seekor singa yang di atas punggungnya terdapat seikat kayu bakar, dia menyambut hangat tamunya tersebut kemudian menurunkan kayu bakar dari punggungnya singa, setelah itu dia berkata kepada si singa; Pergilah “barolkallahu fiik” (semoga Allah paring barokah)

Kemudian, ia mempersilakan tamunya masuk sedangkan istrinya masih terus mengomel. Setelah makan, tamunya itu pamit pulang dengan penuh heran akan kesabaran saudaranya atas perlakuan istrinya.

Tahun berikutnya ia berkunjung lagi. Ketika mengetuk rumah saudaranya, dari dalam terdengar suara perempuan (dengan nada yg ramah), “Siapa ya?” ia menjawab, “Saya saudara suamimu, yang mahu mengunjunginya.” wanita itu berkata lagi; Selamat datang, kemudian perempuan itu memuji hubungan keduanya dg pujian yg luar biasa, dan meminta agar dia bersedia menunggu sebentar,

Tak lama kemudian, saudaranya datang sambil memikul sendiri kayu bakarnya, setelah itu si pemilik rumah mempersilakan tamunya. tdk lama kemudian, istri saudaranya itu menghidangkan makanan dengan sopan, disertai pujian yang luar biasa atas hubungan persahabatan keduanya.

Ketika akan pulang, dia bertanya mengenai apa yang dia saksikan dari sikap istri saudaranya itu yang setahun yang lalu dan yang saat ini, juga perihal singa yang memikulkan kayu bakar di saat istrinya adalah orang yang jelek lisannya dan sedikit kebaikannya, juga tentang mengapa dia harus memikul sendiri kayu bakar di saat istrinya adalah wanita iman yang peramah dan lemah lebut serta tutur kata yang penuh sanjungan, apakah sebabnya ?

Dia berkata; Wahai saudaraku, istriku yang cerewet itu telah wafat, dulu ketika kami hidup bersama, aku selalu bersabar dan memaafkan segala perilakunya yang buruk padaku, karena itulah Allah menjinakkan seekor singa kepadaku yang kamu lihat membawakan kayu bakar untukku karena kesabaranku atas istriku.

Kemudian aku menikah dengan istriku yang shalihat ini, aku istirahat (dari kejelekan istri pertamaku) dan singa itupun meninggalkanku, maka aku harus memikul kayu bakar di punggungku, karena aku telah istirahat bersama istriku yang shalihat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar